Bersaksi di depan pansus, Yulianis sebut KPK istimewakan Nazaruddin

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bersaksi di depan pansus, Yulianis sebut KPK istimewakan Nazaruddin

ANTARA FOTO

Yulianis menuding Nazaruddin kenal dekat dengan tiga petinggi KPK sehingga bisa memperoleh keistimewaan

KESAKSIAN YULIANIS. Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunanjar (kiri) didampingi Wakil Ketua Pansus Taufiqulhadi (kedua kiri) dan Masinton Pasaribu (ketiga kiri) berjabat tangan dengan Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group yang juga mantan anak buah Nazarudin, Yulianis (kanan), sebelum rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 24 Juli. Foto oleh M Agung Rajasa/ANTARA

JAKARTA, Indonesia – Mantan Wakil Direktur Keuangan PT Permai Group akhirnya bersaksi di hadapan anggota panitia khusus hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 24 Juli di gedung DPR. Yulianis memberi kesaksian sambil memaparkan 56 slide power point yang diberi judul “Grand Korupsi M. Nazaruddin”.

Pria yang pernah menjadi Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat merupakan bos Yulianis selama beberapa tahun. Sejak awal pemaparan slide, perempuan yang mengenakan cadar berwarna hitam itu sudah memojokan Nazaruddin dengan klaim sepihak.

Setidaknya ada lima poin di mana KPK menganak-emaskan Nazaruddin dalam penanganan kasus. Pertama, tidak semua proyek yang pernah dipegang oleh Nazaruddin diusut KPK. Dalam catatan yang dimiliki Yulianis dari sekian ratusan proyek pria berusia 37 tahun itu, hanya lima proyek yang akhirnya bergulir ke persidangan.

“Proyek pertama, pengadaan pemasangan PLTS di Mesuji Lampung dengan nilai Rp 8 miliar, kedua, pengadaan di Universitas Udayana senilai Rp 18 miliar, ketiga, pengadaan peralatan kesehatan Universitas Airlangga ada dua jenis yang senilai Rp 49,1 miliar dan Rp 38,8 miliar serta kelima, proyek wisma atlet di Palembang senilai Rp 174 miliar,” tutur Yulianis pada Senin siang.

Total dari proyek yang telah diusut KPK itu mencapai Rp 289 miliar. Sementara, dari lima proyek tersebut, lembaga anti-rasuah tersebut sudah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, termasuk Nazaruddin sendiri.

Yulianis berkisah proyek yang berhasil dikantongi Nazaruddin melesat jumlahnya sejak ia menjabat sebagai Plt Bendum Partai Demokrat di tahun 2009 lalu. Dari yang semula hanya 10 proyek di tahun 2008, kemudian berkembang menjadi 68 proyek di tahun 2009.

Lalu, bagaimana caranya? Yulianis menyebut Nazaruddin memenangkan berbagai proyek dengan menggunakan berbagai koneksinya yang luas. Bahkan, tidak jarang ia menekan berbagai pihak, agar mau memberikan proyek tersebut untuk dikerjakan oleh perusahaannya.

“Nazaruddin terlalu mencolok ke berbagai partai, sehingga ia menjadi ‘monster’ di DPR. Komisi yang berada dalam kekuasaan Nazaruddin yakni 3,5,8,9 dan 10,” kata Yulianis.

Klaim kedua, KPK rela menjemput untuk memulangkan Nazaruddin dari Cartagena, Kolombia tahun 2011 lalu dengan mencharter pesawat jet pribadi. Biaya yang dikeluarkan untuk charter pesawatnya saja, kata Yulianis mencapai Rp 4 miliar.

“Jadi, bisa dibayangkan untuk biaya charter pesawatnya saja dan dibebankan ke APBN mencapai Rp 4 miliar. Sedangkan, total lima proyek yang diusut KPK berjumlah Rp 289 miliar,” katanya.

