Indonesia tolak isi resolusi sawit Parlemen Uni Eropa

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Indonesia tolak isi resolusi sawit Parlemen Uni Eropa

EPA

Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya geram karena industri sawit Indonesia diasosiasikan dengan pekerja anak, pelanggaran HAM, dan menghilangkan hak masyarakat adat.

JAKARTA, Indonesia – Pemerintah Indonesia mengecam isi resolusi kelapa sawit yang dikeluarkan oleh Parlemen Eropa pada Jumat, 7 April. Dalam laporan itu, Parlemen Eropa sepakat untuk mulai mengurangi penggunaan zat metil ester di dalam biofuels pada tahun 2020 mendatang.

Resolusi juga menyepakati adanya kriteria minimum bagi semua produk yang terbuat dari kelapa sawit, antara lain harus bersifat berkelanjutan dan tidak dihasilkan dari aktivitas penggundulan hutan. Bahkan, resolusi itu ke depannya juga akan menghapus ide sertifikasi bagi produk sawit Indonesia.

Sebanyak 640 anggota parlemen Eropa menyatakan setuju terhadap resolusi tersebut. Hanya 18 anggota parlemen saja yang menolak.

Sejauh ini, laporan resolusi tersebut belum bersifat mengikat. Namun, ke depannya mereka akan menyerahkan laporan tersebut ke pada Dewan Eropa dan Presiden Eropa untuk ditindak lanjuti.

Laporan tersebut didengar oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar yang pada Jumat kemarin tengah berada di Finlandia. Dia geram mengetahui laporan tersebut lantaran Indonesia membiarkan praktik-praktik negatif demi keberlangsungan industri sawit.

Praktik yang ditulis dalam studi Komisi Uni Eropa yakni pekerja anak, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), penghilangan hak masyarakat adat dan korupsi. Siti mengatakan catatan negatif yang disampaikan dalam mosi Parlemen Eropa terhadap Indonesia tidak dapat diterima dan merupakan bentuk penghinaan.

“Tuduhan bahwa sawit adalah korupsi, industri sawit mengeksploitasi pekerja anak, pelanggaran Hak Asasi Manusia dan menghilangkan hak masyarakat adat adalah tuduhan keji dan sudah tidak lagi relevan,” ujar Menteri Siti dalam keterangan tertulis pada Jumat, 7 April.

Siti menjelaskan di bawah kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo praktik-praktik semacam itu justru mulai dikurangi. Kini yang diutamakan adalah praktik sustainable management dalam pengelolaan sawit.

Sustainable development menjadi fokus pemerintah saat ini. Sama seperti orientasi Parlemen Eropa dan negara-negara lain di dunia. Indonesia juga termasuk yang di depan dalam upaya implementasi Paris Agreement. Kami memiliki ratifikasi Paris Agreement tersebut disertai ratifikasi langkah lainnya untuk sustainable development,” kata dia.

Sementara, terkait masyarakat adat, menurut Siti justru Presiden Jokowi kini memberikan perhatian khusus bagi mereka.

“Hak-hak masyarakat adat diberikan berupa hutan adat. Langkah ini masih terus berlangsung. Begitu pula dalam tata kelola gambut dan landscape management secara keseluruhan,” tutur Siti.

Oleh sebab itu, dia menilai apa yang tertuang dalam resolusi Parlemen Eropa tidak tepat menggambarkan Indonesia saat ini. Bagi Indonesia, isu sawit sangat sensitif, sebab melibatkan tenaga kerja yang tidak sedikit khususnya para petani.

“Ada 11,6 juta hektare lahan yang ditanami sawit di mana 41 persen merupakan tanaman petani atau small holders dengan tenaga kerja dari usaha hulu hingga ke hilir. Total, ada sekitar 16 juta orang petani dan tenaga kerja yang dilibatkan,” kata Siti.

Tidak adil

Sebagian besar anggota Parlemen Eropa menyarankan agar perlu beralih investasi dari sawit ke minyak yang dihasilkan dari biji bunga matahari dan minyak rapeseed (canola). Aturan ini tentu bisa merugikan petani Indonesia.

Bahkan, Siti mengilai langkah tersebut tidak pas. Dia mengatakan jika dunia ingin Indonesia menjadi bagian penting dalam lingkungan global dan paru-paru dunia, maka dunia harus percaya Indonesia dapat menyelesaikan persoalan yang ada di dalam negerinya.

“Dunia seharusnya juga mengakui kontribusi Indonesia selama ini. Bagaimana kami berupaya untuk mengatasi kebakaran hutan, menata forest governance, tata kelola gambut, menjaga keanekaragaman hayati, habitat orang utan, harimau dan gajah. Ini semua merupakan kontribusi Indonesia terhadap lingkungan global,” kata Siti.

Dia menegaskan hal tersebut tidak mudah. Tapi alih-alih memberikan pernyataan bernada skeptis dan menghina, mereka seharusnya memberikan Indonesia kesempatan.

Siti mengatakan akan melaporkan terkait isu ini kepada Presiden Jokowi. Sementara, kepada dunia usaha, Siti berharap agar mereka tetap bekerja sebagaimana mestinya sesuai aturan dan tidak terpengaruh oleh resolusi Parlemen Eropa tersebut. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!