Jokowi: Katanya dulu saya Presiden ndeso, sekarang loncat menjadi otoriter?

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jokowi: Katanya dulu saya Presiden ndeso, sekarang loncat menjadi otoriter?
Presiden Jokowi membantah sudah menjadi pemimpin yang diktator karena beragam pihak bebas mengawasi jalannya pemerintahan

JAKARTA, Indonesia – Presiden Joko “Jokowi” Widodo terlihat mulai gerah mendengar pernyataan di media sosial bahwa ia disebut sebagai pemimpin yang diktator. Opini itu berkembang pasca rezim pemerintahannya membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui Perppu nomor 2 tahun 2017.

Pemerintahan Jokowi juga dikritik oleh lawan politiknya menyalahgunakan kekuasaan karena mendorong pengesahan UU Pemilu yang mewajibkan presidential treshold 20 persen di parlemen.

Menanggapi berbagai opini yang menyebut dirinya seorang diktator, Jokowi pun mengaku bingung. Sebab, awal-awal ia dilantik sebagai Presiden, mantan Gubernur DKI Jakarta itu malah disebut pemimpin yang berwajah orang desa dan tidak tegas.

“Katanya saya kan (dulu) ndeso, gitu ya. Ada yang menyampaikan itu. Presiden ndeso, klemer-klemer tidak tegas. Eh, begitu kita menegakan UU balik lagi, loncat menjadi otoriter. Jadi, yang bener yang mana? Yang klemar-klemer, ndeso atau diktator?,” ujar Jokowi usai meresmikan Museum Keris di Solo pada Rabu, 9 Agustus.

Ia pun kembali membantah di bawah pemerintahannya telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan sehingga tidak dapat dipantau. Justru, menurut Jokowi, berbagai pihak justru dapat mengawal dan mengkritik semua kebijakannya.

“Saya kira negara kita negara hukum yang demokratis. Mereka memiliki peran sendiri-sendiri. Mana yang mengontrol, mengawasi dan melaksanakan program-program yang ada. Kan ada juga pers, LSM dan masyarakat yang ikut mengawasi,” katanya lagi.

Ia menegaskan Indonesia adalah negara hukum yang demokratis dan dijamin oleh konstitusi.

“Jadi, enggak ada yang namanya diktator dan otoriter,” tutur Jokowi.

Pernyataan itu, kata mantan Wali Kota Solo tersebut ia sampaikan kepada semua pihak yang kerap menyuarakan pendapat bahwa ia pemimpin diktator. 

Anggapan pemimpin diktator mencuat usai Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu di Cikeas. Saat itu, baik SBY dan Prabowo mengatakan sepakat mengeluarkan gerakan moral untuk memantau jalannya pemerintahan. Menurut keduanya, pemerintahan yang tengah berkuasa rentan melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

Sebelumnya, ia kerap disebut presiden yang lemah dan tidak tegas karena sulit melepaskan diri dari bayang-bayang Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. Posisi Jokowi yang bukan sebagai Ketua Umum dianggap oleh sebagian orang menyebabkannya mudah disetir oleh PDIP dalam membuat berbagai kebijakan.

Bahkan, lawan politiknya pernah menyebut Jokowi sebagai Presiden boneka. Tetapi, semua pandangan itu pernah ditepis oleh Jokowi dalam berbagai kesempatan.

Hal itu tercermin dari beragam kebijakannya, salah satunya adalah penunjukkan Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI dan Tito Karnavian sebagai Kapolri. Kedua indvidu itu dipilih berdasarkan kapasitas di masing-masing institusi. Padahal, sebelumnya kencang berhembus rumor bahwa Megawati menginginkan Budi Gunawan yang duduk sebagai Trunojoyo 1. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!