Mengapa Malaysia bersikukuh tak izinkan pengacara temui Siti Aisyah?

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mengapa Malaysia bersikukuh tak izinkan pengacara temui Siti Aisyah?

ANTARA FOTO

Pemerintah Malaysia hanya boleh menahan Siti Aisyah maksimal selama 21 hari. Jika tidak ditemukan bukti, maka dia harus dibebaskan.

JAKARTA, Indonesia – Pemerintah Malaysia bersikukuh belum memberikan akses bagi pengacara dari KBRI di Kuala Lumpur untuk bertemu dengan Siti Aisyah, WNI yang diduga terlibat pembunuhan Kim Jong-Nam. Padahal, lobi telah dilakukan hingga ke tingkat Menteri Luar Negeri ketika dilakukan pertemuan di Boracay, Manila, Filipina pada tanggal 20 Februari.

Lalu, apa alasan Malaysia tetap menahan akses bagi pengacara dari KBRI menemui perempuan kelahiran Serang itu? Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk Indonesia, Zahrain Mohamed Hashim, menjelaskan keterlibatan Siti Aisyah dalam kematian Kim Jong-Nam masih terus diselidiki oleh polisi Negeri Jiran. Itu sebabnya, polisi tidak boleh mengizinkan tersangka untuk bertemu dengan siapa pun, termasuk perwakilan dari kedutaan negara yang bersangkutan.

“Berdasarkan UU Tindak Prosedur Kriminal pasal 28a tertulis ketika polisi melakukan penyelidikan, maka tersangka tidak layak menerima tamu dari mana pun hingga kasus itu selesai diselidiki dan disimpulkan,” ujar Zahrain ketika memberikan keterangan pers di gedung Kedutaan Malaysia di Jakarta pada Kamis, 23 Februari.

Zahrain menyadari adanya kebutuhan dan desakan dari Pemerintah Indonesia untuk bisa berkomunikasi dengan Aisyah yang kini ditahan di penjara Cyberjaya. Tetapi, mereka tetap berpikir tidak adil seandainya proses penyelidikan itu justru dicampuri.

Kebijakan serupa, kata Zahrain tidak hanya berlaku dalam kasus yang tengah disorot publik secara luas. Namun, bagi semua kasus juga menerapkan standar serupa.

Dubes yang dilantik pada tahun 2013 lalu itu menyebut sudah berupaya untuk melobi pemerintah pusat sesuai dengan permintaan Menlu Retno Marsudi. Tetapi, kepolisian Malaysia bersikeras menggunakan aturan tersebut agar bisa melakukan investigasi lanjutan terhadap Aisyah.

Saat ini, perempuan berusia 25 tahun itu sudah memasuki masa penahanan pekan kedua. Sesuai dengan aturan yang berlaku di Negeri Jiran, dia hanya bisa ditahan maksimal selama 21 hari. Artinya, pihak kepolisian harus bisa mengambil keputusan untuk membebaskan Aisyah atau mengajukan dia ke pengadilan.

“Bagi saya yang terpenting, keselamatan dan kesehatan Aisyah terjamin oleh pemerintah. Sehingga, seharusnya hal lain tidak menjadi masalah,” tutur Zahrain.

Pria yang juga pernah menjadi anggota parlemen dari partai UMNO itu menegaskan hingga saat ini Aisyah masih berstatus tersangka. Artinya, belum terbukti jika dia melakukan tindak kejahatan tertentu. Oleh sebab itu, penyidik kepolisian Malaysia terus berusaha mengumpulkan bukti.

“Hingga saat ini belum ada kesimpulan resmi. Di Malaysia berlaku sistem seseorang masih dinyatakan tak bersalah, kecuali terbukti demikian. Tetapi, jika polisi menemukan bukti yang cukup untuk mendakwa Siti Aisyah, maka dia akan dikenai dakwaan,” kata Zahrain sambil menyebut saat ini terlalu dini untuk menyimpulkan apa pun.

