Ketika intoleransi tertanam sejak di sekolah

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ketika intoleransi tertanam sejak di sekolah
Dampak Pilkada DKI menyebar hingga ke anak-anak sekolah. Tugas gubernur baru Jakarta untuk menenun kembali apa yang telah terkoyak.

JAKARTA, Indonesia – Pilkada DKI Jakarta yang meriah diwarnai isu SARA memang sudah berakhir, namun tidak dengan dampaknya. Baru-baru ini, Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo menemukan peristiwa serupa di tingkat sekolah.

Dalam kunjungannya ke beberapa daerah luar Jakarta beberapa waktu lalu, ia menemukan adanya siswa hingga guru yang menganggap agama sebagai faktor penting dalam pemilihan ketua OSIS. “Ada keengganan anak dipimpin ketua OSIS yang berbeda agama,” kata dia saat konferensi persi di Komnas HAM pada Selasa, 2 Mei.

Ia mendapatkan basis data dari penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Juli-September tahun lalu di Singkawang dan Salatiga. Sebanyak 160 responden yang terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, dan akademisi harus menjawab 7 pertanyaan terkait kebhinnekaan. Termasuk di antaranya soal kepemimpinan OSIS.

Meski kecil, rata-rata di bawah 4 persen, namun ada yang menganggap kalau kesamaan agama sangat penting, seperti ketua OSIS harus dari agama mayoritas, pemimpin harus seagama, hingga tidak mengucapkan selamat hari raya kepada orang yang berbeda agama. Henny melihat penyebabnya beragam, seperti pemahaman nilai kebangsaan yang sempit di sekolah, pengajaran agama yang eksklusif, hingga ajaran di keluarga yang kuat ikatan primordialnya.

Meski demikian, penelitian tersebut masih meletakkan kedua sekolah sebagai toleran, lantaran yang tak setuju kalau faktor agama penting dalam memilih pemimpin maupun pergaulan juga tinggi.

“Tapi masih ada benih-benih intoleransi di lingkungan pendidikan yang perlu diatasi,” kata dia.

Tercantum dalam pasal 4 ayat 1 UU nomor 20 tahun 2003, kalau prinsip penyelenggaraan pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif. Ia kemudian mengusulkan supaya setiap institusi penyelenggara pendidikan berpegang teguh pada pasal ini dalam membuat kebijakan ataupun evaluasi.

Demikian juga dengan Ujian Kompetensi Guru yang harus dikaitkan dengan prinsip-prinsip tersebut supaya para pendidik dapat menyebarkan nilai keberagaman. Indikator ditetapkan berdasarkan ruang perjumpaan yang diciptakan dalam keseharian.

“Toleransi tidak cukup, tapi harus disertai langkah memberi ruang untuk kerja sama. Nah, konsekuensinya adalah, praktik atau kebijakan tidak sejalan merupakan suatu pelanggaran,” kata dia.

Sejauh ini, diskriminasi berbasis agama masih ditemukan dalam proses belajar dan bahan ajar. Hasil penelitian SETARA Institute menunjukkan 65 sekolah melakukan tindakan diskriminatif. Pada 2014 lalu pun, Wahid Institute juga menemukan adanya dukungan guru dan pelajar terhadap tindakan pelaku perusakan dan penyegelan rumah ibadah.

Intervensi pemerintah

Meski tidak bertanggungjawab atas semua tindak intoleransi yang terjadi di sekolah, namun Gubernur Jakarta Terpilih Anies Rasyid Baswedan disebut memiliki tugas berat. Henny melihat strategi pemenangannya yang menggunakan masjid dan simbol keagamaan, serta menarik dukungan dari ormas radikal sangat berdampak.

“PR awal adalah memutus hubungan dengan semua ormas yang pro kekerasan, dan merebut kepercayaan masyarakat pro kebhinekaan,” kata dia.

Anies harus menunjukkan kalau ia tak mendukung aksi ataupun tindak intoleran dan bertingkah nyata, meski saat ini lebih banyak bungkamnya.

Sementara itu, Direktur KAPAL Perempuan Misiyah juga mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama untuk membenahi sistem pendidikan, kurikulum, dan bahan ajar yang ada saat ini. Dia meminta agar muatan dalam bahan ajar yang diskrimintaif harus dihapuskan.

“Memberikan sanksi hukum yang tegas kepada institutsi pendidikan yang melanggar nilai kesetaraan gender, penghargaan terhadap kebhinnekaan yang berdampak menyuburkan diskriminasi,” kata dia. Mereka yang terbukti melanggar dapat diberhentikan sebagai pengajar, atau institusinya ditutup.

Persoalan intoleransi di kalangan anak-anak memang harus dihadapi secara serius, karena mereka yang akan membangun peradaban bangsa kelak. Apakah toleransi lama-lama akan memudar? –Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!