Sepekan Gempa Aceh: Ketika Pidie Jaya mulai menggeliat

Habil Razali

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sepekan Gempa Aceh: Ketika Pidie Jaya mulai menggeliat
Puing-puing dan reruntuhan kini telah dibersihkan

PIDIE JAYA, Indonesia — Kabupaten Pidie Jaya memang tak lagi sama setelah gempa dengan kekuatan 6,5 SR menghantam daerah ini pada Rabu, 7 Desember lalu.

Sebanyak 101 orang tewas akibat bencana ini. Ratusan rumah dan rumah toko ambruk rata dengan tanah. Ribuan orang mengungsi di tenda-tenda yang didirikan warga dan relawan.

Namun sepekan setelah gempa, Pidie Jaya mulai kembali bergeliat. Pantauan Rappler pada Rabu siang, 14 Desember 2016, puing-puing reruntuhan yang semula menumpuk kini mulai dibersihkan.

Sepertit tumpukan puing Masjid Jami’ Nur Abdullah di Desa Baro, Kecamatan Bandar Dua, Pidie Jaya. Sisa-sisa reruntuhan masjid telah diangkut oleh dam truck. Kini, lokasi masjid telah menjadi tanah lapang.

Untuk sementara, sebagai tempat ibadah, warga mendirikan tenda di sekitar lokasi masjid untuk tempat melaksanakan salat berjamaah.

Begitu pula di Pasar Meureudu. Kini tak terlihat lagi puing-puing sisa reruntuhan. Sebelumnya, sembilan toko di daerah ini runtuh akibat gempa. Di sini, 23 jenazah ditemukan di balik reruntuhan.

Pemandangan yang sama juga terjadi di Trienggadeng. Tiga unit ruko yang ambruk dihajar gempa kini telah bersih dari puing. Pasar Meureudu dan Trienggadeng pun mulai kembali berdenyut, meski sejumlah harga bahan pokok melonjak tinggi. 

Sawah Desa Meuraksa Keupula, Meureudu, Pidie Jaya, Aceh. Foto oleh Habil Razali/Rappler

Namun masih banyak juga warga di Kabupaten Pidie yang memilih tinggal di tenda-tenda pengungsian. Gempa susulan yang masih suka muncul dan trauma membuat mereka takut pulang ke rumah.

“Warga di sini belum berani ke sawah. Saya terpaksa mendatangkan orang luar untuk menanam benih padi di sawah,” kata Ibnu Ibrahim (55) warga Meuraksa Keupula, Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya.

Ibnu menjelaskan warga di sana sehari-hari berpetani, melaut, dan membudidayakan ikan di tambak. Sehingga jika warga tetap bertahan di tenda pengungsian, sawah dan tambak-tambah itu tidak akan ada yang mengurus. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!