Protes pabrik semen, petani Kendeng dirikan tenda di depan kantor gubernur

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Protes pabrik semen, petani Kendeng dirikan tenda di depan kantor gubernur
Dua petani Kendeng dilaporkan PT Semen Indonesia atas dugaan tanda tangan palsu

SEMARANG, Indonesia — Cuaca siang hari yang begitu menyengat di Kota Semarang tak menyurutkan niatan Murtini ikut unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, pada Rabu, 4 Januari.

Tubuhnya yang dibalut kebaya dan jarit itu duduk bersimpuh bersama rekan-rekannya membentuk lingkaran. Murtini adalah seorang petani lereng Pegunungan Kendeng di Rembang yang tetap lantang menuntut keadilan kepada pemerintah.

Peluh jelas membasahi tubuhnya. Tapi Murtini bersemangat mendendangkan beberapa tembang Jawa, demi mengetuk hati Ganjar. Merasa keinginannya selama ini diabaikan orang nomor satu di provinsi itu, ia bersama ratusan petani bahkan memilih membangun tenda perjuangan di depan kantor sang gubernur.

Murtini tak bergeming saat diguyur hujan maupun cuaca terik. Termasuk saat petugas Satpol PP membongkar paksa tendanya dengan dalih menganggu ketertiban. 

“Saya tetap tinggal di sini,” katanya kepada Rappler, sembari membawa payung yang dijadikan tempat berteduh untuk menggantikan tendanya yang hilang.

Murtini menegaskan tak seorang pun yang mampu menggoyahkan tekadnya untuk memperjuangkan kelestarian Bumi Kendeng. Baginya, Pegunungan Kendeng dengan hamparan ladang sawahnya menjadi tempat tinggal yang nyaman hingga hari tua.

Meski begitu, perjuangannya mempertahankan kelestarian alam Pegunungan Kendeng bukannya tak menemui hambatan. Ia saat ini dilaporkan ke polisi oleh Yudi Takdir Burhan, seorang pekerja PT Semen Indonesia karena dituduh menggunakan tanda tangan palsu saat mengajukan dokumen penolakan pabrik semen. 

“Saya sudah bawa surat pemanggilan dari Polda Jateng dan tidak takut [tuduhan apapun],” aku Murtini.

Menurut Gunretno, perwakilan petani Kendeng lainnya, kasus dugaan pemalsuan tanda tangan berawal saat warga Rembang mengumpulkan tanda tangan penolakan pabrik semen sejak beberapa tahun lalu.

Pihak PT Semen Indonesia menuding tanda tangan itu palsu karena terdapat sejumlah nama dan jabatan yang aneh. Atas dasar itulah, PT Semen Indonesia menggugat. Mereka mengajukan bukti tanda tangan palsu tertanggal 22 Januari 2015. 

Selain Murtini, Gunretno mengatakan ada pula Sutrisno yang ikut terseret kasus itu. Keduanya lusa akan dipanggil penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Jawa Tengah sebagai saksi.

Gunretno menyayangkan konflik pabrik semen justru berujung pada pelaporan ke meja hijau. Hal ini membuktikan bahwa Ganjar ingin mengangkangi keputusan Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk mencabut izin pabrik semen.

“Harusnya rembukan bukan seperti ini. Adanya kasus tersebut justru membuat warga Kendeng kaget, saya melihat upaya ini untuk menggembosi semangat warga menolak pabrik semen. Pemerintah ingin memecah belah kita,” ungkapnya.

Mengundang empati para pemuka agama

Sementara, aksi penolakan pembangunan pabrik semen hingga saat ini terus mendapat dukungan dari sejumlah pihak. Para pemuka agama di ibu kota Jawa Tengah pun berempati terhadap perjuangan petani Kendeng yang menuntut izin lingkungan pabrik semen dicabut. 

Banyak pemuka agama yang ikut tampil dalam doa bersama warga Kendeng, mulai KH Ubaidilah Ahmad, Pengasuh Ponpes Soko Tunggal Tembalang KH Nuril Arifin, Imam Aziz, Pendeta Tjahjadi Nugroho dari Gereja Kristen Unitarian, Pendeta Samuel dari Jemaat Kristen Indonesia Nations Light Church Semarang, Pendeta Iwan Firman dari Gereja Kristen Muria Indonesia Srumbung Gunung Bandungan, Pendeta Andi sebagai Sekretaris Umum Sinode Gereja Kristen Muria Indonesia, serta Pastor Gereja Katholik Kristus Raja Ungaran Aloysius Budi Purnomo.

Pendeta Gereja Kristen Unitarian, Tjahjadi Nugroho, terketuk hatinya untuk turun gunung karena tak tega melihat petani Kendeng berjuang bertahun-tahun untuk mempertahankan tanah kelahirannya. 

“Saya sebagai orang Kristen tergerak membantu mereka melawan pemerintah yang tak adil, apalagi dalam ajaran Kristen setiap penderitaan rakyat sama dengan penderitaan kami, saya menjunjung tinggi nilai perjuangan tersebut,” katanya.

Tak hanya itu saja, menurutnya, dalam kasus pabrik semen sudah menyangkut harkat hidup dan kelestarian habitat alam di Tanah Kendeng. Dengan kata lain, ia menyebut Ganjar telah melanggar hukum yang telah diputuskan oleh hakim Mahkamah Agung (MA).

“Hukumnya sudah selesai. Sebenarnya sederhana kalau ingin menegakan hukumnya, maka keputusan MA harus dipatuhi. Jadi saya rasa dia [Gubernur Ganjar] harus peka,” ujar Pendeta Tjahjadi.

Pengasuh Ponpes Soko Tunggal KH Nuril Arifin, atau akrab disapa Gus Nuril, tak kalah tegas menantang Ganjar debat dengan dirinya dalam menyelesaikan polemik pabrik semen.

Ia berharap Ganjar punya nurani untuk membela petani Kendeng, dan bukan malah diadu domba dengan menghasut warga daerah lainnya untuk melaporkan petani Kendeng ke polisi.

“Ini proxy war yang dia lakukan selama ini, mengadu domba warga Kendeng. Pemimpin itu harus mampu mengayomi. Ini ada warganya yang dilaporkan oleh warga Jawa Timur kenapa dibiarkan saja, kalau saya jadi gubernurnya, saya pasti malu,” kata Gus Nuril.

Sedangkan, Eka Nurayani, seorang mahasiswa Unnes, juga ingin membela petani Kendeng karena kasihan melihat mereka berjalan kaki ke Semarang untuk memperjuangkan kelestarian alamnya. 

“Kita harus membela rasa kemanusiaannya. Yang pasti ini perjuangan yang jadi catatan sejarah. Petani yang memberi kita makan dan mengelola Bumi ternyata ditindas oleh kapitalis pabrik semen,” tuturnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!