Duka lara Mufiatun, disetrika majikannya hanya gara-gara kecapekan

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mufiatun harus mencuci baju demi usaha ‘laundry’ majikannya dari pukul 05:00 WIB hingga tengah malam

Terdakwa Agus Susanto, majikan PRT Mufiatun, saat divonis 8 tahun oleh Majelis Hakim PN Kudus pada 30 Januari 2017. Foto oleh Fariz Fardianto

SEMARANG, Indonesia — Mufiatun akhirnya bisa tersenyum lega saat berada di ruang sidang Pengadilan Negeri Kudus, Jawa Tengah, pada Senin, 30 Januari, lalu.

Ucapan syukur tak henti-hentinya keluar dari mulut wanita berusia 25 tahun itu ketika mendengar majelis hakim menjatuhkan vonis 8 tahun bagi Agus Susanto dan 6 tahun bagi Elyzabert Angel, yang merupakan majikannya.

Pasangan suami-istri tersebut terbukti bersalah menganiaya Mufiatun selama ia menjadi pekerja rumah tangga (PRT). 

“Menyatakan, terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 42 ayat 2 Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kudus, Henny Trikora, dalam amar putusannya di muka sidang.

Bagi Mufi, panggilannya, vonis yang diterima majikannya sudah sepatutnya diterima. Selama bekerja, ia mengaku diperlakukan seperti seekor binatang. Ia yang telah bekerja di rumah majikannya sejak tiga tahun terakhir itu mengatakan sering diperlakukan kasar, bahkan tak jarang disiksa bertubi-tubi jika melakukan kesalahan.

“Selain mengerjakan laundry di rumah majikan, saya juga disuruh membersihkan rumah. Tiap hari saya harus menyetrika dari pukul 05:00 WIB sampai tengah malam, kadang sampai pagi kalau cuciannya menumpuk,” kata Mufi saat menceritakan ulang kesehariannya.

Dengan jam kerja di atas normal tersebut, ia tak pernah mendapat hasil yang sepadan. Untuk makan saja, kata Mufi, dirinya hanya diberi satu kali sehari. “Itupun saat pagi selesai kerja,” akunya.

Ia masih mengingat bahwa perangai majikannya mulai berubah tatkala pindah rumah dari semula tinggal di Desa Tumpang, Krasak, lalu memutuskan pindah ke Desa Jepang, Kudus. Setidaknya sejak saat itulah majikannya kerap berlaku kasar hampir saban hari.

Tidak digaji 3 tahun

Mufi suatu ketika pernah ditonjok oleh majikannya pada bagian mulutnya hingga mengeluarkan darah. Tak sampai di situ, entah kenapa kepalanya tiba-tiba ditusuk pisau sampai berdarah. “Waktu itu tidak saya obati karena lama-kelamaan sembuh sendiri,” kata Mufi.

“Saya belum pernah menerima gaji, kecuali pada Lebaran tahun kemarin dapat uang kurang dari Rp500 ribu dan dikasih kalung. Tapi setelah kembali bekerja, uangnya diminta lagi sama dia. Sampai sekarang ‘ndak pernah digaji,” katanya.

Berbagai siksaan fisik dan psikis itu mencapai puncaknya ketika dirinya kelelahan seusai menyetrika baju orderan laundry dalam jumlah banyak. Saat mendapati dirinya kecapekan, sang majikan langsung memukul lehernya berulang kali. Akibatnya, ia terluka parah karena tak bisa menggerakkan lehernya sama sekali.

“Sempat diobati sama dia [majikan], lalu dibelikan gips agar leher saya cepat sembuh, leher saya kemudian ditali dengan kayu oleh majikan dan itu membuat saya tidak bisa menoleh sampai sekarang. Tapi di hari-hari berikutnya saya malah disuruh bekerja walaupun masih sakit,” keluhnya seraya menambahkan bila dari penyiksaan itu, dirinya kini masih menjalani pengobatan syaraf tulang leher.

Imbasnya, ia juga disetrika oleh majikannya sampai menimbulkan luka permanen di bagian perutnya. “Pak Agus sempat ngolesi salep, tapi malamnya disetrika lagi, obatnya masih menempel di kaos,” katanya.

Penyiksaan yang dilakukan majikannya baru berhenti saat dirinya nekat kabur keluar rumah. “Yang namanya manusia kalau disiksa pasti lari, apalagi saya selalu dikurung di rumah ‘ndak boleh mandi,” katanya.

Mengalami cacat fisik

Dengan luka bekas disetrika, beberapa tetangga yang melihatnya secara spontan membawanya ke RSUD Loekmonohadi, pada Sabtu, 8 Oktober 2016, silam. Ia lantas divisum untuk kemudian melapor kepada pihak kepolisian setempat.

“Luka pada perutnya itu permanen, seharusnya kedua majikannya dijatuhi hukuman yang lebih berat karena sudah menyiksa seorang PRT,” kata Nur Kasanah, seorang anggota Jala PRT kepada Rappler, pada 1 Februari, yang mendampingi Mufiatun selama sidang.

Selain Jala PRT, proses pendampingan hukum juga diberikan oleh para aktivis dari LKBH STAIN Kudus. Kedua lembaga itu getol meminta majelis hakim menghukum majikan Mufiatun dengan hukuman setimpal. 

“Paling tidak dipenjara 15 tahun karena dia tidak pernah membayar gaji dan merampas hak-hak PRT selama bekerja di rumahnya,” kata Nur lagi.

Dengan kondisi yang dialami Mufiatun saat ini, Nur tetap meminta kepada kedua terdakwa agar membiayai pengobatan Mufiatun sampai sembuh total dan membayar gaji selama 3 tahun.

Sementara Dirwan B. Manalu, kuasa hukum kedua terdakwa, mengaku masih pikir-pikir, apakah menerima atau mengajukan banding atas keputusan hakim dam kasus ini.

“Kita diberi waktu satu minggu untuk mengkaji putusan majelis hakim,” katanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!