Apa kata pemerintah soal realisasi investasi Saudi yang tak sesuai target?

Rika Kurniawati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Apa kata pemerintah soal realisasi investasi Saudi yang tak sesuai target?

ANTARA FOTO

“Investasi itu kan bukan datang blek-blek. Harus dipahami dulu. Kalau datang blek itu Sinterklas. Memang mau di-sinterklasi?” ujar Menlu Retno.

JAKARTA, Indonesia – Kunjungan kerja Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud secara resmi sudah berakhir pada Jumat, 3 Maret. Sebelumnya, Indonesia berharap dari kunjungan tersebut, pemerintah bisa memperoleh suntikan investasi sebesar US$25 miliar atau setara Rp 333 triliun. Namun, apakah harapan itu terealisasi?

Dari catatan media, berdasarkan penandatanganan 11 nota kesepahaman di Istana Bogor pada Rabu, 1 Maret, nilai kesepakatan yang dicapai baru Rp 93 triliun. Hal tersebut dicapai melalui kesepakatan dengan perusahaan minyak Saudi, Aramco senilai US$ 6 miliar atau Rp 80 triliun dan kucuran dana US$1 miliar atau Rp 13 triliun dari Saudi Fund Development untuk keperluan pembangunan infrastruktur, air minum dan perumahan.

Angka itu tentu jauh dari harapan pemerintah yang sempat digaungkan oleh Sekretaris Kabinet, Pramono Anung bahwa nilai investasi untuk Indonesia bisa mencapai US$25 miliar atau Rp 333 triliun. Namun, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin terfokus kepada angka investasi yang dibenamkan Saudi di Indonesia.

“Investasi itu kan bukan datang blek-blek. Harus dipahami dulu. Kalau datang blek itu Sinterklas. Memang mau di-sinterklasi?” tanya mantan Duta Besar Indonesia untuk Belanda itu kepada media di Istana Bogor.

Sementara, perwakilan Divisi Komunikasi Kantor Staf Prsiden (KSP) bagian inseminasi informasi, Agustinus Eko Raharjo, mengatakan angka investasi itu bisa saja berubah. Dia juga menyebut bahwa yang jadi fokus pemerintah dari kunjungan bersejarah Raja Salman bukan sekedar mengincar investasi, tetapi juga meningkatkan hubungan kedua negara.

“Kita bukan bangsa pengemis. Hal yang harus digarisbawahi adalah bagaimana kita membuka hubungan baru setelah 47 tahun,” ujar Agustinus yang ditemui usai mengisi acara dialog di Jakarta pada Sabtu, 4 Maret.

Sementara, pengamat LIPI, Dewi Fortuna Anwar, menyampaikan hal serupa agar tidak selalu fokus ke pembangunan.

“Pertemuan ekonomi dan perdamaian itu harus berdampingan. Jadi, jangan selalu fokus dan berpikir ke pembangunan, sebab keamanan juga penting,” kata Dewi.

Realisasi untuk menciptakan perdamaian itu dilakukan dengan adanya dialog dengan para pemimpin agama Islam dan lintas agama. Pada Kamis kemarin, Raja Salman bertemu dengan 28 ulama Islam di Istana Negara. Sedangkan, Jumat malamnya pemimpin Negeri Petro Dollar itu mendengarkan aspirasi dari 28 pemimpin lintas agama.

Secara khusus, Raja Salman mengaku kagum dengan toleransi yang dipegang oleh rakyat Indonesia. Sebab, pemeluk 5 agama dan 1 kepercayaan bisa hidup berdampingan secara harmonis.

Lalu, bagaimana dengan absennya perlindungan WNI dalam 11 nota kesepahaman tersebut? Agus menyebut WNI yang terancam hukuman mati tidak sebesar jumlah warga Indonesia yang kini bermukim di sana.

Pemerintah Indonesia, kata Agus menghormati proses hukum di sana jika ada WNI yang tersangkut kasus. Dalam sistem hukum yang berlaku di Saudi, tidak ada kewajiban bagi mereka untuk memberikan notifikasi kepada pemerintah dari negara yang bersangkutan jika ada warga yang dibui atau akan dieksekusi mati.

Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menitipkan WNI kepada Raja Salman saat berbicara empat mata di Istana Bogor. Menurut Retno, Raja Salman merespons positif hal itu.

“Sebagai respons, Raja Saudi mengatakan warga negara Indonesia adalah warga kami juga,” kata Retno. – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!