Kisah para mantan teroris yang kini jadi pelaksana upacara kemerdekaan

Amir Tedjo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kisah para mantan teroris yang kini jadi pelaksana upacara kemerdekaan
“Banyak SMS atau WA yang masuk yang menyatakan saya bohong setia dengan NKRI.”

LAMONGAN,Indonesia — Halaman sebelah kiri Masjid Baitul Muttaqien di Desa Tenggulun, Kecamatan  Solokuro, Lamongan, pagi ini tidak seperti biasanya. Puluhan pemuda dari Desa Tenggulun bercampur dengan pegawai dari berbagai dinas yang ada di Pemerintah Kabupaten Lamongan berdiri berbaris rapi.

Pagi itu mereka akan menggadakan upacara bendera peringatan Kemerdekaan RI yang ke 72. Bedanya, para pemuda dan para pegawai dinas itu bukan menggelar upacara di halaman instansi pemerintah, melainkan di halaman masjid.

Upacara hari ini digelar oleh Yayasan Lingkar Perdamaian yang diketuai oleh Ali Fauzi yang dikenal sebagai mantan teroris. Tak hanya Ali Fauzi, ada sekitar 43 orang  mantan teroris yang juga ikut dalam upacara peringatan Kemerdekaan RI ini. 

Mereka adalah para lulusan akademi militer di Afghanistan, instruktur militer di Mindanao Filipina, para pelaku penembakan terhadap polisi dan para perampok yang berdalih fai.

“Intinya mereka mempunyai masa lalu yang kelam karena terlibat aksi-aksi destruktif di negeri ini. Belum semua dari mereka mau membuka diri, jadi harus dipahami,” kata Ali Fauzi.

Ali mengatakan, upacara bendera ini merupakan tindak lanjut dari ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) para mantan teroris yang mereka ucapkan beberapa waktu lalu. 

Upacara ini sekaligus juga pembuktian akan kesetiaannya kepada NKRI yang seringkali diragukan. “Banyak SMS atau WA yang masuk yang menyatakan saya bohong setia dengan NKRI,” katanya. 

Upacara bendera yang dilakukan oleh para mantan kombatan dan teroris ini merupakan yang pertama kalinya di Indonesia yang dilakukan di luar Lembaga Pemasyakatan. 

*****

Dari kiri ke kanan: Zulia Mahendra, Saiful Aris, Khoerul Mustain. Foto oleh Amir Tejo/Rappler.com

Yoyok Edi Sucahyo alias Broyok berdiri di tengah lapangan. Dengan memakai kemeja lengan panjang dan celana putih, dia berlatih memberikan aba-aba. Dengan dipandu oleh polisi dari Polres Lamongan dia sesekali dia harus mengulangi aba-abanya karena salah. Saat itu memang masih gladi resik –satu jam sebelum upacara yang sesungguhnya dimulai.

Sebelum bergabung dengan Yayasan Lingkar Perdamaian, lelaki asal Tenggulun, Lamongan ini adalah murid kesayangan ustadz Abu Faris. Abu Faris adalah salah satu pengajar di Pondok Pesantren Al-Islam, Tenggulun Lamongan. Abu Fariz kini menjadi salah satu komandan perang ISIS di Syria.

Sedangkan Yoyok adalah santri angkatan pertama Pondok Pesantren Al-Islam. Dia juga pernah terlibat dalam gerakan terorisme di Indonesia. Namun dia enggan menceritakan teror mana yang pernah dia lakukan.  

“Grogi Mas. Sudah puluhan tahun tidak pernah upacara bendera. Apalagi menjadi komandan upacara, belum pernah sama sekali,” kata Yoyok usai gladi bersih.

Katanya, sekitar 10 hari yang lalu dia dihubungi oleh Ali Fauzi yang memintanya menjadi komandan upacara. “Bro, kamu jadi komandan upacara ya,” kata Yoyok menirukan ucapan Ali Fauzi. Atas permintaan Ali Fauzi ini, Yoyok tak bisa menolak.  “Ya sudah jalani saja. Dikasih tugas apa pun saya siap,” katanya.

Ia pun bersama dengan petugas upacara lain dilatih oleh petugas dari Polres Lamongan selama sepuluh hari itu. Saat gladi resik upacara tadi, dia mengatakan masih sering lupa harus menghadap mana dan memberikan aba-aba apa.

Satu jam setelah gladi resik atau sekitar pukul 09:30 WIB upacara yang sebenarnya pun dimulai. Kapolres Lamongan AKBP Yuda Nusa Putra menjadi inspektur upacaranya. Upacara dimulai dari laporan komandan upacara bahwa upacara telah siap dilaksanakan. Alurnya berjalan lancar, hingga akhir upacara tanpa ada kesalahan.

Ali Fauzi sendiri bertugas membacakan teks proklamasi. Sedangkan kakaknya, Ustadz Khodzin, bertugas sebagai pembaca doa. Pengibar bendera dipercayakan kepada Zulia Mahendra yang berada di sebelah kanan. Zulia Mahendra adalah anak bungsu terpidana mati Amrozi.

Zulia Mahendra sempat lama merasa dendam dan marah kepada pemerintah karena telah mengeksekusi mati ayahnya. Namun itu dulu. Kini, dia telah menyadari bahwa eksekusi mati terhadap ayahnya adalah sudah takdir yang harus dia hadapi. Berkat pembinaan BNP dan Polres Lamongan, Mahendra kini sudah bisa menghilangkan rasa dendam dan marahnya kepada pemerintah.

“Saat bendera sampai setelah tiang, saya sempat merasa badan ini terasa lemes karena terharu. Pokoknya ini pengalaman yang luar biasa,” katanya usai upacara.

Pembawa bendera pada upacara kali ini adalah Saiful Aris alias Abid alias David alias Jack. Pria asal Lamongan ini berangkat ke Ambon 2001 lalu. Dia ikut ambil bagian dalam konflik Ambon. 

Pada tahun 2003 kemudian dia Poso. Pernah terlibat penyerangan warga Desa Beteleme Poso. Dia juga pernah baku tembak dengan Brimob di Aceh. Saat baku tembak dengan Brimob itu enam orang kawannya tewas sedangkan tiga orang lainnya luka. 

Saiful Aris sendiri mengalami luka tembak di telapak kaki dan harus diamputasi. Sempat ditahan di penjara Poso dan keluar pada 2006 lalu.

Kemudian pengiring bendera sebelah kiri adalah Khoerul Mustain. Dia adalah anak sulung dari Nor Minda terpidana 4 tahun penjara Bom Bali. Nor Minda terbukti bersalah karena terlibat sebagai penyedia bahan untuk bom Bali I.

Usai upacara, Ali Fauzi menyatakan sangat bersyukur kepada Tuhan karena acara berjalan dengan nyaris sempurna. Bahkan dia pun spontan melakukan sujud syukur atas kelancaran upacara. 

“Saya bertemu dengan orang penting sudah biasa, pergi ke luar negeri juga biasa. Namun baru kali ini saya tak bisa tidur selama seminggu karena memikirkan upacara bisa berjalan. Saya takut, anak-anak melakukan kesalahan dalam upacara,” kata dia. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!