Walau Dubesnya terbunuh, Rusia tak akan menarik diri dari perang di Suriah

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Walau Dubesnya terbunuh, Rusia tak akan menarik diri dari perang di Suriah

ANTARAFOTO

Pemerintah Rusia memperketat pengamanan bagi diplomat dan gedung kedutaannya pasca Dubes Karlov tewas ditembak di Turki

JAKARTA, Indonesia – Peristiwa terbunuhnya Duta Besar Rusia untuk Turki, Andrey Karlov pada tanggal 19 Desember lalu, tidak akan membuat Negeri Beruang Merah itu menarik diri dari peperangan di Suriah. Malah, mereka bersumpah untuk terus melawan kelompok pemberontak yang disebut kerap menebar teror.

Rusia juga tidak akan terprovokasi untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Turki, mengingat kedua negara justru sedang berupaya kembali bekerja sama pasca insiden penembakan jet tempur Sukhoi Rusia beberapa waktu yang lalu. Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Y. Galuzin, memastikan pesan tersebut telah disampaikan oleh Presiden Vladimir Putin kepada publik.

“Serangan terhadap Dubes kami menunjukkan tujuan dari para teroris yang ingin membuat Rusia membatalkan upaya konsisten kami dalam melawan aksi teror di mana pun, termasuk di Suriah. Tapi, dapat saya pastikan kepada Anda bahwa kematian kolega saya itu tak akan menghentikan upaya kami di Suriah dan negara lain untuk menghadapi aksi terorisme,” ujar Galuzin ketika memberikan keterangan pers di Jakarta pada Rabu, 21 Desember. (BACA: 4 hal yang perlu kamu tahu soal penembakan Dubes Rusia di Turki)

Sebagai bukti, pertemuan tiga Menteri Luar Negeri yang terdiri dari Iran, Rusia dan Turki di Moskow pada tanggal 20 Desember menghasilkan dua keputusan penting. Pertama, komitmen dan kontribusi tiga negara itu untuk membuat perdamaian bagi warga sipil di Aleppo timur.

“Ini termasuk evakuasi warga dari cengkeraman kelompok militan yang kerap kalian sebut sebagai oposisi moderat,” ujar Galuzin.

Keputusan kedua, ketiga negara sepakat dalam waktu dekat untuk menggelar dialog politik di antara para pihak yang bertikai di Suriah. Diplomat yang pernah bertugas di Jepang itu mengatakan pertemuan akan digelar di ibukota Astana, Kazakhstan dalam waktu dekat.

“Sejauh ini saya belum tahu kapan pertemuan itu akan digelar. Tetapi, yang pasti pertemuan ini akan menjadi titik awal untuk dialog komprehensif di antara para pihak yang bertikai di krisis Suriah,” kata dia yang juga mengaku tidak tahu apakah Menlu Amerika Serikat, John Kerry akan turut serta dalam pertemuan tersebut.

Galuzin mengakui pasca insiden penembakan terhadap rekannya itu, pengamanan terhadap para diplomat Rusia dan gedung kedutaan mereka di seluruh dunia diperketat, termasuk di Jakarta. Namun khusus di Jakarta, pengamanan sudah ditingkatkan sejak adanya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri Gema Kemanusiaan 212 pada Selasa, 19 Desember.

Saat itu, ratusan massa berkumpul di depan gedung kedutaan yang berlokasi di area Kuningan sejak pagi hari dan menuntut agar Rusia tak ikut campur dalam konflik peperangan saudara di Suriah. Mereka juga menuding Rusia dan pasukan pemerintahan Bashar al-Assad sebagai pihak yang menewaskan ribuan warga di kota Aleppo.

Sebagai bentuk kekesalan mereka, salah satu orator ketika itu meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk mengusir perwakilan diplomatik Rusia dari Jakarta.

Namun, Galuzin membantah pasukan militer Rusia telah membom rumah sakit di kota Aleppo hingga menewaskan warga sipil.

“Kami telah memperhitungkan target kami di Suriah, jadi pasti yang dikenai (sebagai sasaran) tepat. Bukan mengenai pesta perkawinan, rumah sakit, warga sipil dan pasukan Pemerintah Suriah. Yang melakukan perbuatan itu justru negara lain yang dipimpin oleh AS dan sudah ada banyak bukti yang mendukung pernyataan ini,” ujar Galuzin tanpa membeberkan bukti yang dimaksud.

