Cerita Timothy Simamora: Mengapa saya mendukung kebijakan Presiden Trump

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Cerita Timothy Simamora: Mengapa saya mendukung kebijakan Presiden Trump
“Banyak orang yang salah kaprah terhadap kebijakan Donald Trump. Dia tidak menentang imigran dan tidak anti terhadap muslim," ujar Timothy.

JAKARTA, Indonesia – Terpilihnya Donald J. Trump sebagai Presiden ke-45 Amerika Serikat membuat publik terkejut. Mereka tidak mengira justru capres dari Partai Republik itu berhasil meraup suara electoral vote lebih banyak dibandingkan lawannya, Hillary Clinton.

Selama masa kampanye, Trump banyak dikritik karena pernyataan dan janji kampanyenya yang kontroversial. Sebagian menilai Trump anti terhadap imigran lantaran berjanji akan membangun tembok pembatas di wilayah perbatasan dengan Meksiko.

Mogul properti itu juga kerap dicap anti terhadap umat Muslim karena pernah melontarkan janji untuk membatasi mereka menjejakan kaki di Negeri Paman Sam. Kini baru dua minggu berkantor di Oval Office, Trump mewujudkan janji itu satu per satu. Tak heran jika saat ini dunia internasional terlihat was-was akan kebijakan Trump.

Tetapi, bagi Timothy Simamora – warga Indonesia yang bermukim di Amerika Serikat – publik keliru dalam memahami kebijakan Presiden berusia 70 tahun itu. Dalam pandangannya, Trump justru tengah berupaya membuat AS kembali hebat dengan mengutamakan apa yang menjadi kebutuhan warganya. Itulah yang menjadi alasan mengapa dia memilih mendukung penuh kebijakan Trump.

“Banyak orang yang salah kaprah terhadap kebijakan Donald Trump. Dia tidak menentang imigran. Amerika justru adalah negara imigran, tetapi imigran yang legal dan memiliki dokumen lengkap,” ujar Timothy yang diwawancarai Rappler melalui telepon pada Selasa, 31 Januari.

Dia mengakui kebijakan tersebut turut berdampak kepada puluhan ribu WNI yang tinggal di AS secara ilegal dan melebihi batas izin. Tetapi, itu merupakan konsekuensi karena tinggal tanpa dokumen. (BACA: Antisipasi kebijakan imigrasi Trump, Pemerintah Indonesia aktifkan hotline telepon di AS)

Executive Order (EO) yang diteken oleh Trump pada akhir Januari lalu, kata Timothy juga bukan mencerminkan bahwa suami Melania itu anti terhadap muslim dan pengungsi. Sebab, toh Indonesia yang notabene negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia tidak masuk ke dalam daftar tujuh negara yang dilarang masuk ke AS untuk sementara waktu. Mereka yang dilarang masuk berasal dari Suriah, Irak, Iran, Yaman, Somalia, Sudan dan Libya.

“Jika Trump memang anti terhadap Muslim, buktinya ada 40 negara lain yang mayoritas penduduknya beragama Islam tidak dilarang masuk ke AS. Indonesia negara dengan jumlah penduduk Muslimnya 204 juta jiwa tetap diizinkan masuk. Begitu juga India, Pakistan, Bangladesh dan Nigeria,” tutur pria yang sudah mukim di kota Denver selama dua tahun terakhir.

Trump juga tidak anti terhadap pengungsi, kendati tujuh negara yang warganya dilarang masuk merupakan produsen pengungsi. Namun, dia lebih memberikan prioritas bagi para pengungsi beragama Kristen yang dianiaya hanya karena keyakinannya itu.

“Di rezim sebelumnya, Pemerintah AS justru mengalokasikan dana yang cukup besar untuk para pengungsi asal Sudan dan Somalia. Mereka diberikan tempat tinggal, jaminan sosial dan asuransi. Padahal, tidak sedikit dari mereka yang justru menyewakan apartemen pemberian pemerintah kepada pihak lain senilai 13 ribu dollar,” kata dia.

Apa pun kebijakan Trump, Timothy menggarisbawahi hal tersebut tidak terkait sentimen agama. Larangan sementara terhadap warga dari tujuh negara itu hanya demi menjaga keamanan warga AS. Ketujuh negara itu, kata Timothy sebelumnya sudah masuk ke dalam daftar negara sponsor kegiatan terorisme.

“Larangan itu pun hanya berlaku 90 hari untuk memberikan waktu bagi pemerintahan sekarang meninjau kembali apa kebijakan yang pas,” katanya.

Lalu, mengapa Timothy mendukung kebijakan Trump, padahal dia masih tercatat sebagai WNI? Ada empat alasan untuk merangkum jawaban tersebut. Pertama, katanya, Trump bukanlah seorang politisi sehingga dia akan berbicara apa adanya dan tidak dibuat-buat. Karena itu pula Trump dianggap tidak terikat dengan pihak tertentu yang menjadi pendonor untuk kampanyenya.

Kedua, Trump ingin membuat AS kembali hebat. Salah satu yang dia fokuskan yakni bagaimana membuat perekonomian AS kembali bangkit dan terciptanya lebih banyak lapangan kerja. Jika itu terealisasi, maka hal tersebut juga berdampak kepada imigran legal yang tinggal di AS termasuk Timothy.

