Pengadilan Negeri Banda Aceh menolak permintaan suntik mati Berlin Silalahi

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pengadilan Negeri Banda Aceh menolak permintaan suntik mati Berlin Silalahi
Hakim tunggal Ngatimin mengatakan di dalam hukum positif di Indonesia tidak dikenal euthanasia atau suntik mati.

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) — Pengadilan Negeri Banda Aceh menolak permintaan korban tsunami, Berlin Silalahi untuk melakukan suntik mati atau euthanasia. Menurut hakim tunggal, Ngatimin, di Indonesia belum ada hukum positif yang membenarkan untuk melakukan euthanasia. 

Dalam amar putusan setebal 24 halaman, Ngatimin membacakan dalil-dalil lainnya. Euthanasia merupakan upaya untuk mengakhiri hidup dengan cara disuntik yang dilakukan oleh pihak yang dimintakan sebagai eksekutornya. 

Kode etik kedokteran pun tidak mengenal proses euthanasia. Jika, mereka melanggar maka para dokter dapat dipidanakan. 

Ngatimin juga mengutip beberapa ayat Al-Quran dan Hadits Rasulullah SAW. Semuanya tidak membenarkan euthanasia yang diartikan melakukan perbuatan bunuh diri. Apalagi bunuh diri merupakan perbuatan yang diharamkan dalam agama Islam, agama yang dianut oleh Berlin. 

“Perbuatan euthanasia itu juga sama saja telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sementara, dalam agama, kematian itu adalah takdir, euthanasia tentu dilarang dalam agama,” kata Ngatimin. 

Jika permasalahannya terkait penyakit kronis yang diderita Berlin, maka Ngatimin menyarankan agar Berlin menggunakan jaminan sosial kesehatan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. 

“Berdasarkan itu, menolak permohonan pemohon melakukan euthanasia,” ujarnya. 

Usai pembacaan vonis tersebut, kuasa hukum Berlin dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) akan melakukan pertemuan dengan keluarga dan bermusyawarah. Mereka akan memikirkan apa langkah selanjutnya. 

Hanya bisa berbaring

Sebelumnya, Berlin meminta agar segera disuntik mati karena putus asa terhadap kondisi kesehatannya yang semakin menurun. Belum lagi dia digusur dari tempatnya bernaung selama ini di Barak Bakoy, Aceh Besar. 

Tetangga Berlin, Habibah dan Puspa Dewi mengatakan saat ini kondisi temannya itu hanya bisa berbaring. Mereka juga memaparkan kondisi psikologis Berlin Silalahi yang sangat memprihatinkan. 

“Kami berharap apa yang disampaikan keduanya bisa menjadi bahan pertimbangan hakim dalam memutuskan permohonan euthanasia klien kami,” kata Safaruddin, kuasa hukum Berlin Silalahi.

Untuk menguatkan keterangan Habibah dan Puspa, Safaruddin mengatakan pihaknya juga sudah menyiapkan saksi ahli terkait psikologis pemohon.

“Terkait putusan, terserah hakim tunggal yang menyidangkan perkara ini,” kata dia.

Berlin Silalahi, 46 tahun, adalah korban tsunami yang selama ini menetap di hunian sementara Barak Bakoy, Aceh Besar. Kondisi kesehatannya yang lumpuh dan sakit-sakitan membuatnya mengajukan permohonan suntik mati ke Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Berlin tidak bisa lagi menafkahi keluarga. Sementara istrinya, Ratna Wati, hanya ibu rumah tangga dan tidak memiliki pekerjaan. Sehingga untuk hidup sehari-hari, mereka hanya mengandalkan bantuan sesama korban tsunami yang tinggal di Barak Bakoy.

Namun, barak tersebut sudah dibongkar dan penghuninya digusur oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. 

“Pemohon tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan biaya pengobatannya,” ungkap Safaruddin.

Ratna Wati, istri pemohon, menyatakan, suaminya mengajukan permohonan euthanasia sejak mereka diusir dari Barak Bakoy oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.

“Kami tidak tahu tinggal di mana lagi. Sejak pembongkaran barak, suami saya tidak bisa berpikir positif lagi. Apalagi suami saya lumpuh dan dalam kondisi sakit kronis,” ungkap dia.

Ratna Wati mengaku siap jika Pengadilan Negeri Banda Aceh mengabulkan permohonan suaminya. Apalagi permohonan euthanasia merupakan kemauan sendiri suaminya.

“Saya siap menerima jika pengadilan mengabulkan permohonan euthanasia. Apalagi suami saya sudah berusaha mengobati penyakitnya di berbagai rumah sakit. Termasuk berobat kampung,” kata Ratna Wati. —dengan laporan ANTARA/Rappler

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!