SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia – Sidang ke-6 kasus mega korupsi KTP elektronik seharusnya menjadi panggung untuk Muhammad Nazaruddin, sang peniup peluit untuk “bernyanyi”. Namun, nyatanya sosok Yosep Sumartono lah yang mencuri perhatian Majelis Hakim.
Duduk di kursi panas bersama Nazaruddin yang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat dan Eva Ompita Soraya, staf Fraksi Partai Demokrat, dalam kasus KTP Elektronik, Yosep memegang peranan yang cukup penting. Walaupun, posisinya sudah menjadi pensiunan pegawai negeri Ditjen Dukcapil Kemendagri, justru di tangan Yosep lah Sugiharto mempercayakan harta karunnya, uang suap dari para pemilik perusahaan konsorsium.
Sebagai contoh, Yosep dipercaya untuk menjemput uang suap dari adik Andi Agustinus yakni Vidi Gunawan dengan total US$ 1,5 juta atau setara Rp 19,9 miliar. Uang itu merupakan suap yang diberikan kepada pejabat Kementerian Dalam Negeri karena telah memenangkan Andi sebagai pemenang tender proyek KTP Elektronik.
“Uang itu saya terima dari Vidi di Mall Cibubur Junction, Holland Bakery Kampung Melayu, pom bensin Bangka Raya dan pom bensin AURI. Nominalnya berbeda-beda, Yang Mulia. Yang di Cibubur saya terima US$ 500 ribu, Holland Bakery US$ 400 ribu, pom bensin Bangka Raya US$ 200 ribu dan pom bensin AURI US$ 400 ribu,” ujar Yosep mulai “bernyanyi” di hadapan majelis hakim pada Senin, 3 April di Pengadilan Tipikor.
Dia mengatakan mengenal Vidi karena dikenalkan oleh mantan atasannya, Sugiharto. Kepada Vidi, mantan Direktur di Ditjen Kependudukan Sipil Kemendagri itu mengatakan dia akan lebih banyak meminta bantuan kepada Yosep.
“Biasanya, Pak Sugiharto akan mendatangi saya di kantor dan mengatakan ‘Mas, tolong ambil titipan di mana.’ Tak lama setelah itu Vidi akan menghubungi saya,” kata Yosep.
Dia mengaku tahu bahwa titipan yang diberikan Vidi ke Sugiharto berupa uang. Sebab, Vidi selalu mengatakan isi tas koper yang diserahkan dan nominalnya.
“Seperti yang di Mall Cibubur Junction. Vidi bilang kalau nominalnya 500, tapi saya tidak tahu kalau itu dalam bentuk dollar atau rupiah,” tutur dia.
Ironisnya, untuk membawa uang yang sedemikian banyak, Yosep memilih berangkat dari kantornya di Kalibata menuju ke Cibubur dengan menumpang ojek. Sungguh, bukan jarak yang dekat untuk ditempuh.
Selain menjemput uang dari Vidi, Yosep juga pernah mengambil titipan dari pemilik perusahaan pemenang tender proyek KTP Elektronik antara lain Paula Tannos sebesar US$ 300 ribu yang diambil di Menara BCA. Lalu, ada pula uang yang diberikan oleh distributor AFIS L1, Johannes Marlin sebesar US$ 200 ribu dan uang dari Dirut PT Quadran Solution, Anang Sugiarna senilai US$ 100 ribu. Jika diperhatikan semua uang yang diberikan atau diterima menggunakan mata uang dollar. Merujuk kepada kesaksian Muhammad Nazaruddin, mata uang dollar dianggap lebih praktis ketimbang Rupiah.
Yosep mengaku tidak pernah mengambil keuntungan sepeser pun dari uang yang dia jemput untuk diberikan kepada bosnya. Walaupun dalam hati dia bertanya-tanya dari mana bosnya bisa mendapatkan uang sedemikian besar, padahal statusnya hanya seorang PNS. Tapi, menyadari posisinya yang lebih rendah, Yosep memilih bungkam.
“Saya tidak pernah terpikir dan bertanya-tanya mengapa Pak Sugiharto banyak menerima uang dari orang lain di luar kantor. Karena dari kecil saya diajarkan siapa pun yang menyuruh saya, maka akan saya ikuti,” katanya beralasan.
Celakanya, Sugiharto sebagai seorang bos pun berbuat tidak adil kepada Yosep. Walaupun sudah dibantu untuk menjemput uang dalam jumlah besar, dia tidak memberikan imbalan yang setimpal. Setiap kali menjemput uang, Yosep hanya diberi uang transport dengan nominal antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Hal itu sontak membuat pengunjung terkejut.
“Ini kalau dalam berbisnis, berarti Anda sudah rugi banyak ini. Uang yang Anda jemput US$ 500 ribu, sementara Anda hanya diberi uang transport Rp 500 ribu,” kata Hakim John berkomentar.
Yosep pun mengaku tidak takut harus membawa koper berisi uang menggunakan ojek, karena itu salah satu cara yang paling efektif.
Uang demit
Kendati tidak berani mengungkapkan secara langsung, namun ketika diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yosep sudah menduga uang yang diterima Sugiharto berasal dari sumber yang tidak halal. Bahkan, Yosep menyebutnya sebagai “uang demit”. Dalam Bahasa Jawa kalimat itu bermakna “uang setan”.
Tapi, dia berkilah dan tidak merujuk uang yang ditujukan bagi Sugiharto sebagai “uang demit”. Dalam filosofi yang diajarkan oleh orang tuanya, uang ibarat pisau bermata dua.
“Ketika masih kecil saya diajarkan bahwa uang itu bisa digunakan untuk melakukan perbuatan baik atau buruk. Jadi, maksud kata ‘demit’ itu Yang Mulia merujuk kepada objek uang tadi yang bisa membantu atau menjebloskan kita. Bukan mengatakan bahwa uang yang diterima Pak Sugiharto berasal dari pekerjaan yang tidak benar,” tutur Yosep coba mengklarifikasi keterangannya ke KPK beberapa waktu lalu.
Mendengar penjelasan itu, majelis hakim sempat bersimpati kepada Yosep. Tetapi, rasa simpati itu hilang ketika jaksa berhasil menguak bahwa ada uang milik Sugiharto yang ikut mengalir ke dalam kantongnya walau tidak besar.
Saat itu, Yosep diminta Sugiharto melalui Irman untuk menukarkan mata uang Rupiah ke dollar Singapura. Padahal, waktu itu hari libur dan money changer jarang ada yang buka.
Sebagai panduan, dia sempat mencari informasi soal keberadaan beberapa money changer di Jakarta melalui harian Poskota. Yosep kemudian menukarkan di beberapa tempat uang Rp 1 miliar menjadi SGD 100 ribu. Dari selisih kurs, Yosep sempat mendapat keuntungan sebesar Rp 3 juta yang masuk ke kantongnya.
Sayangnya, sudah diperlakukan tidak adil, pernyataan Yosep dibantah oleh para bosnya, Irman dan Sugiharto. Keduanya merasa tidak pernah meminta kepada Yosep untuk menukarkan uang senilai Rp 1 miliar ke dalam mata uang Dollar Singapura. – Rappler.com
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.