Warga Kampung Bugis Denpasar yang tergusur akan ajukan PK

Iwan Setiadharma

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Warga Kampung Bugis Denpasar yang tergusur akan ajukan PK
Pihak-pihak terkait yang dilaporkan adalah Panitera Pengadilan Negeri Denpasar serta kuasa hukum dari penggugat, Maisarah

DENPASAR, Indonesia — Dua hari pasca eksekusi lahan, 36 keluarga warga Kampung Bugis, Pulau Serangan, Kecamatan Denpasar, Bali, bersiap untuk mengambil langkah lanjutan.

“Kami akan berkoordinasi dengan lawyers. Kami tetap melawan, tidak selesai di sini,” kata Kepala Lingkungan Kampung Bugis Serangan Muhadi (47 tahun), pada Kamis, 5 Januari. 

Muhadi mengatakan, jika masih ada peluang untuk Peninjauan Kembali (PK), maka langkah itu akan diambil.

Kuasa hukum warga Kampung Bugis, Rizal Akbar Maya Poetra, mengatakan bahwa PK akan melanjutkan langkah PK kedua. Menurutnya, eksekusi pada Selasa, 3 Januari, lalu dianggap sebagai eksekusi sesat.

“Maka ada tujuh rumah yang tidak masuk, malah dieksekusi juga. Ini saya akan lapor pidana atas perbuatan-perbuatan yang tidak tepat ini,” katanya. 

Rizal mengatakan, upaya pelaporan ke Polda Bali direncanakan pada Sabtu, 7 Januari, mendatang.

Pihak-pihak terkait yang dilaporkan adalah Panitera Pengadilan Negeri Denpasar serta kuasa hukum dari penggugat, Maisarah. 

“[Kuasa hukum] Haposan Sihombing dan Siti Sapurah, karena dia yang menunjukkan. Obyek itu di luar obyek sengketa,” ujarnya.

Terkait kepemilikan sertifikat lahan penggugat, Rizal mengatakan bahwa sesungguhnya lahan yang dimiliki Maisarah berada di sisi selatan makam kuno Kampung Bugis Serangan. 

“Lahan itu sudah dijual oleh Maisarah sendiri dengan bukti hak sertifikat nomor 57,” ujarnya.

Hal itu dinilainya sebagai perkara yang pura-pura. Kemudian, lanjutnya, Maisarah melanjutkan lagi upaya itu, sehingga timbul putusan Pengadilan Negeri No. 99/pdt/1974, tertanggal 3 November 1975. 

“Yang dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi nomor 238,” kata Rizal.

Dari dasar putusan itu, Rizal menjelaskan dibuatlah sertifikat nomor 69. 

“Semestinya itu masuk lahan obyek sengketa selatan kuburan. Karena yang di selatan kuburan sudah dijual, menunjuk lahan yang dihuni 36 KK,” katanya.

Rizal menambahkan bahwa adanya putusan nomor 69 dengan nomor 238, Maisarah mengajukan permohonan sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ketika dilakukan pengukuran, kata Rizal, ditunjukkan lahan sebelah utara Kampung Bugis Serangan. 

“Pada waktu pengukuran masyarakat tidak ada yang tahu. Timbul sertifikat pada 30 Juli 1992,” katanya.

Pada 2007 Maisarah melaporkan warga ke pihak kepolisian dengan alasan penyerobotan lahan. 

“Dalam sertifikat Maisarah digambarkan lahan kosong, padahal faktanya ada rumah-rumah. Itu kan aneh, makanya ini mengandung cacat administrasi,” tuturnya.

Pasca eksekusi, para warga yang dirobohkan rumahnya masih berada di tempat pengungsian yang dipusatkan di empat tenda berlokasi di lapangan I Wayan Bulit, Serangan. Eksekusi lahan itu bukan hanya membuat mereka kehilangan tempat tinggal, tetapi juga mata pencaharian.

“Warga Bugis itu kebanyakan bekerja sebagai nelayan. Sekarang saya tidak bisa melaut karena peralatan semua rusak,” kata salah satu warga, Mukaya (52 tahun). 

Ia mengatakan, jika ia melaut per hari bisa mendapat penghasilan berkisar Rp200 ribu.

Warga lainnya, Jamil (54 tahun) juga mengatakan hal yang sama, tidak bisa melaut. Ia menjelaskan bahwa mesin perahu, alat selam, jaring, semuanya sudah rusak karena tertimbun reruntuhan bangunan.

“Padahal cuaca sedang bagus kalau melaut. Sekarang kerja juga tidak bisa,” ujarnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!