Dia mengaku berterima kasih kepada Pemerintah Indonesia yang menghormati kedaulatan Malaysia dengan memberikan waktu bagi penyidik melakukan investigasi kasus. Bahkan, Polri disebut Zahrain sudah menyatakan komitmennya untuk membantu. Termasuk untuk menangkap pelaku tindak kejahatan.

Diadili publik

DITAHAN. Ilustrasi wajah Siti Aisyah, perempuan yang kini tengah ditangkap oleh personel polisi Malaysia karena diduga terkait peristiwa pembunuhan Kim Jong-Nam, saudara tiri Kim Jong-Un. Ilustrasi oleh Rappler

Sementara, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir mengatakan, tidak diberinya akses kepada Pemerintah Indonesia membuat mereka kesulitan dalam memverifikasi kewarganegaraan yang dipegang oleh Siti Aisyah. Sebab, bisa saja orang lain yang membawa paspor Aisyah.

“Sampai saat ini, yang kami ketahui paspornya memang paspor Indonesia dan telah dikonfirmasi melalui sistem imigrasi di Indonesia. Tetapi, kami belum dapat memastikan bahwa orang yang ditahan sama seperti foto yang ada di dalam paspor,” kata Arrmanatha dalam jumpa pers terpisah yang digelar di Kemlu pada Kamis pagi, 23 Februari. (BACA: Kemlu: Paspor WNI terduga pelaku pembunuhan warga Korut asli)

Hal itu semakin memburuk, ketika dalam beberapa jumpa pers yang digelar di Kuala Lumpur, polisi Malaysia bolak-balik menyebut Aisyah berasal dari Indonesia. Temuan fakta hukum yang seharusnya disampaikan kepada pengacara KBRI, malah dilontarkan kepada media.

Arrmanatha mengaku jika memang Pemerintah Malaysia memegang prinsip untuk mematuhi prosedur resmi, maka pihak pertama yang pertama kali diberitahu soal temuan fakta hukum adalah pengacara. Dia khawatir terjadi penggiringan opini publik seolah-olah Aisyah sudah dinyatakan bersalah.

“Kami khawatir siapa pun nanti yang akan ditahan malah akan diadili oleh publik. Padahal, di negara mana pun proses hukum selalu mengedepankan prinsip you are innocent until you are proven guilty,” kata Arrmanatha.

Pemerintah Indonesia mengaku memiliki hak untuk bisa bertemu dengan Aisyah secepatnya karena hal itu tertuang dalam Konvensi Wina mengenai hubungan diplomatik tahun 1961 atau 1963. Di dalam kesepakatan itu terdapat poin menyangkut akses kekonsuleran.

“Isinya menyebut merupakan kewajiban negara penahn untuk memberikan informasi kepada negara yang warganya ditahan. Lebih uniknya lagi di sana terdapat kata-kata ‘without delay’. Sementara, di pasal 36 disebutkan negara yang menahan harus memberikan akses konsuler bagi warga negara asing,” ujar diplomat yang pernah bertugas di New York dan Jenewa itu.

Hal lain yang menjadi penyebab Pemerintah Indonesia terus mendesak agar diberi akses bertemu Aisyah yaitu untuk bisa memberikan bantuan pendampingan hukum yang dibutuhkan.

Aisyah sudah ditahan oleh kepolisian Malaysia pada 16 Februari yang lalu. Sementara, Pemerintah Indonesia baru diinformasikan melalui nota diplomatik sehari sesudahnya.

Aisyah ditangkap di sebuah hotel di area Ampang seorang diri. Dia diduga terlibat dalam aksi penyerangan terhadap Kim Jong-Nam di terminal keberangkatan Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) 2 pada tanggal 13 Februari.

Dalam CCTV yang terpasang di KLIA 2, Aisyah terekam bersama perempuan asal Vietnam, Doan Thi Huong diduga menyerang Kim Jong-Nam. Tak lama setelah diserang oleh dua orang perempuan itu, Kim Jong-Nam tak sadarkan diri dan meninggal.

Pemerintah Malaysia juga belum berani memastikan ini adalah kasus pembunuhan, karena masih berada dalam proses penyelidikan. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!