Seekor gajah liar mati di Aceh, gadingnya hilang

Habil Razali

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Seekor gajah liar mati di Aceh, gadingnya hilang
Diduga gajah itu dibunuh untuk diambil gadingnya

BANDA ACEH, Indonesia – Seekor gajah liar Sumatera berkelamin jantan berumur sekitar 40 tahun ditemukan mati di Dusun Payalah, Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah. Kematian hewan dilindungi ini diketahui pada Senin, 17 Juli 2017. 

Saat ditemukan, bangkai gajah tersebut telah diambil gadingnya. Kepalanya juga diketahui telah terbelah. Selain itu juga terdapat lobang seperti terkena tembakan peluru di tulang tengkorak. Diduga gajah itu dibunuh untuk diambil gadingnya. 

Diperkirakan kematian gajah itu sudah lebih dari 3 minggu. Dikarenakan saat ditemukan bangkai gajah sudah membusuk dan mengeluarkan bau yang sangat menyengat.

Bangkai tersebut pertama kali ditemukan oleh warga setempat yang kemudian melaporkannya kepada aparat desa dan kecamatan. Tim BKSDA Aceh dari CRU Peusangan langsung turun untuk mengecek ke lokasi. 

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan pihaknya sudah melaporkan kasus kematian gajah tersebut kepada pihak Kepolisian. Ia ingin pelaku kasus kematian gajah guna mengambil gading itu dapat terungkap.

“Kami sudah berkoordinasi dengan Polda Aceh untuk serius menyelidiki, karena ini sudah jelas unsur sengaja untuk ambil gading,” kata Sapto, Rabu, 19 Juli 2017.

BKSDA Aceh berharap kasus kematian gajah itu dapat segera terungkap untuk memberikan efek jera kepada para pelaku. “Jika tidak terungkap dikhawatirkan akan dapat terulang lagi di kemudian hari,” lanjut Sapto.

Sebelumnya, pada 18 Februari 2017, di lokasi yang sama juga ditemukan seekor gajah jantan berumur 6 tahun mati karena memakan pupuk urea berdasarkan hasil otopsi.

Pada tahun 2017, setidaknya sudah empat kali kasus kematian gajah liar di Provinsi Aceh. Ditambah lagi kematian satu janin gajah yang keguguran dan satu bayi gajah yang dalam perawatan.  

Konflik gajah dengan masyarakat hampir tidak berhenti sepanjang tahun diakibatkan semakin sempitnya habitat gajah di Aceh karena kerusakan habitat. Tak jarang, upaya perburuan satwa liar diduga masih cukup marak terjadi. 

Sekitar 85 persen habitat gajah Sumatera di Provinsi Aceh berada di luar kawasan konservasi dan bahkan di luar kawasan hutan. Sehingga, kata Sapto, potensi konflik dengna warga sangat tinggi dan pengawasannya dari perburuan memerlukan upaya yang tidak mudah.

Untuk mengatasi konflik gajah liar berkepanjangan, pihak BKSDA Aceh bersama dengan Pemerintah Aceh dan mitra telah membangun tujuh CRU (Conservation Respon Unit) di seluruh wilayah Aceh guna mempercepat respon kejadian konflik gajah. 

Lima perangkat GPS Collar juga telah dipasang di lima kelompok gajah liar di Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie dan Aceh Jaya untuk mengetahui pergerakan gajah. “Setiap empat jam, pergerakan gajah akan terdeteksi melalui satelit,” pungkas Sapto. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!