Pamit mencari kerja, Riski ternyata direkrut JAD

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pamit mencari kerja, Riski ternyata direkrut JAD
"Kalau lagi salat di mushala, arah kiblatnya sering melenceng."

SEMARANG, Indonesia — Kesedihan mendalam bergelanyut di benak Mutiah saat dikabari polisi bahwa anak kesayangannya, Riski Rahmat, tewas dalam baku tembak dengan polisi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, akhir pekan lalu.

Ia tak menyangka anaknya bisa direkrut Jemaah Ansorud Daulah (JAD). Sebab, saat kali terakhir berpamitan dengan dirinya pada Kamis pekan lalu, Riski hanya mengatakan akan melamar kerja di Jawa Timur.

“Dia juga masih membalas pesan singkat yang menyebut kalau sedang berwisata, tapi enggak bilang lokasinya dimana, sama siapa, lha kok dapat kabar dia jadi salah satu orang yang ditembak polisi di Tuban,” katanya sembari menghela napas dalam-dalam.

Rappler yang menyambangi rumahnya di Kampung Kerapu II RT 09/RW II, Jalan Boom Lama Semarang, Jawa Tengah melihat terpal biru sudah terpasang rapi lengkap dengan kursi-kursi besi yang tertata di bawahnya. 

Tetanggannya terus berdatangan sebagai bentuk belasungkawa atas meninggalnya anak lelakinya tersebut. Walau begitu, Mutiah sempat curiga saat melihat gelagat janggal anaknya yang pergi ke Jawa Timur. 

Saat itu, Riski menitipkan sepeda motornya di rumah salah satu temannya sembari berpesan kalau boleh dijual. “Tapi temannya itu memilih mengembalikan motornya ke sini. Ini yang agak aneh,” cetusnya

Riski, lanjutnya, memang memiliki perubahan penampilan sejak sang kakak meninggal dunia akibat terkena infeksi saluran otak. Pria 22 tahun yang semula dikenal badung, suka menenggak minuman keras dan berfoya-foya, mendadak berubah drastis sebagai sosok yang religius. 

Ini tentunya tak jadi soal jika perilakunya berubah jadi lebih baik. Tapi, Mutiah mengatakan lambat-laun Riski jadi punya perangai yang cenderung radikal. “Memang jadi taat beribadah, rutin mengaji, membaca buku-buku agama. Tapi kalau lagi salat di musala, arah kiblatnya sering melenceng. Berulang kali diingatkan tapi tidak digubris. Akhirnya warga mengusirnya dari musala. Kejadian itu sekitar setahun lalu,” ujarnya.

Tak cuma itu. Riski juga berulang kali tepergok memasang bendera hitam bertuliskan Arab, mirip simbol ISIS. Setelah ditegur warga barulah diturunkan kembali.

Mutiah pun tak tahu-menahu ihwal kegiatan anaknya diluar rumah. Termasuk apakah sang anak telah bergaul dengan komplotan teroris. “Enggak tahu siapa saja temannya,” akunya.

Riski merupakan dua dari empat bersaudara putra pasangan Edi Supriyanto dan Mutiah yang bekerja sebagai tukang reparasi dan buruh cuci. Riski sempat menikah dengan Ana Oktianti dan dikaruniai seorang anak berusia 9 bulan. Namun, istrinya meninggal dunia tak lama setelah melahirkan.

Perketat pengawasan

Lurah tempat Riski tinggal, Joko Sumarno, menduga komplotan teroris telah mencuci otak Riski sedemikian rupa sehingga Riski dengan mudah direkrut. Padahal, dalam kesehariannya yang bersangkutan dikenal ramah kepada warga.

Agar paham radikal tak merasuki pikiran remaja-remaja di kampungnya, ia mengaku bakal meningkatkan pengawasan. Ia akan menggiatkan patroli keliling kampung untuk mencegah kegiatan berbau ekstremisme.

“Kita tingkatkan pengawasan di sini biar tak kecolongan lagi. Warga kita minta menjaga ketertiban, jangan sampai orang luar yang membawa pengaruh radikal masuk ke sini,” tegasnya. “Jenazahnya Riski dipulangkan dari RS Bhayangkara Surabaya pukul 13:00 WIB siang ini. Kemungkinan tiba dini hari.”  

Jenazah terduga teroris dipulangkan

Di lain pihak, berdasarkan hasil tes DNA yang dilakukan tim gabungan Polda Jatim dan Polda Jateng, ciri fisik pada empat terduga teroris identik dengan database milik keluarga masing-masing.

Keempat terduga asal Jateng yang telah teridentifikasi atas nama Satria Aditama warga Jalan Taman Karonsih II RT 05/IV Ngaliyan Semarang, Riski Rahmat Kampung Kerapu II Kuningan, Endar Prasetyo, warga Dukuh Limbangan, Kecamatan Tersono, Batang dan Yudhistira Rostriprayogi warga Desa Cepokumulyo, Gemuh, Kabupaten Kendal.

Proses identifikasi sempat keliru karena Riski Rahmat semula tak masuk dalam daftar terduga lantaran nama yang dimasukan justru Adi Handoko, pria asal Batang yang sudah meninggal beberapa tahun silam.

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Djarod Padakova mengatakan dari enam terduga teroris yang tewas dalam baku tembak di Tuban, empat orang dari Jawa Tengah.

“Semua keluarga sudah tes DNA untuk mencocokan identitasnya. Keluarga berangkat naik mobil bersama anggota kami. Sekarang mereka sedang menunggu pemulangan jenazahnya,” katanya.

Ia memastikan pemulangan jenazah terduga teroris tetap dikawal ketat aparat. “Kita berikan fasilitas untuk pengamanan untuk selanjutnya dimakamkan di daerah masing-masing,” tuturnya.

Aparat kepolisian gabungan kini masih meningkatkan koordinasi sampai proses pemulangan jenazah diterima oleh pihak keluarga. Polda Jateng juga membantu Polda Jatim guna mengumpulkan data yang diperlukan penyidik untuk menyibak dalang di balik aksi teror di Tuban.

Pengamat Terorisme Najahan Musyafak menduga para terduga teroris punya keterkaitan satu sama lain, bahkan ia memperkirakan ada seorang tokoh yang menggerakan para terduga yang masih remaja itu untuk melawan polisi.

“Saya kira saat ini paham radikal sudah merasuki pikiran anak-anak muda. Baik itu lewat media sosial maupun film-film yang menayangkan peperangan. Kita semua patut mewaspasai tren yang berkembang saat ini,” tukasnya. 

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!