Hutan mangrove Bulaksetra, monumen hidup tsunami Pangandaran

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Hutan mangrove Bulaksetra, monumen hidup tsunami Pangandaran
Meski banyak manfaat, masih banyak warga belum tahu manfaat mangrove. Apalagi tanpa ada dukungan dari pemerintah

 

BANDUNG, Indonesia — Hamparan pohon mangrove menjadi pemandangan yang dominan di Bulaksetra, sebuah pulau kecil di Pangandaran, Jawa Barat. Keberadaannya seakan menjadi monumen hidup bagi para korban tsunami Pangandaran yang dihantam gelombang raksasa pada Juli 2006, dua tahun pasca tsunami di Aceh. 

Tsunami Pangandaran datang tanpa peringatan. Jika tsunami Aceh didahului gempa kuat berskala 9,3 richter, tsunami Pangandaran dipicu gempa dengan kekuatan 6,8 skala richter. Akibatnya, banyak yang tidak menyadari potensi tsunami dahsyat yang ditimbulkan setelahnya. 

Menurut peneliti dari Amerika Serikat, Hermann M Fritz, ketinggian rayapan tsunami Pangandaran mencapai 21 meter.

Warga Dusun Kalapatiga Pangandaran, Ondi, mengaku tidak terlalu merasakan guncangan gempa. Saat peristiwa terjadi, ia sedang memperbaiki jala ikan di Pantai Barat Pangandaran. Ia berkisah, air laut tiba-tiba surut sepanjang kurang lebih 300 meter.

“Ada yang teriak tsunami, saya langsung pergi pakai sepeda, tapi ada juga yang diam saja karena tidak percaya ada tsunami,” cerita nelayan itu saat ditemui Rappler di Bulaksetra Pangandaran, pada 17 Desember 2016 lalu.

Ondi terus mengayuh sepedanya sampai akhirnya berhenti di depan sebuah hotel dan bergegas masuk ke hotel menuju lantai tertinggi.

“Kalau saya terus pakai sepeda, mungkin sudah kebawa tsunami,” ujarnya.

Ondi bersyukur ia dan keluarganya bisa selamat. Namun nasib lain menimpa warga Dusun Kalapatiga yang banyak menjadi korban. 

Kalapatiga, salah satu dusun di Bulaksetra Desa Babakan Pangandaran, menjadi daerah yang paling terdampak tsunami.  Satu rukun tetangga (RT), atau sekitar 35 kepala keluarga, di dusun itu habis disapu tsunami. Ada warga yang selamat, tapi banyak pula yang meninggal.

“Malah ada beberapa warga yang sampai sekarang masih hilang,” kata Iwan Yudiawan, seorang warga Desa Babakan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sebanyak 668 korban meninggal, 65 orang hilang, dan 9 ribu orang lebih mengalami luka akibat tsunami Pangandaran.

Menanam mangrove di Bulaksetra

Ketua Pencinta Alam, Iwan Yudiawan, yang ditunjuk sebagai pengelola Kawasan Wisata Edukasi dan Konservasi Mangrove Bulaksetra, di tengah hamparan pohon mangrove. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Sepuluh tahun berlalu, kawasan Bulaksetra yang rusak akibat tsunami, kini telah berubah menjadi hutan mangrove.  Perubahan itu berawal dari inisiatif Iwan dan kawan-kawan yang tergabung dalam Komunitas Pencinta Alam Ilalang. Ia merasa terpanggil menyulap Bulaksetra menjadi hutan mangrove untuk mengantisipasi ancaman tsunami.

“Saya merasa tersentuh untuk merehabiilitasi Bulaksetra, apalagi itu dulu tempat saya bermain waktu kecil,” ujar Ketua Komunitas Pencinta Alam Ilalang itu.

Iwan dan kawan-kawan mulai menanami kawasan seluas 17,5 hektar itu dengan mangrove dan pohon vegetasi lainnya.  Sekaligus ia menyebarkan informasi ke masyarakat perihal manfaat mangrove, yang salah satunya bisa meminimalisir gelombang tsunami.  

Menurut Iwan, pohon mangrove sebetulnya sudah banyak tumbuh di Bulaksetra, namun karena minimnya pengetahuan, banyak warga yang tidak paham manfaat dari pohon yang bernama lain bakau itu. Alhasil, warga hanya memanfaatkan mangrove sebagai kayu bakar.

“Jadi sangat tidak produktif, karena ketidaktahuan. Padahal mangrove itu penting, tidak hanya meminimalisir bencana tapi banyak yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Di samping sebagai penyumbang oksigen, juga bisa dijadikan bahan kuliner, dibuat jus, ada manfaat herbalnya juga. Banyak lah,” kata Iwan.

Setelah gencar disosialisasikan, lambat laun warga mulai paham dan ikut mendukung penanaman mangrove di Bulaksetra yang kini terlihat menghijau di sepanjang pantai. Saat ini ada 80 ribu pohon mangrove yang berhasil tumbuh. Sekitar 10 ribu bibit mangrove didapat dari bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat. 

