SAKSIKAN: Warga Marawi rayakan Ramadan di tengah peperangan

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

SAKSIKAN: Warga Marawi rayakan Ramadan di tengah peperangan
Memasuki hari ke-6, sebanyak 19 orang tewas akibat peperangan antara militer Filipina dengan kelompok Maute

JAKARTA, Indonesia – Ketika Ramadan disambut dengan suka cita di seluruh dunia, tidak begitu yang dirasakan oleh warga di kota Marawi, Filipina selatan. Peperangan antara kelompok militan Maute dengan militer Filipina sudah memasuki hari ke-6. Situasinya semakin memburuk setiap harinya.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh militer pada Minggu, 28 Mei, peperangan itu telah menewaskan 19 warga sipil. Sementara, total semua orang yang tewas mencapai 85 jiwa.

Sekitar 2.000 orang lainnya terjebak di antara peperangan antara militer Filipina dengan kelompok militan. Maka, bagi mereka Ramadan tidak lagi terasa menyejukan bagi mereka. Justru, umat Muslim kerap merasa was-was dan harus waspada terhadap situasi di sana.

Salah satu warga yang merasakan perbedaan dalam Ramadan tahun ini adalah Mohammad Hayef Mokhtar, seorang pelajar di kampus MSU di kota Marawi. Kepada Rappler yang menemuinya, Mokhtar mengaku ini merupakan Ramadan pertamanya jauh dari keluarga.

“Kami baru saja (berkomunikasi melalui telepon). ‘Apakah kamu baik-baik saja?’ ‘Saya baik-baik saja’,” ujar Mokhtar pada Sabtu, 27 Mei.

Demi menyelamatkan diri, dia memilih ikut ke dalam sebuah truk pembuangan yang membawanya ke sebuah kampus yang cukup jauh di kota Illigan yang tidak begitu jauh dari kota Marawi. Tujuannya, untuk menghindari area konflik.

Dia memilih tinggal di dalam gedung kampus selama beberapa hari sambil berharap pertempuran segera berakhir. Tetapi, memasuki hari keenam, tanda-tanda pertempuran usai belum nampak.

Jika nanti tiba waktunya untuk proses evakuasi, dia memilih untuk mengungsi ke rumah kerabatnya di dekat Marantao. Tetapi, jalan menuju ke sana masih belum aman.

“Di antara warga Maranao, seperti saya, kami tidak lagi berpikir bahwa kami takut atau tidak, karena kami telah terbiasa. Kami hanya perlu menunggu peperangan berhenti. Tetapi, hingga saat ini belum,” kata dia.

Bagi Mokhtar kampus MSU di kota Iligan adalah rumahnya untuk sementara waktu.

“Saya ingin berterima kasih untuk pusat pengungsian ini. Akomodasinya sangat bagus. Seperti seolah kamu makan di rumah,” ujarnya.

Pihak kampus pun begitu mendukung. Mereka akan membantu membangunkan para mahasiswa di pagi hari untuk salat subuh dan sahur. Tetapi, tetap saja Mokhtar merasa ada yang berbeda merayakan Ramadan dengan orang asing.

“Saya merasa nyaman di sini, tetapi perasaan bahwa kamu jauh dari orang yang kamu cintai, tetap membuatnya ada yang berbeda,” kata dia. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!