5 hal mengenai Tim Pencari Fakta PBB pelanggaran HAM di Myanmar

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

5 hal mengenai Tim Pencari Fakta PBB pelanggaran HAM di Myanmar

ANTARA FOTO

Tim Pencari Fakta PBB diketuai oleh mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman

JAKARTA, Indonesia – Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada akhir Mei lalu akhirnya memutuskan untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) Pelanggaran HAM di Myanmar, khususnya di negara bagian Rakhine. Pembentukan tim tersebut bermula dari adanya sebuah resolusi yang diloloskan oleh Dewan HAM PBB untuk memeriksa jika ada pelanggaran HAM di negara bagian Rakhine. Sebanyak 47 negara anggota Dewan HAM PBB menyetujui dibentuknya tim tersebut.

Uniknya, jika Ketua TPF sempat diisi oleh Indira Jaising (India), maka kini tongkat keketuaan sudah dialihkan ke mantan Jaksa Agung, Marzuki Darusman. Pemilihan Marzuki juga tidak lepas ia memiliki latar belakang warga Indonesia, satu-satunya negara yang masih diterima oleh Myanmar.

Berikut lima hal yang kamu ketahui dari tim yang dibentuk oleh Presiden Dewan HAM PBB Duta Besar Joaquin Alexander Maza Martelli:

1. Awal mula dibentuk

Awal mula TPF dibentuk karena Dewan HAM PBB khawatir terhadap temuan terbaru mengenai adanya dugaan pelanggaran HAM di Myanmar. Dalam resolusi yang dikeluarkan di bulan Maret, Dewan HAM merujuk kepada laporan Komisioner PBB soal adanya tindak kejahatan terhadap masyarakat etnis Rohingya di negara bagian Rakhine terlihat sudah menyebar luas dan sistematis.

Hal itu mengindikasikan pula adanya kejahatan kemanusiaan. Dugaan itu bermula dari pemeriksaan terhadap komunitas Rohingya sejak Oktober 2016. Saat itu pasukan keamanan Myanmar membakar sekitar 1.500 bangunan di area yang dihuni oleh etnis Rohingya, memperkosa, menyerang secara seksual puluhan perempuan dan melakukan eksekusi di luar proses peradilan.

Sebagai bukti, organisasi Human Rights Watch (HRW) merilis gambar satelit yang menunjukkan kerusakaan pasca bangunan di sana dibumi hanguskan. HRW juga mengaku memiliki dokumen jenis-jenis tindak kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan Myanmar terhadap etnis Rohingya.

2. Fokus ke pelanggaran HAM

Marzuki dibantu oleh dua ahli di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) yakni Radhuka Coomaraswamy asal Sri Lanka dan Christopher Dominic Sidoti dari Australia.

Mantan Jaksa Agung itu baru ditunjuk oleh Dewan HAM PBB pada bulan Juli lalu. Namun, Sidoti dan Coomaraswamy sudah dipilih sehingga bulan Mei.

Didorongnya pembentukan TPF karena mereka tidak yakin terhadap tim pencari fakta domestik yang diketuai oleh Wakil Presiden Myanmar, U Myint Swe dan pimpinan militer. Organisasi HRW menilai TPF domestik pemerintah tidak memiliki metodologi penelitian yang baik, bersikap bias dan cenderung menutup-nutupi adanya pelanggaran HAM.

Tim sudah mulai bekerja sejak bulan Agustus lalu dengan bertemu di Jenewa. Pada waktu itu, mereka mendiskusikan pendekatan yang pas agar Pemerintah Myanmar bersedia menerima mereka dengan tangan terbuka.

Sebagai petunjuk awal, mereka akan menggunakan laporan dari Komisi yang diketuai Kofi Annan.

“Komisi yang diketuai Kofi Annan berbeda dengan TPF, sebab dia tidak diberi mandat untuk menyelidiki adanya dugaan pelanggaran HAM. Sementara, TPF mandatnya lebih menyeluruh dari komisi yang diketuai Kofi Annan. Kami fokus kepada dugaan adanya pelanggaran HAM,” ujar Ketua TPF Marzuki Darusman yang ditemui di kantor Amnesty International pada Minggu, 3 September.

