Isak tangis iringi pemakaman Bripda Imam Gilang di Klaten

Ari Susanto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Isak tangis iringi pemakaman Bripda Imam Gilang di Klaten
Empat hari lalu, Gilang masih sempat pulang ke Klaten untuk mengikuti ziarah keluarga.

KLATEN, Indonesia – Ning Wiyarti tidak berhenti menangis ketika mengetahui puteranya, Bripda Imam Gilang Adinata gugur bersama dua personel polisi lainnya dalam ledakan bom Kampung Melayu pada Rabu, 24 Mei. Jasad Gilang kemudian diterbangkan ke kampung halamannya di Klaten, Jawa Tengah pada Kamis petang, 25 Mei sekitar pukul 17:45 WIB.

Jenazah tiba di Bandara Adisumarmo Solo pada Kamis sore dan dibawa ke rumah duka. Tetapi, Ning justru semakin histeris ketika jasad puteranya diturunkan dari ambulans dan akan disalatkan di Masjid Jami di dekat rumah duka.

Kepada Ning, Gilang mengabarkan sedang bertugas menjaga aksi pawai obor. Tidak ada satu pun keganjilan yang dirasakan oleh Ning. Oleh sebab itu, Ning dan sang suami terkejut ketika dikabari puteranya ikut tewas dalam ledakan bom.

Para pelayat terlihat sudah memenuhi rumah duka sejak tengah hari karena menurut jadwal semula pemakaman jenazah dilakukan pukul 16:00 WIB. Proses pemakaman dilakukan dengan upacara kepolisian yang dipimpin oleh Kepala Biro SDM Polda Jawa Tengah Kombes Pol. Edy Murbowo selaku inspektur upacara dengan iringan tembakan servo. Gilang dikebumikan di makam umum desa yang berlokasi di samping rumah keluarga besar orang tuanya.

Edy menyampaikan pernyataan belasungkawa sedalam-dalamnya atas gugurnya Gilang dalam tugas. Kepolisian juga menganugerahkan kenaikan pangkat bagi almarhum dari bripda menjadi Briptu Anumerta.

Mimpi potong rambut

TANGIS. Ning Wiyarti dan suami tak percaya putera mereka tewas dalam ledakan bom panci di Terminal Kampung Melayu pada Rabu, 24 Mei. Ning terus menangis histeris saat pemakaman puteranya pada Kamis malam, 25 Mei. Foto oleh Ari Susanto/Rappler

Paman Gilang, Rohmat Sugiarto menceritakan keponakannya sudah menjadi polisi sejak 2013. Ia memang sejak kecil bercita-cita menjadi personel bhayangkara itu.

Sejak berusia tiga tahun, Gilang ikut paman dan neneknya di Klaten dan menempuh pendidikan di kota itu, sementara kedua orang tuanya bekerja di Jakarta. Lulusan SMP Muhammadiyah 1 Klaten dan SMKN Karangnongko itu kemudian menyusul bapak-ibunya ke Jakarta dan mendaftar menjadi polisi.

Gilang sempat pulang ke Klaten empat hari lalu untuk berziarah bersama keluarga. Rohmat menuturkan dirinya tidak punya firasat apapun menjelang kepergian keponakannya.

Hanya saja, menurut dia, Gilang terlihat seperti tidak bersemangat dan berwajah pucat. Istri Rohmat juga bercerita ke suaminya tiga hari lalu bermimpi potong rambut, mitos yang dipercaya merupakan pertanda akan kehilangan saudara.

“Saya bertemu terakhir kali pas dia pulang ke Klaten. Wajahnya kok loyo, kusut, seperti tak punya semangat. Gilang biasanya rapi,” kata Rohmat sebelum upacara pemakaman. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!