Beruang madu terlantar, pengelola Kebun Binatang Bandung kembali disorot

Amru Sebayang

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Beruang madu terlantar, pengelola Kebun Binatang Bandung kembali disorot
"Fungsi lembaga konservasi telah bergeser menjadi industrialisasi,"

 

JAKARTA, Indonesia — Investigator senior dari LSM Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group, Marison Guciano, mengatakan sampai saat ini belum ada langkah signifikan yang dilakukan pengelola Kebun Binatang Bandung untuk merawat beruang madu mereka yang terlantar.

“Penyelidikan ini sudah dilakukan mulai dari bulan Mei 2016, namun hingga sekarang belum ada perubahan yang signifikan,” kata Marison dalam konferensi pers yang berlangsung di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa 24 Januari 2017.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah beruang madu di Kebun Binatang Bandung dilaporkan terlantar. Beruang-beruang tersebut sangat kurus. Ini bisa dilihat dari tulang-tulang iga mereka yang tercetak jelas di bagian perut.

(Baca: Melihat lebih dekat beruang madu di Kebun Binatang Bandung, benarkah mereka kelaparan?)

Kasus beruang madu yang kelaparan di Kebun Binatang Bandung ini mencuat setelah harian di Inggris, Daily Mail, melaporkannya beberapa hari lalu. Dalam laporan tersebut, Daily Mail menyertakan rekaman video beruang-beruang tersebut.

Salah satu sumber Daily Mail adalah LSM Scorpion Wildlife. “Beruang (dalam video tersebut) mengalami stres berat. Ini terlihat dari tingkahnya yang berjalan mondar-mandir di sekitar kawasannya,” kata Marison.

Marison mengatakan pihaknya mulai mengetahui kondisi beruang yang kondisinya sangat memprihatinkan tersebut setelah kasus kematian Gajah Yani di kebun binatang yang sama. Salah satu faktor kematian Gajah Yani karena kondisi kandang yang tidak layak dan perawatan yang tidak berorientasi pada kesejahteraan genetika.

Hal ini, menurutnya, didasari pada orientasi pengelola kebun binatang yang tidak lagi mengutamakan fungsi kebun binatang sebagai wahana konservasi hewan. “Fungsi lembaga konservasi telah bergeser menjadi industrialisasi,” tambahnya.

Hingga 22 Januari kemarin, kata Marison, pengelola Kebun Binatang Bandung telah mengirimkan tim dari Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia dan beruang-beruang tersebut dinyatakan sehat. 

Namun, Marison melanjutkan, pihaknya masih meragukan apakah hasil itu sudah mencerminkan kesehatan mental hewan mamalia tersebut. Saat ini Yayasan Scorpion telah menggulirkan petisi ‘Selamatkan Beruang Kelaparan’ di Kebun Binatang Bandung pada laman change.org. Per artikel ini ditulis, petisi tersebut telah diteken 58.795 orang.

Peneliti dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Wenny Adzkia mengatakan berulangnya kasus penelantaran hewan terjadi karena minimnya pengawasan dari pemerintah pusat dan rendahnya sanksi kepada para pelaku. 

Hasil kajian ICEL menunjukkan selama 2011-2014 setidaknya ada 45 putusan kasus pidana jual beli satwa yang berkekuatan hukum tetap, namun sanksi yang diberikan sangatlah ringan. Oleh karena itu, menurut Wenny, Revisi UU No. 5/1990 mendesak dilakukan. 

“Kami mengharap ada sanksi pidana (dari revisi ini) supaya ada efek jera (bagi pelaku),“ kata Wenny. Ia juga menganggap penting penataan ulang lembaga konservasi. Salah satunya dengan merevisi Undang-undang No.5/1990.

Selain itu, Wenny juga menyoroti lembaga konvervasi yang selama ini tidak menjalankan fungsi mereka untuk mendidik masyarakat agar menjadi lebih paham mengenai kesejahteraan hewan. —Rappler.com 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!