Anak mantan Wali Kota Bandung jadi tersangka pungli

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Anak mantan Wali Kota Bandung jadi tersangka pungli

ANTARA FOTO

Kepala Dinas DPMPTSP Kota Bandung, Dandan Riza Wardana, diduga bermain di percepatan pengeluaran perizinan usaha

BANDUNG, Indonesia — Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bandung, Dandan Riza Wardana, ditetapkan sebagai tersangka kasus pungutan liar (pungli), pada Sabtu, 28 Januari.

Dandan merupakan anak mantan Wali Kota Bandung, Ateng Wahyudi. 

Ia ditetapkan menjadi tersangka setelah Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Bandung melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat malam, 27 Januari, di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Jalan Cianjur Nomor 34, Kota Bandung.

Lokasi ini merupakan tempat Dandan bertugas sehari-harinya. Pada OTT tersebut, polisi menemukan barang bukti uang tunai dalam pecahan rupiah dan dolar Amerika Serikat.  

“Kami telah menyimpulkan DRW sebagai tersangka,” kata Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Hendro Pandowo saat dihubungi Rappler, Sabtu, 28 Januari. 

Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa uang tersebut didapatkan dari bidang perizinan. 

Selain Dandan, polisi menetapkan status tersangka terhadap salah satu kepala bidang DPMPTSP yang berinisial AS. Selain itu, karyawan berinisial BK, NS, MPH, dan DD juga dijadikan tersangka.

“Mereka memiliki berbagai peran, mulai dari mengumpulkan uang pungli dari masyarakat atau pengusaha yang kemudian diserahkan ke kepala dinas,” ujar Hendro. 

Dalam kasus tersebut, penyidik menyita barang bukti uang sejumlah Rp364 juta, uang pecahan senilai 24 USD, uang pecahan senilai 124 poundsterling, dan buku tabungan berisi Rp500 juta. 

“Uang-uang itu hasil kegiatan [pungli] selama dua minggu,” kata Hendro. 

Modus yang dilakukan para tersangka, ungkap Hendro, adalah dengan cara mempercepat pengeluaran izin usaha. Ia menjelaskan, para pelaku mengurus perizinan dengan cara manual. 

“Dengan manual itulah mereka mendapatkan uang. Korban dijanjikan dipercepat proses perizinan dengan memberikan imbalan,” kata Hendro. 

Dengan membayar imbalan tersebut, perizinan yang seharusnya terbit satu minggu lebih, bisa selesai dalam satu atau dua hari.

Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat dengan pasal 5, pasal 11, pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun penjara. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!