Nelayan tolak pembahasan AMDAL Pulau G

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Nelayan tolak pembahasan AMDAL Pulau G
Upaya pengembang membujuk rayu nelayan tidak menggoyahkan penolakkan


JAKARTA, Indonesia – Sekitar 25 orang nelayan dari Muara Angke, Jakarta Utara, menyambangi kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta pada Selasa, 11 Juli 2017. Mereka menolak pembahasan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) Pulau G.

Sejak pukul 11 siang, mereka sudah berorasi menolak 17 pulau reklamasi berdiri di Teluk Jakarta. “Tolak terus! Reklamasi rugikan nelayan Teluk Jakarta,” kata Suhari bin Ali, salah seorang nelayan yang sering beraksi menolak demokrasi.

Dalam sidang pembahasan Amdal Pulau G, hadir perwakilan dari Dinas Lingkungan dan Kebersihan DKI Jakarta; Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP); Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenkomar); Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK); pengembang; dan perusahaan terkait. Meski demikian, sidang ini tertutup dan hanya diikuti mereka yang memiliki undangan.

Para nelayan yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) ini mendesak untuk ikut menghadiri sidang. Petugas penjaga pintu menolak permintaan mereka lantaran mereka tidak memiliki undangan resmi.

Setelah berdebat lama, akhirnya salah satu perwakilan dari KNT Muara Angke yaitu Iwan, diperbolehkan masuk. “Saya menyampaikan sesuai apa yang dirasakan oleh nelayan Teluk Jakarta. Kami sampaikan nelayan bersatu melawan,” kata dia kepada Rappler.

Penataan hingga rumpon ikan 

Dalam sidang ini, kekhawatiran akan nasib nelayan setelah reklamasi mendominasi pembicaraan. Di antaranya termasuk penghasilan mereka yang semakin surut lantaran area menangkap ikan tertimbun pasir reklamasi hingga jalur pelayaran yang terhalang sedimentasi.

Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Yusiono mengatakan pemerintah menyanggupi untuk menata pemukiman nelayan Muara Angke. “Malah justru akan dijadikan pasar ikan terbersih, akan diperbaiki kondisinya,” kata dia seusai sidang.

Demikian juga dengan jalur layar kapal mereka. Berbagai opsi, mulai dari mengubah desain pulau hingga menawarkan kapal yang lebih baik muncul di rapat.

Menurut Yusiono, rata-rata nelayan Muara Angke masih menggunakan kapal kayu berkapasitas kecil dan berjarak pendek. Jalur pelayaran berubah lebih jauh karena tertutup Pulau G memang sudah seharusnya menjadi perhatian pengembang PT Muara Wisesa Samudera.

Bila tidak mengubah jalur pelayaran, pengembang juga menawarkan untuk mendekatkan tempat menangkap ikan. “Nanti bisa dibuatkan artificial fishing ground. Dibuat rumpon-rumpon oleh pengembang, atas program KPKP,” kata Kepala Bidang Pengendalian Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih.

Bagaimanapun juga, usulan yang terkesan menggiurkan ini memiliki celah tersendiri. Pengamat Oseanografi IPB Alan Koropitan mengatakan teknik ini hanya bisa digunakan di laut dengan ekosistem yang masih baik.

Rumpon atau apartemen ikan ini akan mengumpulkan ikan-ikan di satu titik, sehingga nelayan tinggal datang dan menangkap. Ikan-ikan tentu tertarik ke tempat dengan karang yang sehat.

“Kalau di Teluk Jakarta, mungkin gak? Ada gak ekosistem yg masih bagus? Makanya selama ini adanya di kepulauan seribu, bukan di Teluk Jakarta,” kata dia.

Iwan juga berpendapat kalau tawaran tersebut tidak mengubah pendapatnya dan nelayan lain. “Nelayan akan terap terusir, maka kami tetap menolak,” kata dia.

Senada dengan KNTI, organisasi WALHI juga menolak reklamasi. Namun, sikap mereka ditunjukkan lewat penolakan hadir ke sidang meski diundang.

Bagi mereka, pembangunan Pulau G di Teluk Jakarta cacat hukum, dan tidak dapat diteruskan Pembangunan Reklamasi berikut Rencana Bangunannya. Proyek Reklamasi Pulau G terkesan tidak mempertimbangkan aspek Lingkungan dan HAM , dalam hal ini juga tidak mempertimbangkan keberadaan nelayan yang terancam ruang hidup dan wilayah kelolanya.

“Hilangnya Teluk Jakarta akibat pembuatan pulau palsu reklamasi akan mengusir nelayan secara halus,” tulis mereka lewat siaran pers yang diterima Rappler. Seluruh nelayan yang merupakan penduduk asli akan diusir dari Jakarta sebagai kota kelahirannya.

Pulau Reklamasi yang dibangun kemudian hari diduga akan menjadi kawasan mewah , hingga akhirnya warga sekitar harus kembali tergusur dengan alasan untuk kepentingan umum.

“WALHI DKI JAKARTA mengingatkan kembali ke Gubernur terpilih akan janji kampanyenya untuk menghentikan permanen reklamasi Teluk Jakarta dan tiaj akan melanjutkan Reklamasi kembali,” kata mereka. Tim sinkronisasi juga diimbau lebih ketat mengawal dan tidak main-main dalam menghentikan reklamasi.

Terkait hasil sidang ini, Andono mengatakan akan memberitahukan ke tim sinkronisasi Anies-Sandi lewat sesi diskusi grup. Bagaimanapun juga, ide yang ada hari ini masih sebatas usulan semata dan keputusan final ada di tangan Anies selaku gubernur pada Oktober mendatang. Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!