Rais Syuriah PBNU: Surat Al-Maidah 51 tidak bisa berdiri sendiri

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Rais Syuriah PBNU: Surat Al-Maidah 51 tidak bisa berdiri sendiri
“Kita tidak bisa memisahkan Al-Maidah. Ada catatannya. Di surah lain ada yang mengatur secara lebih spesifik," ujar Masdar.

JAKARTA, Indonesia – Dalam sidang kasus dugaan penodaan agama ke-16, ahli agama dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Masdar Farid Mas’udi menyampaikan pendapatnya atas surah Al-Maidah 51. Menurutnya, ada ayat lain yang harus diperhatikan sebagai pelengkap dari Al-Maidah.

“Kita tidak bisa memisahkan Al-Maidah. Ada catatannya. Secara harafiah, artinya memang demikian (tidak boleh memilih non Muslim dan Yahudi sebagai pemimpin), tetapi di surah lainnya, diatur secara lebih spesifik,” ujar Masdar pada persidangan yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian pada Rabu, 29 Maret.

Surah yang dia maksud adalah Al-Mumtahanah 60:8 yang intinya menyampaikan, “Allah tidak melarang (umat Islam) memilih orang-orang (non Muslim) yang tidak memerangi (umat Islam) atas dasar agama dan mengusir (umat Islam) dari negerinya”. Dengan demikian, selama ini syarat itu terpenuhi. Tidak ada masalah untuk memilih non Muslim sebagai wali atau pemimpin.

Masdar mengatakan kalau Al-Maidah 51 tidak bisa diterima sebagian, sementara mereka menyangkal yang lain. Pemahaman terhadap ayat itu harus utuh dan tidak bisa diimani sebagian, namun menolak sebagian lainnya.

“Ayat harus dibaca secara holistic,” kata dia.

Agama Islam, Masdar melanjutkan, memperlakukan seluruh umat masyarakat sama tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Untuk menjadi seorang pemimpin, syarat terpenting adalah mampu berlaku adil.

“Bisa enggak memenuhi hak warganya dan melindungi? Keadilan adalah into dari keberagaman dan kepemerintahan,” tuturnya lagi.

Terkait peran SARA dalam menentukan seseorang menjadi pemimpin, Masdar mengatakan hal tersebut justru tidak patut menjadi pertimbangan utama.

“Boleh, tapi sifatnya internal, bukan di ruang publik,” ujar pria yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia itu.

Hal terpenting yang harus menjadi pertimbangan utama dalam memilih pemimpin menurutnya adalah keahlian dan pemahaman calon pemimpin tersebut atas daerahnya. Pemimpin seperti gubernur, kata Masdar, adalah seorang pejabat publik yang sudah dipilih dengan prosedur rekruitmen yang telah disepakati.

Sementara, anggota tim kuasa hukum Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, Humphrey R. Djemat kemudian menanyakan terkait ayat tersebut dengan Pilkada yang berlangsung saat ini. Saat dicontohkan ada daerah di mana partai Muslim justru mengusung calon non Muslim, dia menilai ada inkonsistensi.

“Saya agak sepakat (Al-Maidah untuk kepentingan SARA dan politik), ini memang lagi musim,” ujar Humphrey.

Majelis hakim kemudian mendetailkan masalah ini dengan membawa pelapor dari luar Jakarta. Tetapi, Masdar tetap bergeming pada keyakinannya.

“Itu perspektif mereka untuk mempengaruhi umat berkeyakinan. Memang ada (yang bukan politik), tetapi saya kira tidak lari dari tujuan itu,” tuturnya.

Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak menanyai Masdar lebih lanjut. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!