Sidang Ahok: Polemik saksi ahli pidana dan keraguan jaksa

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sidang Ahok: Polemik saksi ahli pidana dan keraguan jaksa
"Kalau bicara niat, yang tahu hanya Tuhan dan pelakunya."

 

JAKARTA, Indonesia – Kehadiran saksi ahli hukum pidana Edward Omar Sharif Hiariej yang dihadirkan tim penasehat hukum Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama sempat menuai protes dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebab, Edward adalah ahli pidana yang diperiksa oleh JPU dalam penyidikan.

“Pada persidangan yang lalu, kami memutuskan tidak mengajukan ahli dengan beberapa pertimbangan bahwa kami dapat laporan dari anggota kami. Ahli mengatakan, ‘Kalau jaksa tidak menghadirkan (saya), saya akan dihadirkan kuasa hukum.’ Ini semacam ultimatum,” kata Ketua JPU Ali Mukartono dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, pada Selasa, 14 Maret 2017.

Menurut dia, sikap tersebut seolah menunjukkan telah terjadi komunikasi antara kuasa hukum terdakwa dan Edward. Sikap tersebut dinilai tidak etis lantaran guru besar hukum UGM itu telah mengetahui berita acara pemeriksaan (BAP) dari penyidik, tetapi bersaksi untuk meringankan terdakwa.

Namun kuasa hukum Ahok menilai protes tersebut tidak relevan karena keputusan menghadirkan Edward sebagai saksi ahli mereka sudah dikomunikasikan dengan JPU. Maka, tak ada lagi yang perlu dipermasalahkan di persidangan.

Dalam bantahannya, kuasa hukum mengatakan pemanggilan Edward dari pihak mereka sudah disepakati dengan JPU sejak 28 Februari lalu. Saat itu, tidak ada keberatan apapun dari JPU. “Tiba-tiba di sini buat suatu persoalan, menurut kami ini itikad kurang bagus,” kata salah satu kuasa hukum.

Keberatan JPU ditolak oleh Ketua Majelis Hukum Dwiarso Budi Santiarto, yang menyatakan pada persidangan sebelumnya, JPU tidak memiliki tambahan saksi yang akan dihadirkan. Apapun keterangan Edward sebagai saksi ahli yang meringankan, akan dipertimbangkan oleh majelis hakim untuk dipakai atau tidak dalam putusan mendatang.

Keraguan JPU

Dalam keterangannya, Edward lebih banyak menekankan dalam persoalan niatan dari Ahok untuk menista agama. Menurut dia, dalam memastikan unsur pidana dari Pasal 156a KUHP terpenuhi, selain kesengajaan juga harus ada unsur niatan.

“Pada Pasal 156 dan 156a KUHP mensyaratkan harus ada niat, niat untuk memusuhi atau menghina agama,” kata dia. Faktor niat bersifat subjektif sedangkan kesengajaan bersifat objektif. Menurut dia, tidak mudah untuk membuktikan faktor niat tersebut.

Unsur niat tersebut dapat terlihat pada saat sidang atau persidangan terdakwa. Dalam hal ini, ia menilai Ahok tidak memiliki niatan untuk menodai ataupun menghina agama. Karena itu, ia menyarankan adanya masukan pendapat dari ahli lain seperti bahasa tubuh dan agama untuk menguatkan penilaian tersebut.

“Kalau bicara niat, yang tahu hanya Tuhan dan pelakunya. Tidak semudah melihat ucapan yang keluar dari mulut, tetapi juga yang lain-lain,” kata dia. Unsur tersebut mencakupi keseharian si terdakwa saat berinteraksi dengan kelompok yang bersangkutan.

Selain itu, Edward juga melihat adanya keraguan JPU saat memutuskan dakwaan. Mereka mendakwakan pasal alternatif, yakni Pasal 156 atau 156a, bukan pasal berlapis.

Menurut dia, hal tersebut menunjukkan jaksa seolah meragukan pasal apakah yang tepat untuk didakwakan. Ketika penistaan agama terjadi, maka sudah dapat dipastikan Pasal 156a yang digunakan.

“Kecuali PNPS sudah dicabut, bisa gunakan 156,” kata dia.

JPU menolak bertanya kepada Edward atas kesaksiannya. Ali mengatakan sikap ini merupakan bentuk konsistensi dari timnya. Namun, ia bersedia menjelaskan di luar persidangan.

Ali menjelaskan kalau penerapan pasal alternatif itu adalah bagian dari sistem pendakwaan, dan bukan bentuk keraguan JPU atas tindak pidana. Hakim dapat memutuskan tindak pidana manakah yang akan diputuskan oleh majelis hakim.

“Baru nanti terserah majelis hakim keputusannya seperti apa. Dia otonom dan independen untuk memutus,” kata dia. JPU mengatakan seluruh kesimpulan akan tertuang dalam putusan majelis hakim kelak.

Sidang usai sekitar pukul 15.00, dan mulai pekan depan penasehat hukum akan menghadirkan saksi ahli meringankan lainnya. Mereka berencana menghadirkan banyak ahli agama, karena menilai materi persidangan berat di poin tersebut, bukan pidana. 

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!