Kepala BNPT: Sulit pulihkan individu yang terpapar paham radikal

Amir Tedjo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kepala BNPT: Sulit pulihkan individu yang terpapar paham radikal

ANTARA FOTO

BNPT hanya diberikan waktu untuk memulihkan individu yang terpapar paham radikal selama satu bulan

JAKARTA, Indonesia – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjelaskan mengenai dugaan keterlibatan ratusan warga negara Indonesia yang menjadi petempur dan dideportasi oleh Pemerintah Turki. Retno mengatakan sejak tahun 2015, sudah ada sekitar 435 WNI yang dipulangkan dari Turki.

Tetapi, dia menggaris bawahi tidak semuanya terafiliasi dengan kelompok militan ISIS. Sebanyak 90 persen di antara mereka diketahui baru akan menyeberang ke Suriah, tetapi sudah ditangkap lebih dulu oleh Pemerintah Turki.

“Jangan lupa, mereka yang dideportasi itu 30 persennnya adalah anak-anak. Karena mereka pergi mengajak anak dan istrinya,” ujar Retno yang ditemui usai peresmian Masjid Baitul Muttaqien di Desa Solokuro, Tenggulun, Jawa Timur pada Jumat, 21 Juli.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri Turki, Indonesia menjadi negara terbesar kedua di mana warganya dipulangkan ke negara asal. Sementara, tertinggi pertama berasal dari Rusia sebanyak 804 orang.

Menanggapi pemulangan ini, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Polisi Suhardi Alius mengatakan memiliki metode khusus untuk mengikis paham radikal yang ada di dalam kepala WNI tersebut, baik itu petempur maupun non petempur. Salah satu caranya yakni dengan proses deradikalisasi.

“Kami akan mengidentifikasi mereka lalu dikirim ke Bambu Apus dan dibina oleh Kementerian Sosial. Sementara, BNPT ikut memberikan program untuk menurunkan pemahaman radikal dengan menggandeng NU, Muhammadiyah dan psikolog,” ujar Alius pada Sabtu, 22 Juli di Kebayoran Baru.

Sayang, waktu yang tersedia untuk deradikalisasi hanya selama satu bulan. Sementara, butuh waktu lebih lama untuk menyadarkan kembali orang yang sudah terpapar paham radikal.

“Artinya, program deradikalisasi itu tidak menjamin mereka bisa dipulihkan sepenuhnya,” kata dia.

Maka, Alius telah menghubungi Menteri Dalam Negeri Tjahajo Kumolo agar institusi yang ia pimpin menjemput warganya di Bambu Apus. Lalu, diberlakukan pemantauan terhadap mereka. Hal ini termasuk di mana dia tinggal dan berinteraksi dengan siapa saja.

“Tujuannya, supaya individu ini bisa benar-benar dipulihkan. Jadi, tanggung jawab itu juga dibagi ke pemda, selain pemantauan dilakukan oleh BNPT,” tutur dia.

Atau Alius memiliki cara lain yakni dengan meminta kepada mantan para kombatan menarik rekan-rekannya dari paham radikal. Mereka dianggap lebih efektif mempengaruhi orang-orang yang sudah terkena paham radikal.

“Mereka kan sudah pernah menjadi komandan jihad, bahkan sudah pernah berjihad dan memiliki ilmu agama yang lebih tinggi. Sehingga, pernyataannya pasti mau didengar oleh orang-orang yang terpapar paham radikal,” katanya.

Sejauh ini, BNPT juga ikut memberikan bantuan kepada Masjid Baitul Muttaqien dan yayasan yang dipimpin Ali Fauzi, mantan narapidana teroris Bom Bali. Ali juga merupakan adik dari Ali Imron yang saat ini masih menjalani masa tahanan di LP Cipinang. Dengan cara ini, Alius berharap proses deradikalisasi bisa dilakukan secara menyeluruh.

Cara lain yang ditempuh untuk menghalangi paham radikal yakni memberi masukan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika berbagai konten radikal yang beredar di dunia maya dan ponsel. – dengan laporan Kevin Handoko/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!