Hasil survei Transparency International Indonesia: DPR lembaga terkorup di mata publik

Rika Kurniawati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Hasil survei Transparency International Indonesia: DPR lembaga terkorup di mata publik
DPR mengambil alih posisi Polri yang kerap dianggap sebagai institusi paling korup di Indonesia.

JAKARTA, Indonesia – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali dinilai menjadi lembaga yang paling korup oleh publik. Setidaknya itu yang tertuang dari hasil survei yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII). Dari data Global Corruption Barometer (GCB) 2017 versi Indonesia yang diterbitkan TII, ada 54 persen responden yang menilai lembaga yang mewakili rakyat itu sebagai lembaga terkorup. Survei GCB 2017 versi Indonesia dilakukan dengan mewawancarai 1.000 responden usia 18 tahun ke atas yang tersebar di 31 provinsi.

Wawancara responden dilakukan dengan tatap muka atau melalui jaringan telepon. Para responden diberikan pertanyaan berdasarkan 5 indikator yakni masyarakat melawan korupsi, tingkat korupsi, kinerja pemerintah, suap layanan publik dan korupsi di lembaga negara.

Menurut TII, GCB yang diluncurkan pada Selasa, 7 Maret adalah hasil survei pandangan publik atau masyarakat pada umumnya mengenai korupsi atau praktik suap di negara mereka selama 12 bulan terakhir. Pengalaman-pengalaman pribadi mereka menjadi tolak ukur kinerja lembaga negara atau publik dalam memberantas praktik korupsi atau suap.

Hasilnya, DPR menjadi lembaga yang berada di puncak yang disebut kerap melakukan praktik korupsi. Di peringkat bawahnya terdapat birokrasi, DPRD, Dirjen Pajak dan kepolisian. Temuan ini cukum menarik mengingat biasanya publik beranggapan justru Polri menjadi institusi yang paling korup.

Penilaian publik bahwa DPR adalah lembaga terkorup didukung dengan fakta sejak tahun 2004 hingga 2013, terdapat 74 anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi. Sementara, untuk anggota DPRD Provinsi yang terjerat kasus korupsi sebanyak 2.545 orang dan 431 anggota DPRD Kabupaten/Kota tersangkut praktik serupa. Data itu diolah TII dari Kementerian Dalam Negeri dan KPK.

Dalam pemaparan TII juga terungkap sebanyak 64 persen responden menilai tingkat korupsi di Indonesia naik dalam 12 bulan terakhir.

“Hal itu juga tidak lepas dari pemberitaan di media yang begitu masif terhadap kasus korupsi yang berhasil diungkap oleh KPK,” ujar Sekretaris Jenderal TII, Dadang Trisasongko pada Selasa kemarin.

Pemerintah pun dinilai publik memiliki kinerja yang baik dalam memberantas korupsi. Hal itu didukung dengan 640 dari 1.000 responden yang berpendapat demikian.

“GCB menggambarkan optimisme pemberantasan korupsi di Indonesia. Di tengah intensitas skala korupsi yang terungkap, tetapi ada juga optimisme. Publik percaya pemerintah serius (memberantas korupsi),” kata Dadang.

Namun, dalam survei itu juga terungkap sebanyak 32 persen mengaku pernah melakukan suap. Sementara, ketika pertanyaan serupa ditanyakan kepada warga di Jepang, angkanya sangat jomplang yakni hanya 0,4 persen. Di Thailand, angkanya sedikit lebih tinggi dibandingkan Indonesia yakni 41 persen.

Rekomendasi TII

Lalu, bagaimana untuk memperbaiki kinerja DPR agar tidak menjadi lembaga terkorup? TI Indonesia memberi rekomendasi agar lembaga legislatif dan partai politik melakukan upaya lebih untuk mencegah korupsi politik.

Posisi DPR kini menggantikan Polri dengan berada di posisi puncak. TI juga memberikan rekomendasi agar akses dan jaminan yang diberikan bagi pelapor/saksi/korban kasus korupsi terus ditingkatkan.

Dari hasil survei, sebanyak 38 persen responden mengaku takut terhadap konsekuensi yang akan mereka hadapi jika melaporkan adanya perbuatan tindak korupsi. Sementara, 14 persen responden mengaku tidak tahu harus ke mana untuk melapor jika mengetahui adanya perbuatan korup.

Sebanyak 12 persen responden justru sudah antipati karena menurut mereka tidak ada gunanya melaporkan hal itu, karena tidak ada tindak lanjutnya.

TI juga memberikan rekomendasi mengenai programm Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar) yang digagas oleh pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Berdasarkan survei terhadap responden GCB 2017, rupanya praktik suap itu belum hilang sepenuhnya.

“Penyuapan itu dilakukan ke berbagai lembaga, seperti ke sekolah, rumah sakit, dukcapil, air/listrik, polisi dan pengadilan,” kata Dadang.

Publik, kata dia, berharap Saber Pungli bisa tetap menjaga inovasi dan semakin memberikan perasaan aman pelapornya. TI juga berharap publik semakin berani untuk melakukan berbagai cara demi menghancurkan praktik korupsi di Indonesia. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!