Indonesia

Tiga hal yang membuat angket KPK cacat hukum

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tiga hal yang membuat angket KPK cacat hukum
Pembentukan panitia khusus angket dinilai dipaksakan

JAKARTA, Indonesia — Hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digulirkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus mendapat sorotan. 

Sebuah petisi berisi penolakkan terhadap hak angket tersebut, misalnya, muncul di change.org pada 28 April lalu. Sampai saat ini, petisi tersebut telah diteken lebih dari 40 ribu orang.

“Kami mengajak seluruh masyarakat untuk melawan hak angket yang dilakukan anggota DPR dalam rangka turut memberikan kekuatan kepada KPK,” demikian bunyi petisi tersebut.

Penolakkan juga datang dari para pakar tata negara yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).

“Kami menilai bahwa pembentukan Pansus Hak Angket itu cacat hukum,” kata Ketua Umum APHTN-HAN Mahfud MD, Rabu 14 Juni 2017. Mahfud pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi.

Seperti diketahui, DPR resmi menggulirkan hak angket terhadap KPK dalam rapat paripurna yang digelar Jumat, 28 April 2017. 

Angket tersebut digulirkan untuk memaksa KPK membuka isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Miryam S Haryani, tersangka pemberi keterangan palsu dalam kasus KTP Elektronik.

Mahfud MD menilai hak angket yang digulirkan kepada KPK itu salah alamat. Panitia khusus angket yang kemudian dibentuk juga dianggap cacat hukum.

Menurut Mahfud MD, setidaknya ada tiga hal yang membuat hak angket terhadap KPK ini cacat secara hukum:

Subjek hak angket keliru  

Mahfud MD menyebutkan hak angket yang dimiliki dewan bertujuan untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah. 

Hal ini tertuang di dalam Pasal 79 Ayat 3 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Dalam pasal tersebut KPK tak termasuk dalam lembaga pemerintahan.  

“Jadi subjeknya keliru karena secara historis hak angket itu dulu hanya dimaksudkan untuk pemerintah,” ujar Mahfud.

Objek hak angket

Selain subjeknya keliru, objek hak angket terhadap KPK juga dinilai tidak tepat. Sebab, objek hak angket KPK yang digulirkan DPR adalah penanganan perkara yang sedang dilakukan oleh KPK.

Padahal, menurut Mahfud, penyelidikan hak angket harus memenuhi tiga kondisi, yakni penting, strategis dan berdampak luas bagi masyarakat.

“Ini pentingnya apa? Urusan pengakuan Miryam Haryani yang mengaku ditekan itu kan hal biasa, tidak ada hal yang gawat di situ,” kata Mahfud.

Selain itu, Mahfud melanjutkan, KPK juga telah memenangi gugatan praperadilan yang dilakukan Miryam.

Pansus salahi prosedur

Selain subjek dan objeknya keliru, prosedur pembentukkan panitia khusus hak angket KPK juga diduga melanggar undang-undang karena prosedur pembentukannya terkesan dipaksakan.

Mahfud mengatakan seharusnya pembentukan pansus angket dalam rapat paripurna dilakukan secara voting lantaran seluruh fraksi belum mencapai kesepakatan.

“Ketika itu masih banyak yang tidak setuju tiba-tiba diketok (disetujui),” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu. Pansus juga terkesan dipaksakan lantaran saat itu baru tujuh fraksi yang mengutus wakilnya. 

Padahal, menurut Pasal 201 Ayat 3 Undang-Undang MD3, semua fraksi harus terwakili dalam pansus.”Kalau dipaksakan berarti melanggar prosedur,” ujar Mahfud. 

—Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!