Dilema keterangan palsu dalam sidang Ahok

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tim penasihat hukum Ahok menolak untuk melakukan tanya jawab dengan Willyuddin, lantaran keterangannya yang dinilai tak dapat dipertanggungjawabkan.

KETERANGAN BERBEDA. Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama setelah sidang ke-6 dugaan penodaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, pada Selasa, 17 Januari 2017. Ia tak berkomentar karena keterangan berbeda. Foto oleh Ursula Florene/Rappler

JAKARTA, Indonesia — Briptu Ahmad Hamdani tampak kebingungan saat menjawab pertanyaan dari majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU), hingga tim penasihat hukum Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Sebagai seorang saksi, ia tak menunjukkan penampilan yang meyakinkan.

Dalam lanjutan sidang dugaan penodaan agama yang berlangsung pada Selasa, 17 Januari, ini, Ahmadi diharapkan dapat menjernihkan kebingungan yang membuat sidang pekan lalu terpaksa ditunda.

Tertulis pada laporan, kalau saksi pelapor Willyuddin Abdul Rasyid Dhani menyaksikan video dugaan penodaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif itu di Kepulauan Seribu pada 6 September 2016. Padahal, pidato tersebut baru berlangsung pada 27 September 2016.

“Kami lihat apa yang saudara ketik dan di register sama, hari Kamis, 6 September 2016. Saudara yakin itu hari Kamis?” tanya Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto dalam persidangan.

Atas pertanyaan ini, Ahmad menjawab kalau ia tidak yakin.

Hakim kemudian makin mencecar Ahmad, menanyakan mengapa ia tetap menulis tanggal tersebut dalam laporan bila tak yakin dengan kebenarannya. “Karena pelapor menyebut begitu,” kata Ahmad dengan mantap.

Berkali-kali hakim menanyakan alasan ia tak melakukan konfirmasi sendiri. Padahal, di ruangan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SKPT) tempatnya bertugas, ada kalender yang terletak tepat di belakangnya.

“Saudara jangan begitu, lain kali harus diperiksa, karena ini bisa mencemari martabat kepolisian [kalau salah],” kata hakim kepada Ahmad. Ia menjawab dengan tertawa, yang kemudian berimbas teguran.

Meski demikian, ia tetap bersikeras tidak perlu memastikan tanggal dan hari di kalender, karena sudah mengonfirmasi dengan pelapor. Bahkan, yang bersangkutan pun sudah menandatanganinya.

Polisi yang sudah berpengalaman selama 7 tahun, namun baru 1 tahun bertugas di SPKT ini, tidak sekalipun mengakui kesalahan tanggal merupakan tanggung jawabnya. Ia berkali-kali menegaskan kalau laporan yang ditulisnya sesuai dengan ucapan Willyuddin.

Bahkan, saat saksi pelapor menyatakan keberatan kalau ia berkali-kali mengoreksi hasil ketikan Ahmad, keyakinannya tak goyah. Kendati mengakui memang ada pembetulan dari Willyuddin, menurut dia hasil finalnya sudah benar dan disepakati.

Hal senada juga disampaikan Bripka Agung Hermawan yang juga menerima laporan Willyuddin. Meski bukan dirinya yang mengisi formulir pelaporan B saat itu, namun ia menyaksikan proses yang berlangsung.

Menurut Agung, tidak ada proses koreksi yang terjadi. Namun, jawabannya pun berubah-ubah.

“Apakah saudara yakin tidak ada koreksi dari pelapor?” tanya hakim. Agung awalnya mengatakan tidak ada.

Namun, setelah dikonfirmasi apakah ia yakin dengan jawabannya, tiba-tiba Agung mengatakan kalau ia “tidak tahu”. Ketika ditanyakan lagi, ia mengubah jawabannya menjadi “tidak ada”.

“Coba, Saudara ingat lagi, tidak ada atau tidak ingat?” kata hakim. Akhirnya, Agung menegaskan kalau ia memang tidak mengingat soal koreksi tersebut.

Penjelasan saksi pelapor

TOLAK DISEBUT SAKSI PALSU. Willyuddin Abdul Rasyid Dhani mengaku kalau keterangannya tetap benar meski berbeda dengan saksi lainnya. Foto oleh Ursula Florene/Rappler

Kepada majelis hakim, Willyudin menegaskan kalau dirinya tidak berbohong. Ia mengatakan kalau tanggal yang ia sebutkan adalah Kamis, 6 Oktober 2016. Sehari setelahnya, baru ia melapor ke Mapolresta Bogor Kota.

“Tidak mungkin saya baru lihat kemarin [6 Oktober], kalian kasih tanggal 6 September 2016,” kata Willyudin. Ia juga menambahkan kalau saat memeriksa hasil ketikan Ahmad, memang ditemukan tanggal 6 September.

Karena tidak sesuai, ia pun mengoreksi menjadi 6 Oktober. Bahkan, ia langsung mengawasi di layar komputer yang digunakan Ahmad, dan memastikan tanggal sudah benar.

“Saya juga bawa kronologi yang saya sodorkan untuk dibaca terlebih dulu,” katanya.

Saat ia memperlihatkan kronologi yang dimaksud, memang tertera tulisan “Kamis, 6 Oktober 2016”, meski keterangan tersebut tidak diserahkan sebagai bukti.

KRONOLOGI VERSI PELAPOR. Foto oleh Ursula Florene/Rappler

Meski demikian, ia mengakui tidak memeriksa hasil cetakan laporan terakhir karena sudah mengonfirmasi secara verbal pada Ahmad.

“Saya tanya, sudah benar, kan? Kata dia [Ahmad] ‘sudah’, ya saya tandatangan,” kata Willyuddin.

Setelah mendengarkan keterangan dari kedua belah saksi, majelis hakim bertanya apakah salah satu akan mengubah atau mengoreksi. Keduanya menegaskan tetap pada keterangan masing-masing.

Tolak periksa saksi

Meski demikian, tim penasihat hukum Ahok menolak untuk melakukan tanya jawab dengan Willyuddin, lantaran keterangannya yang dinilai tak dapat dipertanggungjawabkan.

Ahok juga tidak akan menanggapi keterangan Willyuddin dengan alasan yang sama. Pihak terdakwa pun meminta majelis hakim untuk memberikan catatan khusus pada saksi pelapor, dengan dalih memberikan keterangan palsu setelah disumpah.

Atas permintaan ini, Hakim Ketua Dwiarso mengatakan kalau majelis hakim akan mempertimbangkan ini dalam putusan akhir pokok perkara.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!