Aktivis anti korupsi: Hak angket DPR ke KPK salah alamat

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Aktivis anti korupsi: Hak angket DPR ke KPK salah alamat
Hak angket DPR baru bisa diajukan kepada Presiden, Menteri, Polri, Panglima TNI, jaksa dan lembaga non kementerian.

YOGYAKARTA, Indonesia – Akademisi dan peneliti anti korupsi di Yogyakarta menilai permintaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah alamat. Sesuai aturan, DPR tidak berhak mengajukan hak angket kepada lembaga anti rasuah itu, apalagi menuntut untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani.

Hak angket tidak bisa diajukan kepada KPK. Hak untuk melakukan penyelidikan itu baru bisa diajukan DPR kepada Presiden, Menteri, Polri, Panglima TNI, jaksa dan lembaga non kementerian.

“Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung dan KPK tidak bisa (dikenakan hak angket),” ujar peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Fariz Fachryan pada Jumat, 28 April.

Jika DPR tetap ngotot, maka upaya tersebut kata Fariz akan mencederai akal sehat upaya penegakan hukum dari lembaga independen tersebut. Selain itu, permintaan rekaman penyidikan menurut PUKAT tidak dipaparkan begitu saja karena itu bukan informasi publik.

Berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), materi yang dimiliki KPK bersifat rahasia.

“Rekaman itu adalah materi penyidikan yang bisa mengganggu proses penegakan hukum,” tutur Zaenur Rohman.

KPK pun bisa mengajukan sengketa kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi, kalau DPR tetap kepala batu. Sebab, sejak awal DPR tidak berhak mengajukan hak angket kepada KPK.

Sebelumnya, pada siang tadi Komisi III DPR resmi mengajukan usulan hak angket di dalam sidang paripurna terhadap KPK. Mereka mendesak agar diberikan akses kepada materi rekaman kamera ketika Miryam S. Haryani diperiksa KPK. (BACA: Fahri Hamzah setujui secara sepihak usul hak angket terhadap KPK)

Kepada penyidik KPK, Miryam mengaku ditekan oleh rekannya di DPR agar tidak “bernyanyi” mengenai aliran dana dari proyek pengadaan KTP Elektronik. Dari anggaran sebesar Rp 5,9 triliun, negara dirugikan Rp 2,3 triliun.

Saat keterangan itu sudah ditulis di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Miryam tiba-tiba mengubah keterangannya saat bersaksi di persidangan. Dia mengaku justru ditekan oleh penyidik KPK agar memberikan keterangan sesuai keingingan mereka. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!