Klaim ketiga, kendati Nazaruddin sudah ditahan dan ditetapkan menjadi tersangka, tetapi ia masih bisa mengatur kesaksian mantan anak buahnya. Bahkan, menurut klaim Yulianis, tak jarang Nazaruddin mengintimidasi anak buah yang sudah bekerja cukup lama untuk dia.

“Misalnya yang akan bersaksi keesokan hari adalah Pak Marisi Matondang (mantan Direktur Administrasi PT Mahkota Negara). Maka, satu hari sebelumnya, ia akan dipanggil ke penjara dan ditentir lebih dahulu untuk memberikan jawaban apa. Semua teman-teman saya juga diperlakukan begitu,” katanya.

Teman-teman yang dirujuk oleh Yulianis adalah mantan rekan kerja yang dulu pernah menjadi anak buah Nazaruddin. Mereka, kata Yulianis, dijadikan petinggi di semua perusahaan boneka yang sengaja dibentuk oleh Nazaruddin.

Ia mengklaim jika ada kesaksian mantan anak buahnya yang tidak sesuai keinginannya, maka Nazaruddin akan memukul kepala mereka dengan menggunakan kertas BAP. Kemudian, Nazaruddin minta diganti.

Yulianis mengklaim, pertemuan untuk diskusi isi kesaksian dilakukan Nazaruddin di berbagai tempat. Ketika, masih ditahan di Lapas Cipinang, maka ia akan berdiskusi di ruangan khusus yang telah disediakan. Begitu pula di Mako Brimob.

Sementara, di KPK, diakui Yulianis pengamanannya memang agak ketat. Tetapi, Nazaruddin disebut mengelabui petugas dengan meminta izin ke rumah sakit karena sakit.

“Tetapi, Nazaruddin tetap bisa menelepon teman-teman saya dari dalam sel tahanan,” kata dia.

Klaim keempat, pilih kasih terhadap orang-orang yang akan dijadikan saksi. Yulianis mengatakan pernah bertanya mengapa putra Presiden ke-6 Edy Baskoro justru tidak ikut diperiksa sebagai kasus Wisma Atlet di Hambalang.

Berikut slide yang dipaparkan oleh Yulianis:

Hal itu membuatnya bingung, karena nama Edy bolak-balik disebut dalam persidangan, baik oleh Nazaruddin, Anas Urbaningrum dan dirinya sendiri.

“Tetapi, jawaban dari penyidik membuat saya terkejut. Ia mengaku sudah tiga kali membuat surat pemanggilan terhadap Edy Baskoro sebanyak tiga kali, tetapi ditolak oleh komisioner karena dianggap sebagai ‘teman’”, katanya.

Kesaksian yang disampaikan oleh Nazaruddin pun kerap tidak benar alias palsu. Namun, KPK, kata Yulianis justru mengabulkan permohonan Nazaruddin sebagai justice collaborator.

“KPK tidak peduli kesaksian palsu selama mereka yang diuntungkan. KPK baru akan peduli satu kesaksian dianggap palsu jika mereka dirugikan oleh kesaksian tersebut,” ujarnya.

Klaim kelima, Nazaruddin disebut memiliki hubungan dekat dengan orang di dalam KPK ketika itu. Itu sebabnya, mengapa ia dengan mudah bisa mengatur kesaksian mantan anak buahnya kendati sudah berada di balik jeruji.

Setidaknya ada tiga nama petinggi KPK yang disebut Yulianis memiliki hubungan istimewa dengan Nazaruddin.

“Mereka itu Ade Raharja, Chandra Hamzah, dan Johan Budi. Itu semua menurut pengakuan Nazaruddin,” kata dia.

Dibantah

JURU BICARA. Johan Budi ketika masih menjadi juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2015. Foto oleh angan di Bali dan Jakarta pada konferensi pers, Jumat, 10 April 2015. Foto oleh Gatta Dewabrata/Rappler

Ketika Rappler mengonfirmasi pernyataan Yulianis kepada Johan Budi, ia membantahnya. Pria yang pernah bekerja di KPK selama hampir satu dekade itu mengatakan pernyataan Yulianis tidak masuk akal.

