Empat hal mengenai Miryam S. Haryani, saksi kunci kasus korupsi KTP Elektronik

Adrianus Saerong

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Empat hal mengenai Miryam S. Haryani, saksi kunci kasus korupsi KTP Elektronik
Miryam diduga menjadi perantara yang membagi-bagikan uang proyek KTP Elektronik dari Kemendagri ke DPR.

JAKARTA, Indonesia – Nama Miryam S. Haryani tiba-tiba menjadi buah bibir publik, lantaran dalam sidang lanjutan mega korupsi KTP Elektronik, dia diduga telah memberikan keterangan palsu. Miryam yang kini duduk sebagai anggota Komisi V DPR datang terlambat di persidangan. Kemudian, begitu duduk, dia membantah semua isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sudah ditulis dan diserahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Tipikor. 

Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua John Halasan Butar-Butar, Miryam mengaku hanya asal saja memberikan keterangan di hadapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak empat kali. Alasannya, dia merasa tertekan dan diancam oleh penyidik KPK.

“Saya ditekan dan diancam oleh penyidik KPK dengan menggunakan kata-kata, Pak,” ujar Miryam sambil berlinang air mata. (BACA: Sambil berurai air mata, saksi kasus KTP Elektronik mengaku ditekan saat diperiksa penyidik KPK)

Salah satu kalimat yang terus terngiang di kepalanya yakni soal ancaman bahwa seharusnya Miryam sudah ditangkap sejak tahun 2010 lalu. Anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura itu menjadi saksi kunci mengenai praktik bagi-bagi duit di dalam parlemen dan Kementerian Dalam Negeri dalam proyek pengadaan KTP Elektronik. 

Total ada sekitar Rp 7,3 miliar uang yang diterima Miryam dari perusahaan lelang KTP Elektronik. Uang itu kemudian dibagi-bagikan ke pimpinan dan anggota DPR.

Siapa sebenarnya Miryam dan apa peranannya dalam kasus mega korupsi proyek KTP Elektronik yang telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu? Berikut 4 hal mengenai mantan anggota Komisi II DPR yang perlu kamu tahu:

1. Dekat dengan dunia politik

Dunia politik  bukanlah hal baru bagi Miryam S. Haryani yang mengaku sudah ahli dalam negosiasi sejak dirinya masih mengecap pendidikan menengah. Dia mengatakan kemampuan lobi dan berkampanye sudah mulai diasahnya ketika ikut terjun dalam pemilihan Ketua OSIS di SMP dan SMA. 

“Waktu pemilihan ketua OSIS di SMP dan SMA saya sudah terbiasa melobi dan berkampanye di depan teman-teman, eh ternyata berhasil,” ujar perempuan yang kini berusia 43 tahun itu. 

Ulung dalam merangkul suara, Miryam bergabung dengan Partai Bintang Reformasi (PBR) pada 2002, setahun setelah ikut turun dalam penggulingan Presiden Abdulrrahman Wahid atau Gus Dur. Miryam kemudian maju sebagai wakil legislator  dari PBR pada tahun 2004, namun gagal. 

Dia kemudian memilih mundur dari PBR karena adanya konflik dalam kepengurusan. Dia juga mengaku kecewa karena dunia politik yang dia cintai terkadang isinya hanya bagi-bagi kekuasaan semata. Selama vakum, Miryam memilih mengembangkan usaha yang dia miliki di berbagai bidang antara lain event organizer, restoran dan transportasi barang. Salah satu perusahaan jasa transportasi yang dimiliki oleh perempuan asal Indramayu itu diberi nama PT Srikandi Kilang Sari, sebuah perusahaan angkutan truk. 

2. Peduli isu perempuan

Pada tahun 2006, Miryam kemudian bergabung dengan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Badan Pemenangan Pemilu. Di sana dia dipercaya untuk menangani isu yang menyangkut dengan perempuan. Dia juga memiliki kepedulian khusus terhadap isu kesetaraan gender. 

Di tahun 2009, dia sukses melaju ke parlemen dengan memenangkan Pilkada dari daerah pemilihan Jawa Barat. Sebagai perempuan yang mengaku peduli terhadap isu yang dialami kaumnya itu, Miryam mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Srikandi Indonesia.

“Tiga hal harus dimiliki perempuan saat ini, uang, sehat, dan cerdas,” katanya dalam sebuah wawancara.

Dia juga mengusulkan agar dibentuk program Kegiatan Usaha Rumahan bagi kaum perempuan di pedesaan untuk meningkatkan perekonomian mereka. Miryam juga bersuara lantang mengenai perlindungan bagi buruh migran yang bekerja di luar negeri dan mengajak perempuan Indonesia untuk melestarikan posyandu. Dalam pemilu legislatif periode 2014-2019, Miryam kembali terpilih dari dapil dan partai yang sama.

