SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia — Kasus pembunuhan yang disertai dengan pemerkosaan terhadap seorang gadis cilik, KM (4 tahun), di Sorong, Papua Barat, beberapa waktu lalu menambah panjang daftar kekerasan seksual terhadap perempuan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik mencatat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan meningkat cukup signifikan dalam dua tahun terakhir. Mereka menghitung setidaknya ada 573 kasus kekerasan seksual pada 2015. Angka ini melonjak menjadi 854 kasus pada 2016.
Jumlah kasus ini boleh jadi hanya pucuk gunung es. Sebab, dari hasil pemantauan Komnas Perempuan, setidaknya ada 15 jenis kekerasan seksual yang dialami perempuan, namun hanya 9 jenis kekerasan seksual yang masuk kategori pidana.
“Hanya sembilan jenis kekerasan seksual yang teridentifikasi tindak pidana kekerasan seksual,” kata Ketua Sub-komisi Pendidikan Komnas Perempuan, Masruchah, dalam diskusi ‘Mendorong Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual’ di Gedung DPR, Rabu 25 Januari 2017.
Karena itu, beberapa aktivis perempuan dan anggota DPR berinisiatif menyusun draft Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). “Kami akan terus mengawal pembahasan RUU PKS di area legislatif,” kata Wafiroh Nihayatul dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Persoalan lain dalam menekan angka kekerasan seksual terhadap perempuan adalah minimnya tindakan hukum terhadap pelaku. Forum Lembaga Pengada Layanan (FPL) menyebutkan hanya 50% dari kasus pemerkosaan yang ditindaklanjuti proses hukumnya.
Sementara itu, dari 50 persen laporan yang ditindaklanjuti tersebut, hanya 10% yang sampai pada putusan pengadilan. Sisanya mendeg di tengah jalan. —Rappler.com
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.