“Dari mana kesimpulan itu (bisa diambil)? KPK mengusut Nazaruddin tidak hanya untuk satu kasus saja. Ada beberapa kasus lainnya yang diusut KPK, bahkan Nazaruddin juga sudah divonis bersalah dan dihukum penjara. Lantas dari mana ia bisa mengambil kesimpulan seperti itu, bahwa kami disebut ‘menjaga’ Nazaruddin?” ujar Johan melalui pesan pendek yang mempertanyakan kembali kesaksian Yulianis.

Jika ditelusuri pemberitaan ke belakang, Johan memang pernah mengakui ia pernah mendampingi Ade untuk bertemu Nazaruddin di sebuah restoran pada awal tahun 2010 lalu. Tetapi, kepada media ketika itu, Johan menjelaskan bahwa ia sengaja diajak oleh Ade sebagai saksi bahwa pertemuan yang berlangsung pasca maghrib tersebut sama sekali tidak terkait kasus apa pun yang tengah ditangani KPK.

“Sejak (peristiwa) cicak-buaya, ada aturan tidak tertulis, siapa pun yang bertemu terkait dengan tugas harus didampingi dan tidak boleh sendiri,” katanya tahun 2011 lalu.

Ia sudah mengklarifikasi hal itu kepada tim internal KPK agar tidak memicu kesalah pahaman.

Dijadikan tumbal

KESAKSIAN. Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group yang juga mantan anak buah Nazarudin, Yulianis, menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Pansus Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 24 Juli. Foto oleh M Agung Rajasa/ANTARA

Sementara, Yulianis terus berkeluh kesah di hadapan anggota pansus dan mengklaim ia dan tujuh temannya hanya dijadikan tumbal oleh Nazaruddin agar ia tidak mendapat hukuman berat. Ketujuh orang itu kini sudah menjadi tersangka dan narapidana untuk masing-masing kasus korupsi yang berbeda.

Tetapi, menurut Yulianis proses peradilan yang dihadapi oleh dia dan tujuh temannya itu sangat tidak adil. Salah satu yang ia sebut adalah Rosalina Mindo Manulang. Perempuan yang menjadi Direktur Marketing Permai Group itu sudah menjalani vonis penjara 2,5 tahun dan membayar denda Rp 100 juta.

“Kini, ibu Rosalina mengalami trauma. Ketika terjaring OTT kasus Wisma Atlet, ia dipaksa agar mengaku tidak kenal Nazaruddin. Sementara, saat ditahan di rumah tahanan di Pondok Bambu, ia mendapat serangan fisik yang dilakukan oleh keluarga Nazaruddin,” katanya menjelaskan secara detail.

Menurut Yulianis, Rosalina semakin terpuruk, ketika ia menceritakan perlakuan yang diterimanya, tetapi ditanggapi media hanya sandiwara belaka. Akhirnya, kini ia merasa takut dan tidak percaya terhadap siapa pun.

“Saya mengetahui hal itu karena saya lihat sendiri bagaimana reaksi ketakutannya saat berada di KPK,” katanya.

Di bagian akhir kesaksiannya, sambil berurai air mata, Yulianis menyebut ia dan rekan-rekannya tidak layak dijadikan korban. Mereka yang mendapat hukuman bui dan membayar denda, sedangkan Nazaruddin tetap bisa hidup nyaman.

Yulianis juga membantah kehadirannya di ruang sidang pansus karena ingin memojokan KPK.

“Apa sih yang diharapkan dari kami? Hanya dijadikan tumbal. Kami tahu, permasalahan di KPK karena ada oknum-oknum yang memanfaatkan institusi KPK. Kami yakin KPK bisa bersih dan dikuatkan, asal dikelola secara profesional dan transparan,” katanya. – dengan laporan Santi Dewi/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!