Lima poin penting pengakuan Aris Budiman kepada anggota pansus hak angket

Bernadinus Adi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Lima poin penting pengakuan Aris Budiman kepada anggota pansus hak angket

ANTARA FOTO

Di hadapan anggota pansus hak angket, Aris Budiman justru membuka konflik internal KPK

JAKARTA, Indonesia – Nama Aris Budiman Bulo, Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba-tiba melambung pasca muncul di depan sidang anggota Pansus Hak Angket pada Selasa, 29 Agustus. Terkejut sudah pasti dirasakan oleh publik.

Apalagi perintah pimpinan KPK sudah jelas yakni melarang penyidik dengan pangkat Brigadir Jenderal itu datang ke gedung DPR. Namun, hal itu tetap dilanggar Aris.

Di hadapan anggota pansus, pria berusia 52 tahun itu merasa namanya sudah dicemarkan karena disebut politisi Miryam S. Haryani ikut meminta uang Rp 2 miliar dari anggota DPR. Uang itu disebut Miryam sebagai imbal balik jika ingin persoalan hukum menyangkut kasus mega korupsi KTP Elektronik diamankan.

Aris tidak ingin nama baiknya hancur seandainya tidak lagi bertugas di lembaga anti rasuah tersebut. Namun, pemaparan Aris selama dua jam di hadapan anggota pansus justru membuat isu perpecahan di antara institusi KPK dan Polri semakin meruncing.

Apa saja yang disampaikan oleh Aris pada Selasa kemarin? Simak lima poin penting yang disampaikan Aris kepada anggota pansus:

1. Memilih menghindari sorot kamera media

Aris mengaku di depan anggota pansus hak angket bahwa Selasa kemarin menjadi kali pertama ia tampil di depan awak media. Sehari-hari ia menolak untuk disorot kamera media lantaran ingin menjalani kehidupan yang normal.

“Saya mohon maaf kepada rekan-rekan media, saya memang dari dulu tidak ingin terekspos karena saya ingin bebas berjalan dengan anak saya. Saya sering berjalan dengan anak saya setiap hari Sabtu” ujar Aris.

Bahkan, dalam kasus pengungkapan kasus korupsi Nazaruddin, Aris memilih tidak ingin tampil. Padahal, ketika masih bertugas di kepolisian, ia ikut terlibat penjemputan Nazaruddin ke Kolumbia.

Sehari-hari Aris menyebut pola kegiatan sehari-harinya hanya ‘rumah-kantor’. Tapi, pernyataan itu kemudian dilanggarnya ketika tampil di depan pansus hak angket.

Ia juga melanggar perintah pimpinan baik di institusi kepolisian atau KPK. Padahal, selama 29 tahun mengabdi di kepolisian, ia tidak pernah membantah apa kata pimpinannya.

2. Akui ada pertemuan antara penyidik dengan Miryam

Kendati pangkal persoalan bermula dari diputarnya video pemeriksaan Miryam S. Haryani saat diperiksa penyidik Novel Baswedan dan Ambarita Damanik di ruang persidangan, toh Aris mengakui memang ada pertemuan antara penyidik dengan politisi Partai Hanura tersebut. Namun, Aris membantah pernah memerintahkan anak buahnya itu untuk menemui Miryam dan anggota DPR di luar dari jadwal penyidikan.

“Bukan cuma datang ke rumah Miryam, tapi juga datang ke rumah anggota DPR yang lain. Itu ada saksinya, Pak dan sudah diucapkan di ruang persidangan,” ujar Aris di hadapan anggota pansus.

Pasca pertemuan tersebut, ada seorang penyidik yang melapor kepadanya terkait pertemuan itu. Ia mengaku tidak tahu jika ada pertemuan antara penyidik lembaga anti rasuah itu dengan Miryam dan anggota DPR lainnya.

“Memang ada penyidik yang di pemeriksaan (internal) saya sampaikan ada penyidik datang ke saya, bahwa ada saksi seorang anggota DPR yang ingin membuka perkara. (Saya katakan) silakan diperiksa, tetapi apakah mereka main ke rumah, saya tidak pernah (memerintahkan hal tersebut),” kata dia.

Apa isi pembicaraan antara penyidik dengan Miryam dan anggota DPR tidak diungkap oleh Aris di depan anggota pansus.

3. Ada “geng” di dalam KPK

Aris memilih tidak menggunakan diksi “geng” saat menyebut adanya friksi di dalam internal KPK. Ia membenarkan jika ada gap antara penyidik internal KPK dengan penyidik yang didatangkan dari kepolisian.

Pangkal mula personal gap tersebut karena surat yang dikirimkan Novel Baswedan ke bagian SDM KPK justru bocor ke penyidik dari kepolisian. Di dalam surat itu, Novel mengaku keberatan jika polisi berpangkat setara Komisaris Besar harus mengisi posisi Kepala Satuan Tugas Penyidik. Saat itu, ada lima posisi yang sedang kosong di KPK.

Menrut Novel, langkah itu tidak tepat dengan aturan di KPK dan akan semakin mengukuhkan dominasi institusi kepolisian di KPK.

Novel juga mengkritik rencana Aris yang ingin mendatangkan kembali personel polisi yang pernah bertugas di KPK. Ia menilai jika rencana tersebut direalisasikan, maka integritas KPK dapat diragukan publik.

Sejak bocornya surat itu, gap antara penyidik independen KPK dengan berlatar polisi tidak pernah pulih.

“Bagi saya, seorang direktur, saya butuh penyidik dan sebagainya. Beberapa kali saya mengusulkan untuk merekrut penyidik, termasuk menyampaikan usul itu di rapat kedeputian,” kata Aris.

Ia pun menepis juga ada geng di KPK. Tetapi, ia mengakui ada kesulitan saat menuntaskan tugasnya di KPK jika tidak dibantu penyidik, baik itu yang dulunya bertugas di polisi atau diangkat KPK sendiri.

4. Novel punya pengaruh kuat di KPK

Aris mengeluhkan ada kesulitan baginya untuk membuat berbagai kebijakan di KPK. Salah satunya, menurut dia, karena ada satu penyidik yang dinilai terlalu ‘kuat’.

“Biasanya, kami hanya beradu konsep dalam penyelidikan dan itu hal yang wajar. Tetapi, ini (Novel) justru menentang secara terbuka melalui e-mail,” kata Aris.

Saat dikonfirmasi apakah penyidik yang dimaksud Aris adalah Novel Baswedan, ia membenarkan.

5. Integritas dicederai

Surat elektronik yang ditulis Novel lalu bocor ke kolega di kepolisian dan kalangan internal KPK kemudian dijadikan alasan bagi Aris melaporkan Novel ke polisi. Aris mengaku apa yang disampaikan Novel di dalam surel itu dapat mempengaruhi nama baiknya di hadapan publik.

Di dalam surel itu, Novel diklaim Aris, menulis bahwa Direktur Penyidikan saat ini tidak memiliki integritas dan adalah Direktur Penyidikan terburuk yang pernah dimiliki KPK.

“Kalau nanti saya keluar dari (KPK), mereka bisa mengatakan ‘oh, ini mantan Dirdik KPK yang tidak berintegritas itu’. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!