Fiera Lovita: Saya merasa tidak aman dan terancam

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Fiera Lovita: Saya merasa tidak aman dan terancam
Dokter Fiera Lovita akhirnya memutuskan pindah dari Solok ke Jakarta

JAKARTA, Indonesia – Salah satu korban persekusi di dunia maya Fiera Lovita akhirnya bercerita secara langsung kepada publik penyebab dia pindah dari Solok ke Jakarta. Perempuan yang akrab disapa Lola itu mengaku merasa tidak aman dan keselamatannya serta dua anaknya terancam jika tetap berada di Solok, Sumatera Barat.

Ketakutan itu muncul usai dia dirisak dan diintimidasi oleh ormas tertentu. Intimidasi sudah dirasakan sejak dia mengunggah status di akun media sosialnya pada 19-21 Mei. Walau tidak menyebut nama, tetapi Lola mengkritik sikap pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab karena memilih tetap berada di Arab Saudi ketimbang kembali ke Tanah Air.

“Kalau tidak salah kenapa kabur? Toh, ada 300 pengacara dan 7 juta umat yang akan mendampingimu. Jangan run away lagi ya, Bib. Kadang fanatisme sudah membuat akal sehat sudah tidak berfungsi lagi. Udah zina kabur lagi, masih dipuja dan dibela. Masih ada yang berkoar-koar kalau ulama kena fitnah, loh dianya kabur. Mau tabayun polisi bersama barang bukti saja tidak berani,” tulis Lola dalam periode tiga hari itu.

Dia mengingat proses intimidasi sudah mulai dia terima sejak Minggu malam, 21 Mei. Lola yang membuka ponsel baru menyadari status di akun media sosialnya itu diabadikan lalu disebar luaskan. Untuk menambah kebencian terhadap dirinya, di dalam status itu ikut ditambahi narasi provokatif dan kata-kata tidak pantas.

“Tujuannya mengajak agar orang lain untuk membenci dan melaknat saya,” kata Lola ketika memberikan keterangan pers di kantor LBH Jakarta pada Kamis siang, 1 Juni.

Pihak RSUD Solok, tempatnya bekerja, kemudian mulai turun tangan pada Senin, 22 Mei. Tetapi, bukan perlindungan yang diperoleh Lola.

Pihak manajemen rumah sakit seolah menganggap Lola justru mencemarkan nama baik rumah sakit dan membawa masalah. Hal itu tercermin dari permintaan Direktur Utama RSUD agar Lola menghapus keterangan tempat dia bekerja hingga meminta agar mematuhi apa pun yang diminta oleh ormas FPI.

Ketua FPI wilayah Solok mendatangi rumah sakit tempat Lola bekerja. Datang ditemani rombongan anggotanya, mereka meminta agar dokter hemodialisa itu menulis surat permintaan maaf dan diunggah ke akun media sosialnya. Tapi, permasalahan tidak selesai usai Lola meminta maaf. Justru intimidasi semakin gencar dia rasakan.

“Keesokan harinya pada Selasa, 22 Mei saya diminta oleh pihak RSUD untuk segera ke kantor. Wakil Direktur RSUD memarahi saya dan meminta untuk patuh terhadap apa pun yang mereka minta jika saya ingin selamat dan kasus ini tidak berlanjut,” kata Lola.

Bahkan, Wakil RSUD juga meminta kepada Lola untuk menunjukkan ekspresi wajah menyesal dan patuh. Tujuannya, supaya masalah cepat selesai.

Dia pun menyanggupi hal itu. Rupanya, berbagai pihak dimulai dari personel Polsek Solok, Ketua FPI dan petinggi RSUD sudah menunggu di ruang pertemuan.

“Saya diminta untuk menyampaikan rasa penyesalan dan berjanji untuk tidak mengulangi. Hal itu saya sampaikan sambil menangis. Perasaan saya saat itu campur aduk karena posisi saya benar-benar terpojok,” tuturnya.

Selanjutnya, secara bergantian anggota FPI memperkenalkan diri. Lalu, mereka menceramahi Lola sambil membawa ayat-ayat Al-Quran. Pada dasarnya apa yang didengar Lola di media massa mengenai kasus Rizieq adalah fitnah dan rekayasa.

“Menurut mereka, saya telah terpengaruh dengan berbagai berita di media massa yang dikuasai oleh orang-orang tertentu untuk menyudutkan Rizieq Shihab. Mereka terus menceramahi saya dengan menyertakan ayat-ayat Al-Quran,” kata dia.

Di bagian akhir, Lola akhirnya kembali membuat surat permintaan maaf. Bedanya, jika sebelumnya surat ditulis tangan, maka kali ini diketik dengan komputer dan dilengkapi materai.

