Pemimpin Abu Sayyaf Alhabsy Misaya tewas dalam pertempuran dengan militer Filipina

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pemimpin Abu Sayyaf Alhabsy Misaya tewas dalam pertempuran dengan militer Filipina
Militer Filipina memiliki tenggat waktu untuk menumpas kelompok Abu Sayyaf hingga 30 Juni mendatang.

JAKARTA, Indonesia – Militer Filipina berhasil menewaskan salah satu pemimpin dari sub kelompok militan Abu Sayyaf, Alhabsy Misaya. Informasi itu dikonfirmasi oleh Letnan Jenderal Carlito Galvez dari Komandan Mindanao Barat pada Sabtu, 29 April.

Menurut Galvez, Misaya, pemimpin Abu Sayyaf yang berbasis di Indanan, Sulu telah tewas dalam pertempuran militer. Galvez tidak menjelaskan secara detail bagaimana Misaya bisa tewas, sebab operasi untuk memberantas kelompok militan itu terus berlangsung. Selain itu, personel militer Filipina sedang berupaya membebaskan para sandera yang masih disekap oleh kelompok pimpinan Misaya.

Menurut seorang sumber, Misaya tewas dalam pertempuran dengan pasukan militer gabungan di Sulu pada Jumat malam, 28 April di barangay Silangkan kota Parang. Jasad Misaya telah diserahkan kepada kerabatnya.

Juru bicara Presiden Duterte, Ernesto Abella mengatakan kematian Misaya merupakan kerugian yang besar bagi kelompok Abu Sayyaf. Abella juga mengatakan bahwa perang melawan terorisme merupakan tanggung jawab bersama.

Pernah menculik WNI

Kepala Angkatan Bersenjata Jenderal Eduardo Ano mengatakan Misaya merupakan salah satu pemimpin Abu Sayyaf yang terkenal. Sudah ada perintah penangkapan terhadap dia yang masih berlaku hingga saat ini.

Ano mengatakan Misaya merupakan seorang ahli pembuat bom yang menjadi dalang dari beberapa aksi pemboman di Malagutay di tahun 2002 lalu dan menewaskan seorang personel militer Amerika Serikat, Sersan Mark Jackson. Anggota militer AS lainnya dilaporkan terluka.

Dia juga menjadi dalang dari aksi pemboman di tahun 2009 lalu di Jembatan Salaam di Indanan, Sulu dan pemboman di Kedai Kopi Dennis di tahun 2011 di Jolo. Dalam aksi terakhir, sebanyak 4 warga sipil tewas.

Misaya dan anak buahnya telah menjadi target pemerintah, sebab mereka tengah memenuhi tenggat waktu untuk memberantas kelompok militan hingga 30 Juni.

Kelompok pimpinan Misaya saat ini tengah berkonsentrasi terhadap penculikan terhadap warga asing, khususnya warga Malaysia dan Indonesia yang tengah berlayar di perairan Filipina dan negara tetangga.

Misaya diketahui bertanggung jawab terhadap aksi penculikan 10 kru kapal tunda Brahma 12 pada Maret 2016 dan 5 kru kapal tunda Serundung asal Malaysia pada Juli 2016. Semua kru kapal asal Indonesia dibebaskan di tahun yang sama usai pemerintah menyerahkan uang tebusan. Namun, pemerintah selalu membantah laporan tersebut. (BACA: 10 sandera asal Indonesia akhirnya dibebaskan oleh kelompok Abu Sayyaf)

Sementara, kru kapal Malaysia dibebaskan tahun 2017 usai dilakukan pertempuran antara personel militer dengan kelompok Abu Sayyaf.

Pemimpin kelompok Abu Sayyaf yang lain Radullon Sahiron dilaporkan telah mengirimkan pernyataan akan menyerahkan diri kepada militer.

Tujuh WNI masih disandera

Selain warga Filipina dan turis yang tengah berlibur di sana, kelompok Abu Sayyaf juga masih menawan tujuh WNI. Mereka diketahui bernama:

1. La Utu bin La Raali asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara
2. La Hadi bin La Edi asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara
3. Saparudin bin Koni asal Majene, Sulawesi Barat
4. Sawal bin Maryam asal Majene, Sulawesi Barat
5. Hamdan bin Saleng asal Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan
6. Sudarling Samansung asal Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan
7. Subandi bin Sattu asal Bulukumba, Sulawesi Selatan

Menurut Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, ketujuh WNI itu dalam keadaan sehat. Mereka tidak ditawan oleh kelompok Abu Sayyaf pimpinan Misaya. 

“Saat ini tujuh sandera WNI berada di tangan dua kelompok lainnya. 4 WNI berada di Maimbung dan 3 WNI di Talipao. Keduanya berada di Pulau Sulu,” ujar Iqbal melalui pesan pendek pada Minggu, 30 April. 

Sementara, juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan dalam kunjungan bilateralnya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo bisa saja membahas isu tersebut dengan Presiden Rodrigo Duterte. Jokowi sudah tiba di Manila sejak hari Jumat kemarin sebagia bagian dari mengikuti KTT ke-30 ASEAN.

Namun, dia juga menggunakan waktu itu untuk membalas kunjungan Duterte ke Jakarta tahun 2016 lalu.

“Ya, Presiden Jokowi bisa berbicara apa saja dengan Presiden Duterte, termasuk isu tersebut. Tetapi, tidak ada pembicaraan khusus mengenai isu itu,” ujar Arrmanatha di sebuah kafe di Jakarta pada Kamis, 27 April.

Kendati begitu upaya masih terus dilakukan baik oleh pemerintah dan perusahaan pemilik kapal di Malaysia untuk membebaskan tujuh WNI yang masih menjadi sandera. – dengan laporan Santi Dewi/Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!