Ketiga, penentang keras teroris radikal Islam dan keempat, Trump pro kebijakan yang mendukung terciptanya kehidupan. Oleh sebab itu, dia anti terhadap tindakan aborsi.

“Secara garis besar banyak kebijakan konservatif Trump yang sesuai dengan ideologi saya,” katanya menjelaskan mengapa dia mendukung Trump.

Bentuk dukungan Timothy tidak hanya disampaikan secara verbal, namun juga hadir dalam tiga debat saat sesi kampanye digelar tahun lalu. Bahkan, dia ikut diundang secara khusus di acara pelantikan termasuk inaugural ball. (BACA: Ini isi teks pidato pelantikan Donald Trump sebagai Presiden ke-45 AS)

“Sesuai aturan, tidak ada larangan bagi warga negara lain hadir dalam debat publiknya. Kecuali, jika ikut terlibat politik di sini baru lain cerita,” tutur dia.

Tepati janji kampanye

UNJUK RASA. Para pengunjuk rasa yang berdemonstrasi di Washington DC usai Donald Trump dilantik sebagai Presiden ke-45 AS. Foto diambil dari akun Facebook Timothy Simamora

Hingga saat ini, Timothy mengaku tidak keliru memberikan dukungan kepada Trump, sebab begitu dilantik dia langsung menepati janji-janji yang diucapkan selama berkampanye. Hal tersebut mustahil dilakukan jika Presiden AS seorang politisi.

“Jika Trump memang anti Muslim, seharusnya warga Indonesia juga dilarang masuk dong? Ini kan merupakan framing pemberitaan dari media mainstream saja bahwa kebijakan Trump melarang umat Muslim masuk AS. Lagipula, Obama juga pernah menghentikan pemberian visa bagi warga dari Irak selama enam bulan,” tutur dia sambil menyebut kebijakan Trump bukanlah hal baru.

Timothy juga membantah jika Indonesia tidak dimasukan ke dalam daftar negara yang dilarang karena ada kepentingan bisnis di sana. Buktinya, ujar Timothy, Trump tidak melarang warga dari Bangladesh dan Pakistan untuk ke Negeri Paman Sam.

Sementara, tidak ada kepentingan bisnis yang dimiliki Trump di negara tersebut. Lagi-lagi Timothy menyalahkan kembali pemberitaan media mainstream sehingga tercipta persepsi demikian.

“Lagipula, sebagian besar umat Muslim di Indonesia adalah pemeluk agama Islam yang moderat, kecuali memang jika mereka terkait organisasi Jemaah Islamiyah ya. Indonesia justru dijadikan sebagai contoh betapa Islam itu damai dan menjunjung toleransi,” katanya.

Sementara, mereka yang menentang Trump dan ramai-ramai berunjuk rasa berasal dari kubu pendukung Clinton. Mantan Menteri Luar Negeri AS itu dianggap bisa memenangkan popular vote, karena yang memilih sebagian besar imigran ilegal dan bukan berasal dari AS.

Bahkan, dia membaca di media setempat, jika ada para demonstran yang merupakan pendukung gerakan Ikhwanul Muslimin (IM) dan telah dinyatakan oleh Pemerintah Mesir sebagai organisasi teroris. Dia juga menuding adanya upaya dari para pendukung Clinton itu untuk memberlakukan hukum syariah di AS.

Untungnya, kata Timothy para pemilih di AS cerdas dan tidak mendengarkan apa isi pemberitaan media mainstream.

“Ini merupakan sejarah baru di AS bahwa dalam 270 tahun, tidak pernah satu partai pun mendominasi menjadi gubernur, senator dan Presiden di waktu bersamaan,” katanya.

Indonesia punya tempat spesial

 

ERIC TRUMP. Timothy sempat bertemu dengan putera Donald Trump, Eric Trump yang kini mengelola semua bisnis di Trump Organization, termasuk dua resort yang tengah dibangun di Indonesia. Foto diambil dari akun Facebook Timothy Simamora

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Trump memiliki dua proyek resort besar di Indonesia. Untuk merealisasikan resort mewah di Bogor dan Bali, Trump menggandeng pengusaha Harry Tanoesoedibjo.

Dia menjelaskan sejak menjabat sebagai Presiden, Trump tidak lagi terlibat dalam pengelolaan Trump Organization. Itu semua diserahkan kepada puteranya untuk dikelola.

“Indonesia memiliki tempat spesial di hati Trump, bukan karena ada proyeknya di sana, tetapi karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia yang toleran dan terbuka. Saya yakin Indonesia pasti akan dirangkul oleh Trump,” kata pria yang bercita-cita untuk membuka usaha restoran di Denver itu.

Dia berharap ketika nantinya ada kunjungan kenegaraan yang dilakukan oleh Trump ke Indonesia bisa dijadikan momen kepada dunia bagaimana kehidupan umat Muslim di Tanah Air. Selain itu, antara Presiden Joko “Jokowi” Widodo dengan Trump dinilai banyak memiliki kemiripan sehingga jika pada akhirnya mereka berdua bertemu bisa langsung ada kecocokan satu sama lain.

“Hanya bedanya Jokowi itu kan tipikal pemimpin yang lembut dan santun, sedangkan Trump gaya bicaranya lugas dan apa adanya. Ini hanya masalah perbedaan kultur saja,” katanya.

Kamu setuju dengan pendapat Timothy? Tuliskan pendapatmu di kolom komentar. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!