3. Aktif suarakan pembangunan ekonomi dan SDM

Miryam mengaku pernah menjadi anggota Komisi II DPR yang mitra kerjanya adalah Kementerian Dalam Negeri. Namun, kini dia duduk di Komisi V dan aktif menyuarakan isu pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia.

Pada 2015, dia meminta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas untuk memperhatikan pemerataan dan jaminan sosial. Setahun kemudian, dia juga meminta pemerintah untuk realistis dalam pembangunan ekonomi negara serta mendukung evaluasi sistem sekolah.

Di parlemen, Miryam juga dikenal sebagai sosok yang tegas. Dia bahkan pernah menantang Ignasius Jonan yang ketika itu masih menjabat sebagai Menteri Perhubungan untuk membuat gebrakan lewat inspeksi mendadak di Jalur Pantura.

Miryam juga tidak takut mempertanyakan anggaran senilai Rp 119 triliun yang diajukan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono bagi kementeriannya.

“Bapak memang orang yang dipilih oleh presiden dan terlihat bisa merealisasikan harapan Jokowi-JK, tapi sudah mempertimbangkan aspirasi kami yang dipilih rakyat belum, Pak?,” tanya Miryam saat Komisi V DPR mengadakan rapat kerja dengan Menteri PUPR tersebut.

4. Tersandung kasus korupsi KTP Elektronik

Sayang, semua keberanian dan ketegasannya di parlemen ternyata ciut ketika berhadapan dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan pertama tanggal 9 Maret, Miryam disebut ikut menerima uang dari penggelembungan anggaran pengadaan KTP Elektronik. (BACA: Semua hal yang perlu kamu tahu tentang mega korupsi e-KTP)

JPU KPK, Irene Putri mengatakan terdakwa I, Irman (mantan Dirjen Kependudukan Sipil), dimintai sejumlah uang oleh Chairuman Harahap yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Komisi II melalui Miryam S. Haryani. Uang yang diminta sebesar US$100 ribu atau setara Rp 1,3 miliar untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah. 

Uang itu kemudian dimintakan Kemendagri kepada perusahaan pemenang lelang proyek KTP Elektronik yakni PT Quadra Solution. Permintaan tersebut disanggupi oleh Direktur PT Quadra Solution, Achmad Fauzi. 

“Selanjutnya, terdakwa II (Sugiharto) memberikan uang tersebut kepada Miryam,” ujar Irene di sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada 9 Maret. 

Irman kembali memerintahkan Sugiharto untuk menyediakan uang sejumlah Rp 1 miliar. Sugiharto lalu meminta duit kepada Anang S. Sudiharjo, Direktur Utama PT Quadra Solution. Atas permintaan itu, Anang memberikan uang yang diminta melalui Yosep untuk diberikan kepada Miryam. Uang diserahkan langsung oleh Yosep kepada Miryam. 

Lalu, ketika anggaran pengadaan KTP Elektronik disepakati naik Rp1,045 miliar sekira Agustus 2012, Miryam kembali meminta duit Rp 5 miliar. Uang itu untuk kepentingan operasional Komisi II DPR RI. 

Lagi-lagi, untuk memenuhi permintaan itu, Irman memerintahkan Sugiharto meminta uang kepada Anang. Permintaan itu disanggupi Anang dengan memberikan uang langsung pada Miryam. Uang tersebut rupanya juga dibagi-bagikan Miryam kepada pimpinan dan anggota Komisi II DPR.

Namun, dalam persidangan yang digelar pada Kamis, 23 Maret, sambil menangis terisak-isak Miryam membantah pernah meminta atau menerima uang hasil pengadaan proyek KTP Elektronik. 

“Saya tidak pernah menerima uang, Yang Mulia. Saya tidak berbohong,” ujar Miryam di hadapan Majelis Hakim. 

Padahal, di dalam empat BAP yang diserahkan KPK, tertulis dengan sangat rinci dan runut jumlah uang yang pernah dia terima dan dibagikan ke siapa saja. Rencananya untuk membuktikan bahwa Miryam telah berbohong, pengacara Irman akan mendatangkan saksi lain yang menerima uang secara langsung atas permintaan Miryam. 

Kuasa hukum Irman dan Sugiharto, Soesilo rencananya akan memanggil pembantu yang bekerja di rumah Miryam untuk dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan berikutnya. Sementara, KPK juga menghadirkan tiga penyidik mereka yang pernah meminta keterangan dari Miryam. KPK ingin membuktikan bahwa tidak ada unsur tekanan atau paksaan ketika saksi diminta menulis keterangan dan menanda tangani BAP. – Rappler.com

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!