Mangrove itu penting, tidak hanya meminimalisir bencana tapi manfaatnya juga sebagai penyumbang oksigen.

Awalnya, Iwan dan kawan-kawan hanya berniat merehabilitasi Bulaksetra. Namun untuk memotivasi warga, kawasan itu kemudian dirancang menjadi sebuah tempat wisata edukasi dan konservasi mangrove.  

Apalagi Lembaga internasional, Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) pun turut memberi bantuan dalam aksi penanaman mangrove yang menjadi bagian dari program Sustainable Tourism through Energy Efficiency with Adaptation and Mitigation Measures (STREAM). Selain bibit mangrove, UNWTO juga membangun panel tenaga surya sebagai penerangan di kawasan tersebut.

Dukungan pemerintah pusat dibuktikan dengan kunjungan Mari Elka Pangestu yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif, pada 2013. Namun bantuan berupa stimulan itu tidak disambut oleh pemerintah daerah setempat. Sejak merintis pada 2008, Iwan mengaku, belum mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Pangandaran.

Salah satunya, tidak ada bentuk perhatian dari pemerintah daerah untuk menunjang percepatan pariwisata di sini,” ungkap Iwan.

Bantuan pemerintah sangat diharapkan Iwan, apalagi di tengah kondisi Bulaksetra yang saai ini terancam abrasi. Dari 17,5 hektar luas Bulaksetra, kini hanya tersisa 14 hektar karena hancur tergerus ombak. Jika tidak segera ditangani, kata Iwan, ekosistem di kawasan wisata ini akan rusak. 

“Ini mah harus direkayasa pakai tanaman beton alias break water dan ini sudah kami sampaikan pula ke kementerian, tapi belum ada respon,” ujarnya.

Ancaman kerusakan juga dihadapi pohon mangrove. Tanaman penghadang tsunami itu dikhawatirkan mati karena tidak adanya sirkulasi air laut ke tempat tumbuhnya mangrove. Iwan menjelaskan, beberapa jenis mangrove hidup di air payau, yaitu perpaduan antara air laut dan air tawar. Air tawar didapat dari aliran Sungai Cileutik, namun jika terlalu banyak air tawar, mangrove bisa mati.

Beberapa pohon mangrove memang terlihat mengering. Iwan memperkirakan sebanyak 10 persen dari 80 ribu pohon mangrove telah mati karena tidak adanya sirkulasi air laut. Warga, kata Iwan, sempat bergotong royong membuat saluran air laut, namun karena dilakukan secara manual dengan menggunakan alat dan teknik seadanya, dalam dua hari saluran itu pun tertutup kembali.

“Kami berharap pemerintah memberikan penunjang-penunjang yang bisa mengatasi masalah ini. Pemerintah kan punya yang ahli di bidangnya, dengan kondisi seperti ini, apa yang bisa dilakukan,” katanya.

Saat Rappler mengunjungi Bulaksetra akhir pekan lalu, kawasan itu memang terlihat kurang terpelihara. Sampah yang dibawa air laut terlihat berserakan. Sementara gapura berupa urutan huruf “Bulaksetra” terlihat rusak di beberapa bagian.  Padahal penanda lokasi Bulaksetra itu cukup unik dan menarik. Bamboo walk yang diperuntukkan bagi wisatawan untuk berjalan-jalan di antara pohon mangrove juga tampak rusak di beberapa bagian sehingga tidak bisa dilintasi.

Iwan mengaku, untuk mengelola tempat wisata tersebut saat ini masih dilakukan secara swadaya. Sejauh ini, pemasukan diperoleh dari pengunjung yang mengadopsi pohon mangrove dengan harga Rp 50 ribu per pohonnya. Uluran tangan Pemkab Pangandaran untuk mengembangkan potensi wisata di kawasan itu, sangat dinanti.  

Iwan bermimpi, bisa membangun sebuah camping ground, fasilitas outbound, dan pendukung pariwisata lainnya. Tapi ia tak tahu kapan mimpinya itu bisa terwujud.

“Harapan kami sebetulnya gede banget. Cuma, ya, tidak bisa memaksa. Pada akhirnya kami mengalir dengan sendirinya, dengan sukarela, tanpa pamrih, dan lain sebagainya. Intinya, di sini belum bisa dijadikan untuk lahan bisnis pariwisata, padahal peluang ke sana sangat besar,” ungkapnya.

Proyek Pangandaran Integrated Aquarium and Marine Research Institute (Piamari) yang menjadi program Kementerian Kelautan dan Perikanan diharapkan bisa mengakomodasi mimpi-mimpi itu. Sehingga Bulaksetra bisa berkembang menjadi kawasan pariwisata seperti yang diharapkan Iwan dan warga setempat. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!