Philippine basketball

Panglima TNI menegaskan tetap setia kepada pemerintahan Jokowi-JK

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Panglima TNI menegaskan tetap setia kepada pemerintahan Jokowi-JK
"Apa pun penilaian masyarakat saya tidak peduli. Cukup pimpinan saya yang menilai karena yang mengangkat saya adalah Presiden," kata Gatot.

JAKARTA, Indonesia – Panglima TNI Gatot Nurmantyo membantah anggapan publik yang menyebutnya tidak setia terhadap pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wapres Jusuf “JK” Kalla. Justru sejak awal masuk ke institusi TNI, Gatot dan personel lainnya sudah disumpah untuk setiap terhadap pimpinan tertinggi, NKRI dan UUD 1945.

Bahkan, dia mengaku sudah berulang kali menyatakan di hadapan publik bahwa dia akan mendukung pemerintahan Jokowi.

“Sering saya lakukan itu, sering (mengatakan akan mendukung dan setia terhadap pemerintahan). Tapi, apa pun penilaian masyarakat saya tidak peduli. Cukup pimpinan saya yang menilai saya, karena biar bagaimana pun juga yang mengangkat saya adalah Presiden. Jika suatu saat saya dicopot oleh Presiden, itu urusan Beliau,” kata Gatot ketika diwawancarai oleh Kompas TV dalam program bertajuk “Membidik Jokowi lewat Ahok, pemberitaan itu fakta atau provokasi?” yang tayang pada Kamis malam, 4 Mei.

Opini Gatot tidak loyal terbentuk ketika aksi damai 2 Desember 2016 digelar di Silang Monas. Saat itu, hanya Gatot yang mengenakan peci berwarna putih, sama seperti yang dikenakan oleh massa demonstran yang dimotori ormas Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)- MUI. Publik mengira justru Gatot adalah bagian dari demonstran yang ketika itu menuntut agar pemerintahan Jokowi bersikap netral dalam kasus persidangan Gubernur petahana Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

“Kata kunci (mengenakan peci) adalah saya ingin berkomunikasi kepada demonstran bahwa saya sama seperti peserta aksi. Jika terjadi apa-apa, melalui peci itu saya bisa menyampaikan ‘yang tenang’ kepada mereka dan saya bisa mengendalikan,” ujar jenderal yang kini berusia 57 tahun itu.

Menurutnya, strategi itu sudah disiapkan lantaran Gatot memahami karakter Jokowi yang berani dan nekad. Pasalnya mantan Gubernur DKI itu tetap memilih ikut salat Jumat kendati potensi bahaya menghadang di depan mata.

“Makanya dari rumah saya sudah siap membawa peci putih. Dalam ilmu militer, strategi ini merupakan bagian dari psikologi massa,” katanya.

Kalau pun konsekuensi dari penerapan strategi tersebut, dia kemudian dinilai publik ikut memihak kepada demonstran, Gatot mengaku tidak ingin ambil pusing. Sebab, yang terpenting tujuan dari strategi itu ingin mengamankan Presiden selaku panglima tertinggi.

Cara itu dianggap oleh media internasional tidak lazim. Bahkan, satu media internasional menyebut Gatot sulit dikendalikan. 

“Memang saya sulit dikontrol, karena yang bisa mengontrol saya hanya Presiden, karena itu tanggung jawab saya kepada Presiden. Orang lain ’emang gw pikirin’”, katanya lagi.

Persepsi publik yang sudah kadung terbentuk negatif itu seolah semakin mendapat pembenaran melalui tulisan jurnalis Amerika Serikat, Allan Nairn. Melalui tulisan yang diterbitkan di media The Intercept, Nairn mengatakan aksi-aksi damai yang dinilai publik ingin menjatuhkan Ahok sesungguhnya justru berniat membidik Jokowi.

Skenario itu disebut Nairn digulirkan oleh kelompok tertentu yang memiliki koneksi dengan grup radikal dan beberapa pihak, salah satunya TNI. Bahkan, Gatot disebut sebagai pihak yang merestui rencana tersebut.

Namun, sejak awal Gatot menganggap tulisan yang diklaim Nairn sebagai laporan investigasi itu tidak lebih dari opini dan hoax. Sehingga, dia memilih untuk tidak menanggapi atau menyeret Nairn ke jalur hukum.

“Kalau saya tanggapi, artinya sama juga saya bodoh. Kalau orang gila dilawan, maka nanti bisa jadi kita ikut gila,” katanya.

Gatot mengaku sudah memantau rekam jejak Nairn sejak lama, sehingga tidak perlu khawatir tulisannya akan mempengaruhi opini publik terhadap TNI. Menurut pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu, tulisan Nairn bisa lantang “bunyi” karena dia orang asing yang menyoroti isu tersebut. Respons publik akan berbeda seandainya yang menulis adalah jurnalis Indonesia.

Merasa tersinggung

DOA BERSAMA. Ribuan umat Islam peserta doa bersama melaksanakan ibadah shalat Jumat, kendati lokasi itu diguyur hujan, di sekitar Bunderan Patung Kuda, Jakarta, Jumat, 2 Desember. Foto oleh Hermanus Prihatna/ANTARA

Dalam acara itu, Gatot juga mengungkapkan rasa tersinggungnya ketika ditanya soal adanya upaya makar di balik berbagai aksi demonstrasi di ibukota. Baginya, umat Islam tidak mungkin memiliki niat untuk makar, lantaran mereka merupakan bagian dan pelaku sejarah untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

“Ketika TNI belum ada, justru para ulama lah yang menggerakan para santrinya untuk ikut berjuang merebut kemerdekaan. Mereka berjuang apa adanya dan berhasil,” kata Gatot.

Maka tidak masuk akal, kata Gatot, jika umat Islam yang mayoritas bagian dari pelaku sejarah merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia ingin merusak bangsa ini.

“Tidak mungkin. Buktinya, aksi 212 dan 411 bisa berjalan dengan damai dan tertib,” tutur dia.

Menurutnya, kekhawatiran dan ketakutan publik itu hanya dipicu oleh berkembangnya berita hoax. Padahal, masyarakat tidak perlu takut, karena warga Indonesia sejak dulu adalah kumpulan manusia ksatria yang berjiwa patriot. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!