KBRI: Keluarga penumpang MH370 sudah tunjuk pengacara untuk urus kompensasi

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Terdapat tujuh penumpang asal Indonesia dalam penerbangan Malaysia Airlines MH370

MH370. Sebuah foto yang diambil pada tanggal 6 Maret 2016 menunjukan seorang perempuan tengah menulis bagi penumpang maskapai Malaysia Airlines MH370 yang hilang pada 8 Maret 2014. Foto oleh Fazry Ismail/EPA

JAKARTA, Indonesia – Pemerintah dari tiga negara secara resmi menghentikan pencarian bangkai pesawat Malaysia Airlines MH370 pada Selasa, 17 Januari. Tim gabungan yang terdiri dari Australia, Tiongkok dan Malaysia telah melakukan pencarian selama tiga tahun di area seluas 120 ribu kilometer persegi di sebelah selatan Samudera Hindia. Sayang, hasilnya nihil. 

Dari 239 penumpang dan kru yang berada di dalam pesawat, 7 orang di antaranya berasal dari Indonesia. Mereka adalah Firman Chandra Siregar (25 tahun), Lo Sugianto (47 tahun), Indrasuria Tanurisam (57 tahun), Chynthya Tio Vinny (47 tahun), Willy Surijanto Wang (53 tahun), Ferry Indra Suadaya (42 tahun) dan Herry Indra Suadaya (35 tahun).  

Pemerintah Malaysia pada tanggal 29 Januari 2015 telah menyampaikan bahwa pesawat jatuh dan tidak ada satu pun penumpang atau kru yang selamat. Informasi itu jelas menjadi pukulan berat bagi keluarga dan kerabat korban. Sebagian dari mereka bahkan memprotes penyampaian informasi itu karena Pemerintah Malaysia tidak menyertakan bukti keberadaan jatuhnya pesawat. (BACA: LINI MASA: Upaya pencarian pesawat Malaysia Airlines MH370)

Setelah hampir tiga tahun berlalu, keluarga dari penumpang MH370 asal Indonesia dilaporkan telah menunjuk pengacara untuk mengajukan tuntutan hukum. Pejabat konsuler KBRI Kuala Lumpur, Yudha membenarkan informasi itu. 

“Tetapi, tuntutan hukum ini kan macam-macam ya sifatnya yang berujung nantinya untuk pengurusan kompensasi dari pihak maskapai kepada keluarga,” ujar Yudha yang dihubungi Rappler pada Selasa malam, 17 Januari.

Namun, dia mengakui dalam proses pengurusan kompensasi keluarga tidak melibatkan KBRI. Proses tersebut diurus oleh pengacara yang langsung menghubungi pihak maskapai.

“Informasi yang disampaikan secara langsung antara lain nominal pemberian kompensasi. Besaran kompensasi yang diterima oleh keluarga tentunya akan berbeda dan ada dasar hukum yang mengatur hal tersebut,” kata dia.

Walaupun proses pencarian sudah dihentikan, tetapi Pemerintah Indonesia, Yudha melanjutkan tetap berharap aktivitas itu bisa dilanjutkan jika ditemukan petunjuk baru yang kredibel. Indonesia juga sempat terlibat dalam proses pencarian puing MH370 saat burung besi itu dinyatakan hilang pada tanggal 8 Maret 2014 lalu.

KBRI di Kuala Lumpur, kata Yudha, juga ikut membantu mencari informasi bagi keluarga 7 penumpang Indonesia mulai dari data manifes pesawat, memfasilitasi keluarga datang ke Kuala Lumpur dan memberikan pendampingan selama mereka berada di sana.

“Dan kami akan terus mengawal proses pemberian kompensasi ini jika memang dilibatkan oleh keluarga,” tuturnya.

Pemerintah Indonesia juga menghargai upaya dan kerja keras ketiga negara untuk bisa menemukan bangkai pesawat di sebelah selatan Samudera Hindia. Penghentian pencarian meninggalkan tanda tanya dan misteri yang besar di dunia industri penerbangan.

Akibat peristiwa itu, nama Malaysia Airlines sempat jatuh. Bahkan, di bulan Juli di tahun yang sama maskapai itu mengalami musibah lainnya di Ukraina.

Pesawat yang berangkat dari Amsterdam menuju Kuala Lumpur itu ditembak dengan menggunakan rudal BUK saat berada di langit Ukraina. Sebanyak 283 penumpang dan kru, termasuk 12 WNI ikut tewas dalam tragedi tersebut. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!