Pria di Jagakarsa gunakan Facebook live untuk siarkan aksi bunuh diri

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pria di Jagakarsa gunakan Facebook live untuk siarkan aksi bunuh diri
Kemkominfo akhirnya menghapus semua video yang menunjukkan aksi bunuh diri PI di berbagai platform media sosial.

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) – Seorang pria yang bermukim di Jagakarsa, Jakarta Selatan gantung diri di rumahnya pada Jumat, 17 Maret pukul 10:00 WIB. Pria yang diketahui berinisial PI sempat merekam aksi nekadnya itu menggunakan aplikasi live streaming Facebook Live.

Sebelum melakukan aksi itu, P sempat merekam video pertama yang berdurasi 1 menit dan 12 detik. Dalam video itu, P mengisahkan bahwa dia telah ditinggal pergi oleh sang istri. Tidak dijelaskan kapan sang istri pergi meninggalkan pria berusia 36 tahun itu dan anak-anak.

Gue cinta mati sama dia (sang istri) yang notebene udah 17 tahun gue nikahin. Ya, enggak tahu kenapa mungkin belum jodohnya juga sekarang,” ujar P dalam video itu.

Akibat ditinggal sang istri, P mengaku bimbang. Dalam video itu juga dia mengatakan tengah mempertimbangkan melakukan sesuatu di luar dari nalarnya.

“Ya, kita lihat aja lah, gue berani apa enggak. Kalau pun gue berani melakukan hal yang sebenarnya enggak gue berani, kita lihat aja, mungkin gue akan siaran langsung. Kalau enggak ya untuk video kenang-kenangan untuk istri gue aja,” kata P lagi.

Rupanya, P meralisasikan omongan itu melalui video kedua. Dia terlihat menyiapkan tali dan gantung diri. Celakanya, aksi itu disiarkan secara langsung dengan menggunakan aplikasi Facebook Live. (BACA: Cara sederhana yang bisa dilakukan untuk mencegah tindak bunuh diri)

Kepala Sub Bagian Humas Polres Metro Jakarta Selatan, Komisaris Polisi Purwanta membenarkan kejadian bunuh diri itu.

“Iya, benar ada kejadian bunuh diri. Korban ditemukan pada pukul 13:30 WIB di Jagakarsa, Jakarta Selatan,” ujar Purwanta ketika dikonfirmasi melalui telepon.

Video bunuh diri itu justru menarik perhatian netizen dan telah disaksikan oleh ribuan orang di dunia maya. Tak sedikit pula yang membagikannya melalui media sosial Facebook. Padahal, sudah ada peringatan bahwa konten video itu tak layak untuk ditonton.

Menurut informasi dari kepolisian, jasad P sempat disemayamkan di RS Polri Kramat Jati untuk divisum. Jenazahnya sudah dijemput oleh keluarga dan akan dimakamkan di TPU Jeruk Purut. 

Dicabut Kemenkominfo

Sementara, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan telah meminta kepada Facebook di Indonesia untuk menghapus dua video yang sempat terpampang di akun PI. Menurut juru bicara Kemkominfo, Noor Iza, permintaan disampaikan pada Jumat malam, 17 Maret sekitar pukul 20:23 WIB.

“Sekitar dua menit kemudian, video itu sudah dihapus oleh Facebook,” kata Noor yang dihubungi Rappler melalui telepon.

Kemkominfo juga sudah menghapus video serupa yang diunggah ulang ke Youtube. Namun, durasi video ketika PI bunuh diri yang diunggah kembali lebih pendek dari video aslinya yang mencapai satu jam lebih.

Noor mengatakan Kemkominfo juga sudah menyampaikan himbauan kepada publik agar tidak menyebarluaskan kembali video tersebut.

“Video tersebut merupakan tragedi dan kami minta untuk tidak disebarkan dan bagi yang sudah diunggah kembali agar segera dihapus. Tragedi seperti ini tidak layak untuk dipertontonkan dan melanggar nilai-nilai kemanusiaan,” kata Noor yang mengutip pernyataan Dirjen Aplikasi Informatika, Semmy Pangerapan.

Sebuah pernyataan

Dalam pandangan psikolog, Ratih Ibrahim, bunuh diri merupakan pernyataan yang paling keras untuk menunjukan keputusasaan. Dikatakan keras karena berdampak fatal hingga berujung kematian.

“Itu merupakan agresi yang fatal dan ditujukan kepada dirinya sendiri. Perbuatan tersebut juga merupakan ekspresi frustasi yang berisi keputusasaan, seolah-olah dalam titik ini sudah tidak ada harapan,” ujar Ratih yang dihubungi Rappler melalui telepon pada Jumat malam, 17 Maret.

Sementara, yang dilakukan oleh PI bisa jadi merupakan bentuk dari depresi yang pangkalnya menunjukkan kemarahan. Oleh sebab itu, dia memilih menyakiti dirinya sendiri.

Hal itu berbeda jika pelaku mengalami kesedihan yang akut. Mereka cenderung akan menyimpan semua beban seorang diri, lalu tiba-tiba meninggal. Hipotesa Ratih diperkuat dengan adanya pesan yang ditinggalkan oleh PI dan bernada ancaman.

“Tetapi, marahnya kepada siapa kita kan enggak tahu. Apakah dia marah ke istri, hidupnya, dirinya, masa lalunya, saya tidak tahu,” kata ibu dua anak itu.

Perbuatannya untuk menyiarkan aksi bunuh diri itu, dinilai Ratih, bisa jadi sebagai bentuk hukuman kepada siapa pun yang melihat dia menjemput ajal. PI mencoba menyampaikan pernyataan dan ekspresi frustasi dari kehancuran dirinya sendiri.

Namun, Ratih meminta kepada publik agar tidak mudah menghakimi apa yang telah dilakukan oleh PI. Justru ini menjadi tugas dari penyidik kepolisian untuk mencari tahu apa yang mendorongnya menyakiti diri yang berujung kematian.

Ratih juga ikut memberikan penilaiannya soal orang-orang yang malah mengunggah ulang video itu di media sosial. Menurutnya, video tragedi tersebut mengandung nilai sensasi. Oleh sebab itu, lebih dari 5.000 orang telah menonton video tersebut melalui Facebook.

“Tapi, ada berbagai motif juga yang mendorong seseorang untuk mengunggah ulang video itu. Bisa jadi ada yang ingin menggunakan ini sebagai pembelajaran supaya tidak ditiru, sekedar cari sensasi atau bisa juga ada yang memang psikopat,” kata dia.

Langkah Kemkominfo untuk segera menghapus video itu di berbagai platform media sosial dinilainya sudah tepat. Karena, bisa saja di tangan seorang psikopat narsistik, semakin banyak video itu ditonton oleh orang dan disukai, mereka malah terus terdorong melakukan perbuatan tersebut.

Belum lagi dampaknya kepada orang-orang yang telah menonton video itu. Mereka bisa mengalami trauma.

“Tetapi, ada juga yang menjadi backfire dan dijadikan inspirasi bagi orang lain untuk meniru perbuatan itu,” katanya.

Oleh sebab itu, dia mengimbau kepada publik untuk berhati-hati menyebarluaskan materi apa pun di media sosial yang memiliki nilai tragedi, penderitaan atau kengerian. – dengan laporan Santi Dewi/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!