Lima alasan seseorang menjadi seorang teroris

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Lima alasan seseorang menjadi seorang teroris
Mantan Napi teroris yang pernah menjadi ideolog di balik aksi perampokan Bank CIMB Niaga di Medan ini bercerita mengapa dia menjadi teroris.

MEDAN, Sumatera Utara – Apakah faktor ketidakadilan, kemiskinan, kesenjangan ekonomi politik sampai aspek psikologis membuat seseorang menjadi teroris? Khoirul Ghozali menjawab, “Iya. Semua faktor itu bisa menjadi alasan yang mendorong melakukan tindakan radikal dengan kekerasan. Agama menjustifikasi tindak kekerasan itu,” kata Pendiri Pondok Pesantren Al Hidayah itu, di depan seratusan anak muda dari berbagai universitas dan organisasi pemuda di Medan, Rabu 22 Maret 2017.

Di pesantrennya, yang terletak di kawasan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, bapak 10 anak ini dipanggil Ustad. Siang itu dia diminta menjadi pembicara dalam acara bertajuk “Dialog Pelibatan Mahasiswa Dan Birokrasi Dalam Upaya Membangun Sinergi Pencegahan Paham Radikalisme Dan Terorisme di Perguruan Tinggi”. Khoirul menjawab pertanyaan seorang mahasiswa yang agak meragukan bahwa dirinya layak untuk menjadi narasumber di acara itu, mengingat statusnya sebagai mantan narapidana.

Sebelum sesi tanya-jawab, Khoirul menjelaskan mengapa saat masih menjalani hukuman di penjara dia bertobat dan punya ide mendirikan pesantren khusus bagi anak-anak mantan napi kasus teroris. “Kalau dihitung, dari semua napi kasus teroris, baik yang masih menjalani hukuman maupun yang sudah kembali ke masyarakat, ada 1.800 anak.  Kalau negara tidak memberi perhatian, mereka berpotensi mewarisi semangat jihad yang salah, sebagaimana dilakukan ayahnya,” kata Khoirul.  Dia mengatakan ini merujuk kepada pengalaman hidup.

Khoirul dijatuhi vonis enam tahun penjara suntuk kasus perampokan Bank CIMB Niaga. Duit Rp 400 juta yang dibedol kawanannya, yang melibatkan 16 orang, akan digunakan untuk mendukung aksi teror. Amaliyah. Khoriul menjalani masa hukuman empat tahun dua bulan setelah dikurangan remisi, pengurangan masa tahanan.

Setelah bebas, dia mengikuti program deradikalisasi yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).  Pesantren Al-Hidayah adalah pesantren pertama dan satu-satunya di Indonesia yang fokus menangani pendidikan anak-anak mantan teroris. Di pesantren yang berdiri di atas tanah seluas 30-an hektare itu, Khoirul juga melakukan kegiatan pelatihan kemandirian ekonomi, termasuk bertani, pertukangan dan peternakan.  

(BACA :  Pekerjaan Rumah Deradikalisasi Napi Kasus Terorisme)

Kepada para orang muda yang mengikuti kegiatan seminar itu, Khoirul menjelaskan ada lima hal yang menjadi alasan seseorang menjadi pelaku tindak pidana terorisme dengan kekerasan. “Ini pengalaman pribadi saya,” ujarnya.

Pertama, keberanian menafsirkan Al Qur’an dan hadist berdasarkan pemikiran sendiri. “Kita menafsirkan sendiri karena  kita didoktrin untuk berani menafsiran ayat Al Qur’an seenak perut kita sendiri. Diajari begitu oleh senior, dan seniornya diajari oleh yang lebih senior lagi. Sambung-bersambung,” kata Khoirul.

Kedua, seseorang menjadi teroris, karena paham takfiri. Mudah mengkafirkan orang lain, bukan hanya orang-orang non-muslim, tetapi juga orang  muslim yang berada di luar kelompok mereka.

Ketiga,  karena menganut hakimiah, maksudnya mudah menuduh, mudah menghakimi.  “Polisi, tentara, dianggap sebagai toghut (berhala). Jadi, pemerintah termasuk Pegawai Negeri Sipil, termasuk polisi, termasuk tentara yang tidak melaksanakan hukum Islam dianggap  toghut. Pemerintah ini dianggap pemerintah ilegal, tidak sah.  

Keempat, menafsirkan jihad filsabilillah adalah harus dengan jalan kekerasan. Jalan perang. Pokoknya semua ayat-ayat dalam kitab suci yang relevan dengan jihad ditafsirkan boleh dilakukan dengan perang. “Anak-anak mudah menerima paham kekerasan, karena itu kekerasan banyak dilaksanakan oleh anak-anak muda,” kata Khoirul.

(BACA : FAKTA  Pelaku TIndak Pidana Terorisme Masih Muda)

Kelima, resistensi kepada pemerintah. “Pemerintahan yang tidak menjalankan syariat Islam harus ditentang,” kata Khoriul. Menurutnya, kelima hal di atas harus dicegah, terutama di kalangan anak muda, karena memahami Al Qur’an dan hadits secara salah.

Dalam wawancara khusus dengan Rappler, Kepala BNPT Suhardi Alius  mengatakan pihaknya fokus menangani masalah sosial bagi keluarga dan anak agar tidak tergoda mengikuti jejak ayahnya menjadi teroris. Suhardi mengatakan anak teroris jangan dimarjinalkan.

BNPT tak bisa sendirian menangani masalah sosial ini. BNPT  kemudian mengkoordinasikan 17 kementerian dan lembaga untuk terlibat aktif. “Kita harus tangani dari hulu. Dari penyebab, sampai ketika napi kembali ke masyarakat,” kata Suhardi. Dia menggarisbawahi pendekatan lunak menjadi kunci mencegah aksi berikutnya. Mengurangi keinginan orang bergabung dengan organisasi teroris. “Anak napi teroris jangan dimarjinalkan. Harus kita rangkul. Jadikan anak asuh. Keluarga diberikan penghidupan yang layak,” kata Suhardi.

Hari ini BNPT melakukan dua kegiatan sekaligus di kawasan Sumut. Di Pesantren Al-Hidayah, sekitar 40 siswa sekolah menengah atas dari berbagai sekolah di Medan dan sekitarnya bergabung dengan siswa pesantren itu untuk mengikuti pelatihan pembuatan video pendek untuk bekal mengikuti festival video pendek yang diselenggarakan BNPT. Aktor film Mathias Muchus juga dilibatkan memberikan materi betapa pentingnya mempertahankan rumah besar Indonesia.  “Ini rumah yang kita bangun bersama, untuk semua warga Indonesia,” kata Mathias Muchus – Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!