Justru, dari peperangan di Aleppo, dia melanjutkan dua personil medis perempuan Rusia ikut tewas. Padahal, tengah melakukan misi kemanusiaan di rumah sakit lapangan yang dibangun di sana.

“Kami sudah membuka koridor kemanusiaan, jika warga ingin meninggalkan Aleppo dengan menggunakan fasilitas bus. Kami juga menyediakan bantuan medis dan rumah sakit darurat. Semua tudingan bahwa Rusia membom fasilitas medis adalah kebohongan yang tak berdasar dari lawan kami,” tutur Galuzin.

Bukan pendapat resmi Indonesia

Sebagai Dubes yang ditugaskan di Indonesia sejak tahun 2012 lalu, Galuzin yakin tuntutan yang disampaikan dalam aksi demonstrasi hari Selasa bukan sikap resmi publik dan Pemerintah Indonesia. Dia tahu bagaimana perilaku warga Indonesia terhadap Rusia.

“Sejak awal tiba di sini, mereka selalu ramah dan menganggap Rusia sebagai sahabat. Mereka selalu hangat dan tertarik untuk tahu soal kerja sama kedua negara di berbagai bidang antara lain pendidikan, kebudayaan, dan politik,” katanya lagi.

Rusia mengaku siap meningkatkan kerja samanya dengan Indonesia yang saat ini juga sedang giat mencegah ancaman terorisme terjadi di Tanah Air. Galuzin yakin penegak hukum di Indonesia memiliki penilaian yang tepat dan bisa mengambil kebijakan yang dianggap perlu dalam memerangi aksi terorisme.

“Kami memiliki berbagai saluran untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran terkait cara menghadapi ancaman terorisme dan dialog antar kepercayaan, Saya pastikan Rusia siap membantu Indonesia dalam memerangi aksi terorisme,” ujar Galuzin.

Pasca aksi demonstrasi, gedung Kedutaan Rusia dan kegiatan diplomatik lainnya di Indonesia tetap berjalan seperti biasa. Rusia, kata Galuzin tidak akan menyerah dalam menghadapi ancaman teroris internasional.

Hanya bisa tuntas dengan negosiasi

Pemerintah Indonesia sejak awal selalu berpandangan jika permasalahan di Suriah hanya bisa dapat diselesaikan melalui jalur negosiasi damai dan dialog. Hal itu disampaikan berulang kali melalui forum multilateral di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Indonesia juga meminta akses untuk dapat memberikan bantuan kemanusiaan ke Suriah. Utamanya, kami meminta akses bantuan kemanusiaan itu bisa diterima oleh masyarakat Aleppo,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir pada Jumat malam, 16 Desember.

Di forum PBB, Indonesia mendukung resolusi Majelis Umum PBB soal Suriah yang disahkan pada Senin, 19 Desember. Resolusi itu akhirnya lolos dengan 116 suara mendukung, 16 negara menolak dan 52 negara abstain.

“Kami mendukung (resolusi) soal situasi Suriah sekarang, terutama Aleppo sudah tragis katastropik,” ujar Direktur Jenderal Multilateral Kemlu, Hasan Kleib seperti dikutip media pada Selasa, 20 Desember.

Dukungan yang diberikan oleh Indonesia ini bukan lantaran desakan dari media sosial tetapi benar-benar melihat perkembangan situasi di Suriah.

Sejauh ini, kedua pihak yang bertikai di Suriah sepakat memberlakukan gencatan senjata yang seharusnya sudah diberlakukan sejak tanggal 15 Desember lalu. Hal ini untuk memberikan waktu bagi warga yang masih terjebak di bagian timur Aleppo untuk dipindahkan ke kota Idlib yang saat ini di bawah kekuasaan pemberontak.

Media mencatat sudah ada sekitar 37.500 warga yang diungsikan ke Idlib dengan menggunakan bus. Menlu Turki, Mevlut Cavusoglu mengatakan proses evakuasi diprediksi akan rampung dalam waktu beberapa hari.

Gencatan senjata akhirnya dicapai setelah negosiasi panjang pasca kelompok oposisi pemerintah semakin terpojok di kota Aleppo. Pasukan militer Assad dibantu Rusia dan Iran berhasil merebut Aleppo yang selama 6 tahun terakhir dikuasi oposisi dan jadi medan pertempuran. Kota yang semula menjadi pusat keuangan Suriah kini terlihat hancur dan tak bisa lagi dihuni. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!