Sebagian pihak yang ikut dalam pertemuan itu ikut membubuhkan tanda tangan, kecuali Kasat Intel Polsek Solok, Ridwan dan Dirut RSUD Solok. Mereka juga sempat berfoto bersama sebagai bukti bahwa telah terjadi pertemuan.

Sayangnya, kendati sudah mendengarkan ceramah dan membuat surat permintaan maaf untuk kali kedua, hidup Lola belum tenang. Foto yang diabadikan itu kemudian disebar luaskan di berbagai akun media sosial dan grup WhatsApp.

Kelompok itu juga menyebar luaskan tulisan yang pernah ditulis Lola di akun media sosialnya di masa lampau. Status itu kemudian ditambahi narasi yang menyebut bahwa Lola telah menghina ulama dan agama Islam.

“Mereka mengatakan akan membunuh, merajam, membakar, dan memukul saya menggunakan gagang cangkul. Belum lagi mereka mengatakan saya murtad, komunis dan terlibat PKI (Partai Komunis Indonesia),” tuturnya.

Intimidasi juga dialami hingga ke rumahnya. Menurut Lola, dia dan kedua anaknya yang baru berusia 8 tahun dan 11  tahun tidak bisa beristirahat dengan nyenyak, karena kediaman mereka kerap didatangi orang-orang asing.

Lelah fisik dan psikis

Setelah pemberitaan mengenai Lola menjadi isu nasional, Kapolres Solok kemudian datang ke rumah Lola. Dia menanyakan keberadaan dan silahturahmi.

Kepada Lola, Kapolres mengatakan akan melindungi Lola dan kedua anaknya. Pada tanggal 27 Mei, Lola setuju dengan ide dari polisi untuk menggelar jumpa pers di Mapolres Solok. Di sana dia diminta untuk menyampaikan apa yang telah terjadi pada dirinya dan adanya aksi intimidasi.

Tetapi, aksi tersebut tidak berhenti. Kediaman Lola masih didatangi orang asing. Bahkan, tiga orang di antaranya mengaku dari Kodim.

Belum lagi ponselnya terus berdering. Pesan pendek terus masuk ke nomornya. Sebagian besar isinya berupa makian dan ancaman. Lola mengatakan bahkan ada telepon masuk pada jam 02:58 dini hari.

Dia akhirnya merasa lelah secara fisik dan psikis terhadap semua intimidasi ini. Pada satu titik, dia memilih untuk tidak bertemu dengan siapa pun. Bahkan, ketika personel dari Polres Solok meminta untuk bertemu, Lola menolaknya.

“Akhirnya atas pertimbangan keselamatan saya dan anak-anak dan ditambah situasi lingkungan yang tidak mendukung, saya berkeinginan keluar dari kota Solok,” ujar Lola.

Didampingi relawan, Lola dan dua anaknya pada Senin, 29 Mei akhirnya meninggalkan Sumbar menuju ke Jakarta. Selama di ibukota, Lola ingin menjernihkan pikiran dan berlibur bersama kedua anaknya. Dia pun mengaku belum memutuskan apa yang akan dilakukannya selama di Jakarta.

“Tetapi, saya sebagai dokter tetap ingin berbakti kepada masyarakat,” katanya.

Puluhan orang jadi korban

Sementara, Koordinator Regional Organisasi Jaringan Kebebasan Ekspresi Asia Tenggara (SAFEnet), Damar Juniarto mengatakan Lola adalah satu dari 59 korban persekusi pada periode Januari hingga Mei 2017. Damar meminta kepada pemerintah segera bertindak, karena jika tidak aksi ini semakin meluas. 

Seruan serupa disampaikan oleh Ketua YLBHI, Asfinawati. Dari pola-pola yang tengah diteliti YLBHI bersama Koalisi Anti Persekusi, ada sekelompok orang yang bertindak sebagai polisi, jaksa dan hakim dalam satu proses. Hal ini sangat berbahaya, karena negara terancam menjadi lumpuh atas ulah pihak tertentu tersebut. 

Alghiffari juga meminta agar pemerintah tidak terburu-buru menganggap isu ini sebagai konflik horizontal. Sebab, mereka menemukan adanya indikasi skenario yang lebih besar dengan sengaja menyasar etnis dan agama tertentu untuk memantik kemarahan publik. 

“Indikasi awal ini kamu temukan karena akun-akun media sosial yang merisak setelah ditelusuri sebagain besar merupakan akun yang dipalsukan. Korbannya sengaja dipilih dari etnis dan agama yang tidak mainstream,” ujar Asfinawati. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!