Kapolri: Kalau ada yang sweeping anarkis, tangkap!

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kapolri: Kalau ada yang sweeping anarkis, tangkap!

ANTARA FOTO

Kepada jajarannya, Tito mengingatkan polisi tidak boleh kalah terhadap kelompok-kelompok intoleran.

JAKARTA, Indonesia —  Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait pelarangan penggunaan atribut Natal bagi karyawan Muslim di beberapa perusahaan rupanya membawa dampak negatif. Ramai beredar di media sosial soal orang-orang yang mengatasnamakan organisasi keagamaan tertentu, mendatangi pusat perbelanjaan untuk inspeksi.

Khusus tahun ini, pihak kepolisian rupanya ikut turun tangan. Seperti di Galaxy Mall, Surabaya, Jawa Timur, Polrestabes Surabaya turut mendampingi anggota Front Pembela Islam (FPI) bersafari ke pusat perbelanjaan.

Bahkan, ada polisi yang menjadikan fatwa MUI Nomor 56 tahun 2016 ini sebagai rujukan penerbitan surat edaran. Polres Metro Bekasi Kota menerbitkan Surat Edaran Nomor: B/4240/XII/2016/Restro Bks Kota tertanggal 15 Desember 2016 Perihal Himbauan Kamtibmas.

Selain itu, Polres Kulon Progo DIY ikut mengeluarkan surat edaran serupa dengan Nomor B/4001/XII/2016/Intelkam tertanggal 17 Desember 2016 Perihal Himbauan Kamtibmas yang ditujukan kepada para pimpinan perusahaan. 

Isi surat edaran tersebut antara lain:

a. Agar pimpinan perusahaan menjamin hak beragama umat muslim menjalankan agama sesuai keyakinan, tidak memaksa kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non muslim kepada karyawan/karyawati muslim. 

b. Agar pemimpin perusahaan menjamin hak beragama umat Hindu, Budha, Konghucu serta keyakinan lain dalam menjalankan agama sesuai keyakinan, tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan selain agamanya kepada karyawan/karyawati.

c. Tidak memberikan sanksi dalam bentuk apapun terhadap karyawan/karyawati yang tidak menggunakan atribut yang bernuansa Natal dan tahun baru.

Surat tersebut untuk mencegah timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang bermuatan suku, ras, agama dan antar golongan saat merayakan Hari Natal 2016 dan Tahun Baru 2017.

Atas kejadian ini, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian buka suara dengan kondisi paska keluarnya fatwa tersebut. “Menghadapi persoalan ini saya sudah perintahkan pada jajaran saya kalau ada sweeping dengan cara anarkis tangkap dan proses karena itu pelanggaran hukum,” kata dia di Jakarta pada Senin, 19 Desember.

Tito juga mengkritik ormas yang menyamarkan inspeksi dengan dalih sosialisasi. “Kemudian ada lagi yang bilang mau sosialisasi tapi datangnya rame-rame membuat rasa takut. Ini juga harus kita larang, kita tertibkan,” kata dia.

Sosialisasi, lanjutnya, bisa dilakukan dengan cara yang baik dan tidak menakut-nakuti orang. Seperti misalnya, mengundang pihak yang bersangkutan ke kantor cabang MUI terdekat.

Kepada jajarannya, Tito mengingatkan polisi tidak boleh kalah terhadap kelompok-kelompok semacam ini.

“Saya perintahkan ke jajaran saya agar melaksanakan tindakan sesuai aturan hukum, kalau ada pelanggaran hukum (seperti) pengancaman, mengambil barang, atribut, tangkap. Itu namanya kekerasan, penganiayaan, seperti yang di Solo. Itu ada yg dipukul. Tangkap,” kata dia.

Menurut dia, fatwa MUI bukanlah hukum yang sahih di Indonesia dan tidak bisa menjadi basis pergerakan tertentu. Tito akan berkoordinasi dengan MUI supaya mempertimbangkan toleransi dan kebhinekaan sebelum mengeluarkan fatwa.

Meski demikian, ia juga meminta pemilik perusahaan untuk tidak memaksa karyawannya mengenakan atribut natal. “Kemudian yang tidak boleh kalau ada pemilik toko, dia memaksa karyawan harus menggunakan atribut natal topi Sinterklas dan dipaksa kalau tidak dipakai akan dipecat. Itu tidak boleh,” katanya lagi.

Tegur Kapolres

Terkait bawahannya yang sudah terlanjur terbawa arus intoleransi, Tito mengaku sudah menegur. Ia mengulang kalau fatwa tidak boleh menjadi rujukan untuk surat edaran lantaran bukan basis hukum legal.

“Itu sifatnya koordinasi, bukan rujukan kemudian ditegakkan. Jadi langkah-langkahnya koordinasi, bukan mengeluarkan surat edaran yang bisa menjadi produk hukum bagi semua pihak,” kata dia.

Kapolres yang bersangkutan diminta Tito untuk mencabut surat edaran tersebut.

Namun, Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono berpendapat lain. Surat edaran yang bersangkutan justru bertujuan menjaga toleransi keberagamaan di Indonesia.

“Intinya bahwa kita Polda satu padu dengan semua Polres dengan elemen masyarakat semua yang kita ikut rapat di situ untuk menyikapi itu, dengan harapan bahwa dengan adanya fatwa itu semuanya kita toleransi beragama di Indonesia bisa berjalan dengan baik dan lancar,” kata dia.

Ia pun menegaskan, dengan adanya surat himbauan tersebut tidak ada lagi aksi sweeping dan razia yang dilakukan ormas. Ia meminta masyarakat melaporkan ke polisi jika memang ada aksi tersebut.

Namun, ia belum mengetahui tindakan tegas apa yang akan diberikan kepada para ormas yang akan melakukan sweeping.

“Kami sudah sampaikan bahwa untuk kegiatan itu kalau ada menemukan laporkan ke kepolisian, maka kepolisian yang akan melakukan tindakan,” katanya.

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!