Korupsi dan kejahatan HAM itu saling berkelindan

Bernadinus Adi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Korupsi dan kejahatan HAM itu saling berkelindan
Negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, cenderung memiliki kasus HAM yang juga tinggi

 

JAKARTA, Indonesia — Setelah 72 tahun sejak Indonesia merdeka, korupsi belum juga surut dari negeri ini. Belum lama lalu kita dihebohkan dengan kasus korupsi Wisma Atlet, kini muncul lagi kasus baru: KTP elektronik. Tak tanggung-tanggung, korupsi yang melibatkan sejumlah nama beken ini merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. 

Sayangnya, banyak dari kita mengira jika korupsi hanya urusan uang semata, seolah-olah korupsi hanya soal ekonomi. Padahal korupsi, meski secara tidak langsung, juga telah merebut hak kita: hak untuk hidup, hak mendapatkan pendidikan yang layak, dan bahkan hak memperoleh kartu tanda identitas.

Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Blandine Lintang, mengatakan korupsi sejatinya tidak jauh berbeda dengan kejahatan HAM. Sebab dampak dari korupsi seringkali merebut hak yang seharusnya kita dapatkan.  

“Seolah kalau kita bicara soal kejahatan HAM itu selalu kejadian yang berdarah-darah. Sementara kalau korupsi itu melulu soal uang,” kata Lintang pada Rabu, 16 Agustus 2017.

Mari berkaca pada kasus megakorupsi KTP Elektronik. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, negera berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum. 

Dalam Undang-undang tersebut, warga negara dijamin memiliki kartu identitas. Namun kasus korupsi pada proyek KTP Elektronik telah merebut hak banyak orang untuk memiliki KTP Elektronik. 

Lintang juga menyebut negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, cenderung memiliki kasus HAM yang juga tinggi. Hal tersebut dipicu karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang kewajiban sebuah negara untuk memenuhi hak warga negaranya.

Sementara peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Siti Juliantari, menyayangkan sikap masyarakat yang kurang menyadari hak-hak yang dimilikinya. Masyarakat, menurutnya, seharusnya berani mempertanyakan jika ada praktek-praktek pungli. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!