Ahok: Ada seseorang ingin membunuh saya, dengan imbalan Rp 1 miliar

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ahok: Ada seseorang ingin membunuh saya, dengan imbalan Rp 1 miliar
Jaksa Penuntut Umum membacakan BAP Ahok di persidangan Buni Yani

BANDUNG, Indonesia — Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama ternyata pernah merasa nyawanya terancam setelah Buni Yani mengunggah cuplikan rekaman videonya di Facebook.

“Saya merasa terancam karena sampai ada seseorang yang ingin membunuh saya, dengan imbalan uang sejumlah Rp 1 miliar karena saya telah menistakan agama,” kata Ahok dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum pada persidangan Buni Yani di Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Bandung, Selasa 15 Agustus 2017.

Seperti diberitakan sebelumnya, Buni Yani mengunggah cuplikan rekaman video Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu ke akun Facebooknya pada 6 Oktober tahun lalu. 

Selain mengunggah rekaman video, Buni Yani juga memberikan caption: “Penistaan terhadap agama? Bapak ibu (pemilih muslim) dibohongi surat Al Maidah 51 (dan) masuk neraka (bapak ibu dibodohi) kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dalam video ini.”.

Status Facebook ini, menurut Ahok, adalah fitnah. Karena ia tidak pernah merasa telah menistakan agama. Ahok juga merasa kegagalannya dalam bursa pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI antara lain karena status Facebook Buni Yani ini.  

“Saya merasa Jakarta dan seluruh warga Jakarta menjadi terancam dan mengalami teror atas demonstrasi tanggal 4 November 2016. Dalam hal pencalonan saya sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam pilkada tahun 2017, ada satu partai pendukung yang meminta saya mundur, karena saya dituduh telah menistakan agama. Dalam pelaksanaan kampanye saya ditolak di beberapa tempat, dikarenakan saya telah dituduh menistakan agama,” kata Ahok.

Dalam BAP-nya, Ahok  membenarkan video yang diunggah Buni Yani merupakan video yang merekam kegiatannya saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu.  Namun ia menyatakan caption video yang ditulis Buni Yani tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya saat berpidato di depan masyarakat Kepulauan Seribu.

“Dapat saya jelaskan bahwa “kalimat bapak ibu (pemilih muslim) dibohongi surat Al Maidah 51 (dan) masuk neraka (bapak ibu dibodohi)”, tidak sesuai dengan apa yang saya sampaikan saat memberikan kata sambutan di tempat pelelangan ikan di Pulau Pramuka,” kata jaksa yang membacakan keterangan Ahok.

“Adapun yang saya sampaikan adalah sesuai dengan rekaman yang direkam Diskominfo.  Kalimat tersebut adalah, ‘Jadi jangan percaya sama orang kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu gak bisa pilih saya karena dibohongi pakai surat Al Maidah 51, macam-macam itu loh. Itu hak bapak ibu yah, jadi kalau bapak ibu merasa gak bisa milih saya takut masuk neraka, dibodohi gitu yah. Gak apa apa karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu’.”

Keterangan Ahok tersebut dibacakan JPU di persidangan karena Ahok tidak bisa dihadirkan ke hadapan majelis hakim.  Pada persidangan sebelumnya, majelis hakim sempat memerintah JPU untuk berusaha menghadirkan saksi Ahok.  Tapi ternyata, JPU tetap mengaku kesulitan menghadirkan Ahok.

“Yang bersangkutan telah dipanggil tiga kali, namun tetap tidak diijinkan pihak rutan dan tidak memungkinkan hadir,” ujar Ketua JPU, Andi Muhammad Taufik di persidangan.

Karena alasan tersebut, JPU memohon kepada majelis hakim untuk membacakan keterangan Ahok saat di depan penyidik.

“Dalam penyusunan berkas perkara yang besangkutan telah disumpah di depan penyidik.” Jelas Andi.

Penasehat hukum Buni Yani sempat menyatakan keberatan mereka atas permintaan JPU tersebut.  Pasalnya, ketidakhadiran Ahok tidak sesuai dengan syarat dalam Pasal 162 ayat 1 KUHAP.  

Dalam pasal tersebut, ada empat syarat yang memungkinkan keterangan saksi dibacakan di persidangan, yakni meninggal dunia, memiliki halangan yang sah untuk tidak hadir,  tidak dipanggil karena tempat tinggalnya jauh, dan berhalangan karena kepentingan negara.  

Menurut penasehat hukum, alasan ketidakhadiran Ahok tidak sesuai dengan syarat-syarat dalam pasal tersebut.“Jadi artinya berdasarkan pada Pasal 162 ayat 1 KUHAP itu, saksi tidak memenuhi kriteria untuk dibacakan keterangannya,” kata Anggota penasehat hukum Buni Yani, Irfan Iskandar.

Irfan juga mempertanyakan prosedur pengambilan sumpah saat Ahok dimintai keterangannya di penyidik,  Ia menyatakan, pengambilan sumpah itu tidak sesuai dengan Pasal 116 ayat 1 KUHAP.  Dalam pasal itu disebutkan, pengambilan sumpah di muka penyidik dilakukan jika saksi diperkirakan tidak bisa hadir pada saat persidangan. 

Berdasarkan aturan-aturan tersebut, penasehat hukum menyatakan sangat keberatan apabila BAP Ahok dibacakan di persidangan. Penasehat hukum tetap meminta majelis hakim memerintahkan JPU menghadirkan Ahok.

“Majelis hakim telah mengeluarkan perintah minggu lalu untuk menghadirkan saksi (Ahok).  Artinya, telah ada perintah dari majelis hakim yang tadi disebutkan oleh JPU tidak sanggup.  Kami mohon perintah itu mohon ditegakan di persidangan,” kata Irfan.

Melihat terjadinya perdebatan tersebut, majelis hakim yang diketuai M. Saptono menunda sidang untuk bermusyawarah.  Hasilnya, majelis hakim mengabulkan permohonan JPU untuk membacakan BAP Ahok.

“Penuntut umum yang di dalam persidangan menyatakan sudah berusaha memanggil saksi tapi tidak berhasil. maka majelis telah bermusyawarah dan menetapkan atau memerintahkan penuntut umum untuk membacakan keterangan saksi Basuki Tjahaja Purnama secara lengkap,” ujar Hakim Ketua, M. Saptono. 

Meski demikian, Saptono menyebutkan, penasehat hukum bisa menyatakan menolak atau menerima keterangan Ahok yang dibacakan JPU.  Hakim juga mencatat keberatan yang disampaikan penasehat hukum atas dibacakannya kesaksian Ahok di persidangan. —Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!