Menkopolhukam akan kaji aturan pembelian senjata impor

Bernadinus Adi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menkopolhukam akan kaji aturan pembelian senjata impor
Amunisi dari senjata Stand Alone Grenade Launcher juga akan disimpan di Mabes TNI

JAKARTA, Indonesia – Polemik senjata jenis Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) yang diimpor oleh Polri dari Bulgaria akhirnya menemui titik terang. Usai dilakukan rapat terbatas di Kemenkopolhukam, Menteri Wiranto memutuskan dua hal.

Pertama, dia akan mengkaji kembali regulasi yang mengatur mengenai pengadaan senjata yang mengakibatkan proses pengiriman dan penerimaan menjadi sulit. Pria yang juga politisi dari Partai Hanura itu menyebut untuk membeli senjata setidaknya harus mempertimbangkan 4 Undang-Undang, 1 Perppu, 1 Instruksi Presiden (Inpres), dan 4 peraturan setingkat Menteri yang mengatur pengadaan senjata itu.

“Semua itu menyebabkan perbedaan pendapat yang berkembang di berbagai institusi yang menggunakan senjata api,” ujar Wiranto ketika memberikan keterangan pers di kantornya pada Jumat, 6 Oktober.

Lantaran aturan-aturan itu telah menimbulkan polemik dan persepsi masing-masing institusi yang memiliki kewenangan dalam pembelian senjata, maka Wiranto mengaku akan mengkaji regulasi tersebut agar tidak timbul polemik serupa di masa depan.

Amunisi dititipkan di Mabes TNI

Keputusan kedua yang diambil Wiranto yakni soal penyimpanan amunisi untuk senjata SAGL tersebut. Wiranto meminta kepada Panglima TNI Gatot Nurmantyo agar segera mengeluarkan rekomendasi terhadap ratusan senjata Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) yang telah diimpor Polri. Namun, pelurunya jenis RLV-HEFJ kaliber 40×46 mm dititipkan di Mabes TNI.

“Berkaitan dengan pengadaan senjata SAGL 40X46 yang masih tertahan di Bandara Soekarno Hatta, maka segera dikeluarkan rekomendasi dari Panglima TNI. Sementara, amunisi tajamnya dititipkan ke Mabes TNI, sehingga suatu saat kalau mau ambil dan dibutuhkan untuk proses untuk itu, tetap dibolehkan,” tutur dia.

Keputusan penyimpanan amunisi peluru di Mabes TNI juga disepakati oleh beberapa pihak yang hadir di rakor itu, antara lain Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi dan Direktur PT Pindad Abraham Mouse.

Upaya memecah belah

Dalam kesempatan itu, Wiranto tidak menampik jika ada upaya dari beberapa pihak untuk memecah belah kesatuan institusi keamanan melalui polemik senjata impor yang hingga kini masih tertahan di kargo UNEX, Bandara Soekarno-Hatta. Menurutnya, perbuatan itu sangat berbahaya dan dihindari.

Kendati menyebut kata perbuatan tersebut sebagai upaya “memecah belah solidaritas”, tetapi ia tidak menyebut apa saja upaya yang sudah dilakukan dan siapa pihak yang dimaksud.

Ia kembali mengingatkan untuk menghadapi ancaman yang menimpa sebuah negara, maka diperlukan sebuah solidaritas yang kuat di antara institusi keamanan yakni TNI dan Polri.

“Kita hentikan dan netralisir untuk kepentingan bangsa dan negara, terutama berlangsungnya pembangunan nasional yang sedang digalakan Presiden Joko Widodo,” kata dia.

Wiranto menganggap setelah dilakukan rapat koordinasi ini, maka tidak akan ada lagi pihak-pihak yang ‘menggoreng’ isu tersebut. Ia tidak ingin menciptakan kegaduhan di ruang publik.

Isu pembelian senjata dari luar negeri itu, kali pertama disampaikan Gatot ketika dilakukan pertemuan dengan para purnawirawan TNI di Mabes di Cilangkap pada Jumat, 22 September. Gatot mengatakan ada institusi non militer yang mencatut nama Presiden Jokowi untuk mengadakan senjata dari luar negeri. Jenis senjata yang diimpor bahkan bisa menghancurkan tank.

Seolah menjadi kenyataan, tiba-tiba ratusan senjata SAGL dan amunisinya yang tiba dari Bulgaria dengan menumpang maskapai asal Ukraina tertahan di gudang di Bandara Soekarno-Hatta. BAIS TNI belum memberikan izin agar senjata itu bisa dikirim ke markas Korps Brimob.

Kendati dibeli secara legal dan sesuai prosedur, namun pengamat keamanan Connie Rahakundini Bakrie mempertanyakan mengapa pengiriman senjata dilakukan di bandara komersil. Connie menyebut pengiriman senjata harusnya dilakukan di Air Force Base, dalam hal ini Halim Perdanakusuma. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!