Istana: Presiden tidak bisa campuri hak angket KPK

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Istana: Presiden tidak bisa campuri hak angket KPK

GATTA DEWABRATA

“Kalau publik meminta Presiden menghentikan hak angket ya enggak bisa, karena itu domainnya DPR," ujar Johan

JAKARTA, Indonesia – Juru bicara kepresidenan Johan Budi menegaskan bahwa Presiden Joko “Jokowi” Widodo tidak bisa diminta untuk ikut campur dan menghentikan bergulirnya hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR. Sebab, dari sisi tata negara kedudukan Presiden dan DPR sama-sama berada di tingkat eksekutif.

Kendati gerak-gerik dari anggota pansus sudah terlihat jelas berniat untuk melemahkan KPK, Johan terlihat naif dengan tidak ingin terburu-buru menyimpulkan hal itu.

“Kalau publik meminta Presiden menghentikan hak angket ya enggak bisa. Dari sisi tata negara itu tidak bisa, karena itu (hak angket) domainnya DPR. Sementara, Presiden ada tataran eksekutif yang memiliki kedudukan setara dengan DPR,” kata Johan yang ditemui di Istana Kepresidenan pada Senin, 10 Juli.

Johan mengatakan bahwa bergulirnya hak angket bukan karena keputusan satu partai politik, tetapi beberapa, termasuk partai pendukung pemerintah. Kasusnya akan berbeda, jika DPR berniat untuk membubarkan lembaga anti rasuah itu. Presiden, kata Johan, memiliki domain di sana.

“Ketika Presiden masuk domain, maka kekuasaannya selaku eksekutif digunakan dan akan menolak. Karena (langkah yang ditempuh DPR) tidak hanya melemahkan, tetapi juga membubarkan. Pasti Presiden enggak mau,” kata dia.

Pria yang pernah bekerja selama satu dekade di KPK menegaskan bahwa sikap Presiden sudah jelas terkait keberadaan lembaga anti rasuah itu. Mantan Gubernur DKI itu ingin langkah konkret untuk memperkuat.

Lalu, tidak khawatir kah Presiden Jokowi citranya di mata publik akan menurun karena membiarkan hak angket terus bergulir? Johan menyerahkan itu semua kepada publik. Tetapi, publik harus diedukasi bahwa Presiden tidak bisa mencampuri hak angket terhadap KPK.

“Itu kan bukan (keputusan) partai. Itu merupakan keputusan DPR,” katanya.

Justru menurut Johan akan terlihat janggal secara konstitusional jika Presiden melakukan intervensi terhadap DPR.

“Itu malah enggak pas,” kata Johan lagi.

Bukan hal baru

Sementara, pakar tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan hak angket bukan hal yang baru. Itu sudah dilakukan dalam sistem parlementer dan melekat pada parlemen.

Pada tahun 1950, ia menjelaskan hak angket kembali dilakukan di DPRS yang merupakan gabungan dari KNIP dan anggota RIS. Kemudian lahir UU nomor 7 tahun 1954 tentang angket. Selain itu, UUD 1945 juga menyebut tugas DPR yakni membuat undang-undang, membahas anggaran dan melakukan pengawasan. Dalam menjalankan tugas pengawasannya, DPR dibekali hak untuk melakukan penyelidikan.

KPK sendiri, kata Yusril, dibentuk dengan UU. Maka untuk mengawasi pelaksanaan UU tersebut DPR bisa saja melakukan hak angket terhadap KPK.

“Ini merupakan bagian dari upaya pengawasan terhadap kinerja lembaga tersebut,” tutur Yusril.

Sementara, dilihat dari sistem ketatanegaraan Indonesia, KPK masuk ke dalam lembaga eksekutif, karena institusi itu melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!