KPK ungkap modus operandi baru dalam kasus suap Walikota Cilegon

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

KPK ungkap modus operandi baru dalam kasus suap Walikota Cilegon

ANTARA FOTO

Walikota Cilegon Tubagus Imam Ariyadi dijanjikan akan diberi uang suap senilai Rp 1,5 miliar asal menerbitkan izin Amdal

JAKARTA, Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengungkap modus operandi baru dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Walikota Cilegon Tubagus Imam Ariyadi. Pria yang diketahui masih memiliki hubungan keluarga dengan Ratu Atut itu menerima uang suap yang penggunaannya di atas kertas sebagai dana sosial perusahaan.

Imam dijanjikan akan menerima hadiah senilai Rp 1,5 miliar jika memberikan izin untuk memuluskan rekomendasi Amdal (Analisis Mengendai Dampak Lingkungan) Mall Transmart.

“Dalam OTT kali ini, KPK mengungkap modus operandi yang baru yakni menggunakan CSR (corporate social responsibility) perusahaan pada klub sepak bola daerah yaitu Cilegon United Football Club yang diindikasikan untuk menyamarkan dana agar tercata pembukaan CSR atau sponsorship perusahaan yaitu PT BA (Brantas Abipraya) dan PT KIEC (Krakatau Industrial Estate Cilegon). Diduga hanya sebagian bantuan yang disalurkan ke Cilegon United Football Club,” ujar Komisioner KPK Basaria Panjaitan ketika memberikan keterangan pers pada Sabtu, 23 September di gedung KPK.

Basaria menjelaskan OTT dilakukan pada Jumat, 22 September terhadap 9 orang. Sementara, Imam Ariyadi mendatangi kantor KPK pada hari yang sama sekitar pukul 23:30 WIB.

Ia mengatakan diduga sebagai pemberi suap adalah BDU (Bayu Dwinanto Utomo) selaku project managet di PT BIA, TDS (Tubagus Donny Sugihmukti) Direktur Utama PT KIEC dan EW (Eka Wandoro) yang bertindak sebagai manajer hukum PT KIEC.

Saat OTT terjadi, petugas KPK berhasil menyita uang tunai senilai Rp 1,152 miliar yang terdiri dari Rp 800 juta berasal dari PT Brantas Adipraya dan Rp 352 juta dari PT Kraktatau Industrial Estate Cilegon. Uang Rp 352 juta itu merupakan bagian dari dana Rp 700 juta yang dijanjikan akan diberikan kepada Walikota.

“Rp 800 juta dan Rp 700 juta merupakan bagian dari komitmen Rp 1,5 miliar untuk Walikota dari PT KIEC dan PT BA. Uang itu disalurkan melalui Cilegon United Football Club agar dikeluarkan perizinan untuk dapat membangun mall Transmart,” kata dia.

Pemberian uang itu dilakukan dalam dua kali transfer. Transfer pertama dilakukan pada 19 September dari PT Kraktatau Industrial Estate Cilegon ke rekening Cilegon United Football Club. Uang yang ditransfer saat itu senilai Rp 700 juta.

Sementara, transfer kedua dilakukan pada 22 September dari kontraktor PT Brantas Adipraya ke rekening klub sepak bola sebesar Rp 800 juta.

PT Brantas Abipraya adalah BUMN selaku pengembang untuk membangun mall Transmart di lahan milik PT Krakatau Industrial Estate Cilegon yang merupakan anak Perusahaan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Perusahaan itu sudah pernah terjerat kasus korupsi dalam kasus suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu. Dalam kasus itu, Direktur Keuangan dan “Human Capital” PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko divonis 3 tahun penjara sedangkan Senior Manager PT Abipraya divonis 2 tahun penjara.

Sebagai penerima Tubagus Imam Ariyadi, Ahmad Dita Prawira serta Henry selaku perantara disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan pihak pemberi yaitu Bayu Dwinanto Utomo, Tubagus Donny Sugihmukti serta Eka Wandoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!