Kasus pembunuhan dan mutilasi WNI di Australia kembali dibuka

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kasus pembunuhan dan mutilasi WNI di Australia kembali dibuka
Polisi sempat mengira potongan kaki Mayang yang teronggok di dalam panci hanya sebuah lelucon.

JAKARTA, Indonesia – Pengadilan Brisbane, Queensland, pada 15-16 Mei lalu melakukan pemeriksaan resmi terhadap personel kepolisian yang menangani kasus tewasnya WNI bernama Mayang Prasetyo dan kekasihnya Marcus Volke. Mayang tewas dibunuh sang kekasih pada Oktober 2014 lalu. Jasadnya kemudian dimutilasi dengan tujuan awal menghilangkan barang bukti.

Tak lama setelah itu, Volke juga ditemukan tewas di tempat sampah di dekat apartemen mereka.

“Tujuan dari pengadilan pada Senin dan Selasa lalu untuk mengumpulkan bukti-bukti bahwa tindakan polisi dalam penanganan kasus pembunuhan Mayang Prasetyo alias Febri Andriansyah sesuai dengan prosedur dan aturan,” ujar Konsul Jenderal di KJRI Sydney, Yayan Mulyana melalui pesan pendek pada Selasa, 16 Mei.

Melalui pemeriksaan tersebut, pengadilan berharap bisa menemukan jawaban penyebab Volke memilih bunuh diri di tempat sampah dekat apartemennya. Detektif Sersan Joshua Walsh mengatakan Volke sempat mengajukan ke dokter bahwa dia memiliki permasalahan dengan kesehatan mentalnya dua pekan sebelum terbunuh.

Walsh mengatakan polisi berhasil memperoleh catatan medis yang menunjukkan bahwa dia juga mencari pengobatan di Rumah Sakit Ballart Victoria ketika berusia 16 tahun. Volke bertemu dengan Mayang, ketika bekerja sebagai pelayan di sebuah klub di Melbourne dengan tujuan untuk membayar utangnya senilai AUD$ 9.000 atau setara Rp 89 juta.

Bau busuk

Pengadilan koroner kemudian mendengarkan kembali bagaimana jasad Mayang bisa ditemukan di apartemen Teneriffe. Seorang personel senior di kepolisian, Bryan Reid menerima laporan dari manajer di apartemen tersebut soal terciumnya bau busuk. Sang manajer dilaporkan oleh penghuni lainnya di apartemen.

“Mereka tahu bahwa ada seorang perempuan yang tinggal di sana dengan seorang pria. Tetapi, mereka belum terlihat dua hari terakhir. Lalu, ada bau yang sangat menyengat dari unit mereka,” ujar Reid kepada majelis hakim seperti dikutip harian The Guardian.

Saking menyengatnya, polisi terpaksa mendatangi unit itu. Mereka sempat bertemu dengan Volke di luar unit apartemen. Lalu, mereka mengizinkan Volke masuk ke dalam untuk mengembalikan anjing peliharaanya.

Rupanya Volke mengunci pintu unit dari dalam, melukai dirinya sendiri lalu melompat ke luar gedung melalui jendela. Belakangan, dia ditemukan meninggal di tempat sampah yang tidak jauh dari unit apartemennya.

Polisi akhirnya masuk ke dalam unit apartemen Volke. Mereka sempat melihat potongan kaki tengah direbus di dalam panci. Semula, personel polisi mengira potongan kaki itu sekedar lelucon.

“Saya pikir semula itu hanya lelucon yang memuakkan, semacam untuk acara Halloween. Darah mengalir di bagian bawah lemari es,” kata dia.

Dari proses pemeriksaan resmi tersebut, polisi dinyatakan telah melakukan berbagai upaya sesuai dengan prosedur. Tidak ada tindakan lain yang dapat mereka lakukan untuk mencegah Volke bunuh diri.

Sementara, motif di balik pembunuhan disimpulkan pertengkaran di antara pasangan yang berujung pada kematian.

“Tidak terdapat indikasi pihak ketiga yang menjadi sumber pertengkaran atau pihak lain yang membantu pembunuhan,” ujar Yayan.

Jasad Mayang dipulangkan ke kampung halamnnya di Lampung pada 31 Oktober 2014. Kasus ini sempat menghebohkan Australia dan Indonesia, lantaran pelaku pembunuhan sangat sadis. Status Mayang yang seorang transgender dan pekerjaannya di Australia turut menjadi sorotan. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!