SBY: Salah saya apa sehingga disadap?

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

SBY menduga pembicaraannya disadap terkait kegiatan politiknya untuk menguntungkan lawan.

PENYADAPAN. Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar jumpa pers dan meminta agar pemerintah mengusut dugaan penyadapan komunikasi terhadap telepon selulernya. Foto oleh Yulius Satria Wijaya/ANTARA

JAKARTA, Indonesia – Sebelum diungkap di dalam sidang terbuka gubernur non aktif Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama pada Selasa, 31 Januari bahwa ada bukti pembicaraan telepon antara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin, Ketua Umum Partai Demokrat itu mengaku sudah diperingatkan oleh orang terdekatnya bahwa komunikasinya memang disadap. Bahkan, peringatan itu sudah didengar sejak awal September 2016 lalu.

Saat itu, dia dan keluarga baru saja kembali dari perjalanan mengelilingi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tiba-tiba, kata SBY, ada yang memberi tahunya bahwa ponsel yang dia dan timnya gunakan sudah disadap.

Peringatan itu kembali dia dengar pada satu bulan lalu. Salah seorang sahabat dekatnya mengaku tidak berani berbicara melalui telepon. Dia memilih untuk mengirimkan utusan untuk menyampaikan pesan kepada SBY.

“Tetapi, saya masih belum yakin apa iya (sudah disadap). Salah saya apa sehingga disadap?,” tanya SBY ketika menggelar jumpa pers di markas pemenangan Agus Harimurti-Sylviana Murni di Wisma Proklamasi 46 pada Rabu, 1 Februari.

Sebagai mantan presiden, dia memperoleh pengamanan dari paspamres, sehingga tidak hanya subjek dan kegiatannya saja yang dirahasiakan, tetapi juga isi pembicaraannya. SBY menduga jika ada yang ingin menyadap pembicaraan teleponnya, maka hal itu terkait kegiatan Pilkada. Sebab, jika lawan politik sudah mengetahui strategi yang mereka gunakan, maka hal tersebut bisa menguntungkan pihak lain.

“Ya, memang akan ketahuan semua, mau dirahasiakan seperti apa pun, juga tetap ketahuan,” kata pria yang pernah menjadi Presiden RI selama dua periode itu.

Kejahatan serius

Kendati terkesan sepele, tetapi bagi SBY aksi penyadapan merupakan kejahatan yang serius. Hal tersebut bertentangan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang bisa menjerat pelakunya 10 tahun di dalam jeruji besi dan denda sebesar Rp 800 juta.

Oleh sebab itu, SBY berharap agar dugaan penyadapan itu ditelusuri oleh penegak hukum. Mereka diminta untuk mencari tahu siapa yang telah menyadap komunikasi SBY. Apakah perbuatan itu dilakukan oleh pihak Ahok atau lembaga lain.

Polri tidak perlu menunggu adanya pengaduan dari SBY, sebab perbuatan tersebut bukan masuk ke dalam delik aduan.

Equality before the law adalah hak konstitusional semua orang,” ujarnya.

Jika ternyata diketahui yang melakukan penyadapan adalah institusi pemerintah seperti Polri atau Badan Intelijen Negara (BIN), maka negara harus ikut bertanggung jawab. SBY memohon kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk memberikan penjelasan dari mana transkrip atau materi penyadapan itu.

Pria yang juga pernah menjabat sebagai Menkopolhukam itu juga meminta kepada pihak Ahok agar bersedia membagi transkrip pembicaraan yang mereka miliki. SBY khawatir isi transkrip tidak lagi sesuai dengan materi pembicaraan di telepon pada tanggal 7 Oktober 2016.

Saat itu, SBY menghubungi Ketua MUI, Ma’ruf Amin untuk meminta waktu bagi pasangan calon Agus Harimurti dan Sylviana Murni bertemu. Tidak ada pembicaraan apa pun di antara keduanya yang membahas soal permintaan agar dikeluarkan fatwa penistaan agama.

“Yang saya tahu, tema dari pertemuan itu, Agus-Sylvi memohon doa restu dan nasihat agar perjuangannya dalam Pilkada Jakarta berhasil,” tutur SBY.

Tak akan serahkan materi bukti

TRANSKRIP. Anggota kuasa hukum Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama tidak akan memberikan materi pembicaraan antara SBY dengan Ketua MUI, Ma'aruf Amin. Mereka baru mau mengungkap di pengadilan. Foto oleh Ursula Florene/Rappler

Sementara, anggota kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat menyebut tidak akan menyerahkan materi bukti yang mereka sebut dalam persidangan pada Selasa, 31 Januari kepada siapa pun. Tim kuasa hukum, kata Humphrey sepakat untuk menunjukan materi pembicaraan telepon antara SBY dan Ma’ruf di pengadilan.

“Kami mendahulukan proses hukum yang ada di pengadilan agar semuanya menjadi barang bukti dan alat bukti, itu yang kami utamakan. Sekarang, kami minta maaf kalau kami sampaikan, tidak boleh mendahului apa yang seharusnya dilakukan kepada majelis hakim,” ujar Humphrey pada Selasa, 31 Januari tanpa memberikan tanggal yang pasti kapan bukti itu akan ditunjukkan di pengadilan.

Tim kuasa hukum juga tak menjelaskan bukti percakapan macam apa yang mereka miliki. Apakah berupa transkrip atau rekaman suara.

Bukti itu diakui sudah lama dipegang oleh tim kuasa hukum. Namun, mereka sengaja tidak mempublikasikannya karena tidak ingin muncul kontroversi dan spekulasi. – dengan laporan Ursula Florene/Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!