Simulasi tsunami di Banda Aceh diikuti ribuan siswa

Adi Warsidi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Simulasi tsunami di Banda Aceh diikuti ribuan siswa
Simulasi tsunami digelar dalam rangka hari kesiapsiagaan bencana nasional

 

BANDA ACEH, Indonesia — Suara sirene tsunami terdengar sayup dipancarkan dari tower khusus di Gampong (desa) Blang Oi, Kecamatan Meuraxa Banda Aceh. Satu kilometer dari sana, di lapangan Blang Padang, ribuan siswa mulai berkumpul. Mereka bergegas menuju di Museum Tsunami untuk menyelamatkan diri.

Arif Zikrilllah, (16 tahun) ikut serta. Bersama ribuan yang lain, siswa SMA I Banda Aceh itu tampak berlari melintas Blang Padang. Tak lama kemudian, dia telah berada di atas Museum Tsunami yang berfungsi juga sebagai gedung penyelamat dan dapat menampung 3.000 lebih massa. 

Begitulah suasana simulasi bencana gempa dan tsunami dalam rangka Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN), Rabu 26 April 2017. Acara dipusatkan di Museum Tsunami Aceh, juga beberapa titik gedung penyelamatan lainnya. 

Skenarionya, bencana diawali dengan gempa yang terjadi pada pukul 09.45 WIB. Setelah itu pada pukul 10.00 WIB, sirene tsunami yang terletak di beberapa lokasi di Banda Aceh dan Aceh Besar berbunyi secara serentak. Informasi kemudian disebar ke seluruh Aceh melalui radio dan pesan pendek. Dari handy talky panitia, bunyi sirene juga terdengar. 

Ini bukan ini kali pertama Arif ikut simulasi. “Dulu sewaktu SMP, saya juga pernah ikut dan memahaminya,” katanya. 

Dia adalah salah satu saksi hidup tsunami yang pernah mengguncang Aceh pada 26 Desember 2004 silam. Saat itu dia mengaku baru berumur tiga tahun dan tinggal di Gampong Punge, lokasi yang parah terimbas tsunami. “Saat itu orangtua saya membawa saya ke lantai dua rumah, karena tidak ada kesempatan lari,” katanya. Arif dan keluarga intinya selamat, sejumlah kerabatnya yang lain menjadi korban.  

Ketika tumbuh besar, orangtua selalu mengisahkan tentang bencana itu. Hingga Arif tak banyak bertanya, saat sekolahnya mengajak siswa untuk ikut simulasi gempa dan tsunami. 

Muhammad Rayyan, rekan sekelas Arif mengaku juga pernah merasakan tsunami lalu. Tempat tinggalnya di Gampong Lamteumen, Banda Aceh, hanya digenangi air dan lumpur tsunami. “Keluarga sering cerita tentang bencana itu. Saya tahu.” 

Simulasi dikawal para guru. Sesekali tenaga pendidik mengarahkan siswanya untuk mengikuti simulasi dengan serius. “Ini penting agar mereka paham dan siapsiaga dalam menghadapi bencana. Wilayah kita sangat rawan gempa,” kata Syarifah Nargis, wakil Kepala Sekolah SMP 1 Banda Aceh. 

Sekolahnya mengikutkan semua siswanya, sekitar 700 orang dalam latihan itu. Sekolah itu salah satu yang rutin mengikuti simulasi-simulasi terkait kebencanaan. Mereka punya materi kebencanaan saat menerima siswa baru dalam kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS).

Di level bocah, anak-anak Sekolah Pendidikan Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-kanak juga dilibatkan. Salah satunya adalah PAUD Bunga Melati, Darussalam Banda Aceh. Mereka memboyong satu kelas anak-anak untuk dikenalkan dengan kebencanaan. 

Simulasi tsunami juga iikuti anak-anak Sekolah Pendidikan Usia Dini (PAUD). Foto oleh Adi Warsidi/Rappler Praktis, merekapun dibimbing sambil bermain dengan tingkah lucu dan tawa. “Kami sengaja ikut acara ini, sekalian memperkenalkan siaga bencana kepada anak-anak,” kata Nurul Akmal, Guru PAUD Bunga Melati. 

Nurul mengaku, di instansinya anak-anak juga kerap mendapat pelajaran tentang bencana. Misalnya, praktik berlindung di bawah meja bila terjadi gempa, ataupun keluar gedung dengan tas sekolah di atas kepala. 

 ***

Selang setengah jam setelah sirene berbunyi, 3.000 lebih siswa dari delapan sekolah di Banda Aceh yang mengikuti simulasi memenuhi lantai atas Museum Tsunami. Para guru membimbing masing-masing siswanya, tentang kebencanaaan. 

Tak lama kemudian, panitia memberi intruksi dengan skenario tsunami tak jadi datang. Siswa diajak turun kembali, dengan rapi dan hati-hati. Latihanpun selesai. “Upaya ini perlu dilakukan terus-menerus, untuk mendidik generasi muda yang tangguh bencana,” kata Fadhil, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banda Aceh. 

Menurutnya selain diikuti siswa, simulasi juga diikuti oleh warga Banda Aceh dan Aceh Besar secara mandiri, terutama di desa-desa yang pernah rata diamuk tsunami. Salah satunya adalah Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh yang melibatkan 300 warganya untuk latihan. Gampong itu adalah salah satu desa tangguh bencana di Aceh. 

Sebagian warga di sekitar escape building juga mengikuti rangkaian kegiatan tersebut. Usai sirene berbunyi, mereka langsung menuju ke gedung penyelamat itu. Ada beberapa escape building yang dibangun dengan kekuatan sanggup menahan gempa hingga 10 Skala Righter. Gedung itu terletak di Gampong Lambung, Gampong Deah Tengoh, Gampong Deah Glumpang dan Escape Building TDMRC Unsyiah 

Kata Fadhil, seluruh sirene berbunyi saat simulasi. Pemancar Sirene itu terpasang dipasang pada enam titik di Banda Aceh dan Aceh Besar, seperti di Kantor Gubernur Aceh, Gampong Kajhu, Gampong Lampulo, Gampong Blang Oi, Gampong Lam Awe dan kawasan Lhoknga.

Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Yusmadi mengatakan simulasi tersebut adalah kegiatan yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia, yang diisiasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dia mengklaim simulasi melibatkan 155 ribu lebih peserta di Banda Aceh dan Aceh Besar. “Dari simulasi, dapat memberikan pengetahuan kepada kita mengenai di mana posisi, serta risiko apa yang ada di sekitar kita, lalu apa solusinya dalam merespon risiko bencana,” katanya. 

Menurutnya ke depan, sirene tsunami akan terus dibunyikan saban bulan setiap tanggal 26, pada pukul 10.00 WIB. Hal ini sesuai hasil koordinasi dengan BMKG, yang akan melaksanakan simulasi sirine secara rutin dan serentak seluruh Indonesia.  

Pada 12 tahun lalu, Aceh menjadi Provinsi yang paling parah diamuk bencana tsunami. Ombak besar setelah gempa 9,2 Skala Righter itu mengakibatkan sebanyak 2o0 ribu warga menjadi korban, ratusan ribu lainnya mengungsi dan kehilangan tempat tinggal. Di Museum tsunami, tempat simulasi kesiapsiagaan bencana berlangsung, sebagian bukti masih terpajang. 

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!