Sebagian angkot di Jawa Barat masih mogok

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sebagian angkot di Jawa Barat masih mogok
Para sopir angkot mendesak pemerintah menutup transportasi berbasis online

BANDUNG, Indonesia — Meski telah ada kesepakatan antara pelaku angkutan umum konvensional dengan pemerintah untuk membatalkan aksi mogok massal, namun sekelompok sopir angkutan kota (angkot) tetap melakukan aksi mogok massal.  

Seperti yang dilakukan sejumlah supir angkot trayek Cimahi-Leuwi Panjang pada Selasa pagi, 10 Oktober 2017. Bahkan hingga hari ini sejumlah sopir angkot di Cimahi belum sepenuhnya beroperasi.  

Aksi mogok yang terjadi pada Selasa kemarin juga diwarnai kekerasan terhadap sopir angkot lainnya yang memutuskan tetap beroperasi. Mereka dipaksa menurunkan penumpang dan diminta ikut aksi mogok massal.

Hal ini dialami sopir trayek Elang-Cicadas bernama Atep Supriatna. Atep mengatakan dirinya sempat beroperasi namun diberhentikan sekelompok orang dan dilarang mengangkut penumpang.  

Padahal Atep  berniat tetap beroperasi sambil menunggu tindak lanjut dari pemerintah terkait tuntutan yang diajukan pelaku transportasi  konvensional.

“Kita sempat normal beroperasi, sesuai kesepakatan mogok batal karena kita juga menunggu jatuh tempo yang dijanjikan oleh pemerintah.  Pemerintah kan sedang berusaha dan kita bersabar menahan diri” kata Atep kepada Rappler.

Karena aksi sweeping dari sekelompok orang itu, Atep merasa khawatir untuk melanjutkan usahanya mencari nafkah. Akhirnya, ia pun ikut-ikutan melakukan aksi mogok.

“Saya ini merasakan tidak nyaman karena banyak yang nyetopin.  Orang lain demo,  ini enggak. Sedangkan dari kemarin juga sudah diajukan ke anggota bahwa kita ikutin dulu pemerintah yang lagi ngurusin. Pemerintah menjanjikan tiga hari, ya udah kita ikutin dulu sama janji-janji pemerintah itu,” ujar pria 38 tahun itu.

Atep tidak memungkiri dirinya ikut merasakan kerugian akibat beroperasinya angkutan berbasis aplikasi. Sejak hadirnya transportasi online membuat pendapatan Atep menurun drastis.  Dari yang  sebelumnya mendapat Rp 200 ribu per hari, kini mendapat Rp 50 ribu sehari pun susah.  

Bahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan pun, Atep merasa kesulitan. Meski demikian, Atep tidak mau menumpahkan kekesalannya pada supir angkutan online.  Menurutnya, para pelaku transportasi berbasis aplikasi itu tidak bersalah, tapi pemerintah.

“Gak ada yang perlu disalahin semacam Gojek, Grab, Uber, gak ada yang perlu disalahin. Yang disalahin itu pemerintah, mengapa memberikan kebijakan tanpa berpikir efeknya gimana,” katanya.

Ia juga menyesalkan munculnya kebijakan bus gratis dan rencana pembangunan monorel yang menurutnya akan membuat para sopir angkot semakin terpuruk.

Sementara itu, buntut dari batalnya aksi mogok massal angkutan konvensional membuat para pelaku transportasi online tidak beroperasi. Kantor-kantor penyedia jasa transportasi online pun terlihat tutup.  

Salah satunya, kantor Gojek yang berlokasi di Jalan Ibrahim Adji Kota Bandung.  Pagar kantor Gojek terlihat ditutup. Beberapa aparat kepolisian baik yang mengenakan seragam atau berpakaian preman tampak berjaga-jaga di sekitar kantor Gojek.

“Ya, kita tutup hari ini, tidak tahu sampai kapan,” ujar seorang petugas keamanan Gojek yang tidak diketahui namanya.

Penutupan kantor dan tidak beroperasinya sopir transportasi online merupakan satu dari tiga poin kesepakatan antara Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) Jabar dan Kobanter Baru Jawa Barat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.  Kesepakatan itu merupakan kompensasi dari dibatalkannya aksi mogok massal angkutan umum konvensional yang sedianya digelar 10-13 Oktober 2017.

Poin pertama dari kesepakatan itu berbunyi “Pihak instansi khususnya Dishub Jawa Barat sepakat sesuai apa yang diinginkan oleh WAAT dan Kobanter Baru Jawa Barat bahwa Dishub akan menutup/menyegel kantor Grab, Gojek, Uber, Gocar, angkutan sewa taksi online, dan untuk tidak beroperasi serta akan dilaksanakan operasi penertiban pada hari Selasa tanggal 10 Oktober 2017.”

Jika pemerintah dan polisi tidak melaksanakan kesepakatan tersebut, pelaku angkutan umum konvensioanal mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa pada Kamis 13 Oktober 2017.

Di lain pihak, Perkumpulan Pengemudi Online Satu Komando (POSKO) Jawa Barat merespon ditangguhkannya aksi mogok massal angkutan umum konvensional dengan mengeluarkan sejumlah keputusan, salah satunya himbauan untuk para diriver melakukan OFFBID (tidak mengaktifkan aplikasi) pada 10-13 Oktober 2017.

“Selama proses OFFBID berlangsung para pengurus POSKO Jabar akan membuat sebuah petisi dari masyarakat berupa Change.org, yang isinya masyarakat diminta untuk ikut mendukung jasa transportasi online,” kata Ketus Posko Jabar, Febi Efriansyah dalam rilisnya.

Seorang driver taksi online, Fadly mengaku dirugikan dengan adanya aksi penolakan terhadap transportasi online,  apalagi banyak pelaku taksi online yang menggantungkan pendapatan keluarganya dari jenis transportasi tersebut.

Fadly juga menyayangkan tindakan pemerintah yang melakukan razia terhadap transportasi online.“Dengan adanya razia seolah-olah pelaku dan pengguna jasa online seperti melakukan kejahatan,” ujarnya.  

Sementara Kepala Pengelolaan LLAJ Wilayah III Dishub Jabar, Moch. Abduh Hamzah mengatakan pihaknya memang menghimbau agar angkutan online tidak beroperasi dulu. “Dilarang sementara waktu sampai ijin dari Kemenhub soal transportasi online keluar pada tanggal 1 November 2017,” katanya. 

—Rappler.com 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!