Selain itu, Komisi Rakhine yang diketuai Kofi hanya diberi mandat untuk mencari tahu apa akar permasalahan yang terjadi di negara bagian Rakhine.

Rencananya dalam 1,5 pekan ke depan mereka akan mencoba turun ke lapangan dan mulai bekerja. Selain ke Myanmar, mereka juga akan berkunjung ke negara lain yang ikut terdampak antara lain Bangladesh, Malaysia dan Thailand.

“Tapi, itu semua tergantung visanya, karena biar bagaimana pun kami membutuhkan izin untuk masuk,” kata dia.

3. Tidak hanya fokus di Rakhine State

Berdasarkan data dari organisasi HRW, tim Marzuki nantinya tidak hanya fokus mencari pelanggaran HAM yang dilakukan Pemerintah Myanmar dan militer di negara bagian Rakhine. Mereka diprediksi juga akan mengunjungi area di Shan dan negara bagian Kachin, sebab di sana diduga juga terjadi pelanggaran HAM.

4. Harus rampung pada Maret 2018

Misi TPF secara resmi dimulai pada Agustus 2017. Kemudian, mereka wajib memberikan laporan verbal yang terbaru untuk dipaparkan di hadapan anggota Dewan HAM pada September mendatang. Sementara, temuan lengkap harus dipresentasikan di hadapan Dewan HAM PBB dalam sesi pertemuan ke-37 pada Maret 2018.

5. Pemerintah Myanmar akan menolak memberikan akses masuk

Kendati hingga saat ini belum ada pembicaraan resmi mengenai akses masuk bagi anggota TPF ke Myanmar, namun pemerintah sudah memberikan indikasi akan menolak izin bagi mereka. Sementara, Marzuki tidak ingin berburuk sangka terhadap Pemerintah Myanmar.

Dari informasi yang ia miliki, Myanmar menilai TPF Dewan HAM PBB tidak dibutuhkan. Sebab, sudah ada TPF yang dibentuk secara internal dari Pemerintah Myanmar.

“TPF ini tidak dimaksudkan untuk hal lain kecuali mendapatkan pengertian yang lebih dalam soal apa yang terjadi di Myanmar. Kami datang dengan pikiran terbuka dan tidak berburuk sangka, karena itu Pemerintah Myanmar juga memiliki kepentingan untuk dapat mengizinkan TPF masuk. Tujuannya, agar Myanmar dapat menyampaikan versi mereka mengenai keadaan mereka di sana, sehingga laporan kami bisa dilengkapi,” kata Marzuki.

Sayangnya, Menteri Luar Negeri Aung San Suu Kyi sudah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap TPF saat melakukan kunjungan ke Brussels dan Stockholm. Hal itu juga diperkuat pernyataan Wamenlu Kyaw Tin di hadapan anggota parlemen pada 30 Juni lalu.

“Kami akan memerintahkan kepada Kedutaan Myanmar agar tidak mengabulkan visa bagi semua anggota TPF PBB,” ujar Tin.

Wakil Tetap Myanmar di PBB, Kyaw Zeya pun menyatakan hal senada. “Jika mereka akan mengirimkan seseorang terkait misi pencarian fakta, maka tidak ada alasan bagi kami mengizinkan mereka masuk,” kata Zeya kepada media.

Tetapi, Marzuki lagi-lagi tidak ingin berpikiran hal yang negatif. Ia kembali menegaskan bahwa tim yang ia pimpin independen dan tidak dipengaruhi kepentingan apa pun.

“Penunjukan anggota TPF ini tidak mewakili negara masing-masing anggotanya. Jadi, kami tidak mewakili kepentingan Sri Lanka, Australia atau Indonesia. Tim ini sifatnya otonom, independen dan objektif,” kata Marzuki menegaskan. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!